Jumat, 14 Juni 2024

KISAH SAHABAT NABI : Al Thufail Bin ‘amr Al Dausy




                   Al Thufail Bin ‘Amr Al Dausy 

“Allahumma Ij’alhu Ayatan Tu’inuhu Ala Ma Yanwi Minal Khair (Ya 

Allah Berikanlah Untuknya Satu Tanda Kekuasaan yang Dapat 

Membantunya Mengerjakan Kebaikan yang Telah Ia Niatkan.” (Salah 

Satu Do’a Rasul Saw Untuknya) 

 

Al Thufail bin ‘Amr Al Dausy adalah pemimpin kabilah ‘Daus’ pada 

masa jahiliah. Dia adalah salah satu sosok pemuka Arab yang berpengaruh, 

dan salah seorang tokoh yang terhormat… 

Tungku tidak pernah diturunkan dari perapian baginya, dan tidak ada 

pintu yang tertutup baginya… 

Ia gemar memberi makan orang yang lapar, memberi rasa aman bagi 

orang yang ketakutan dan melindungi orang yang memohon perlindungan. 

Ditambah lagi dia adalah sosok yang beradab, cerdas dan pintar. Ia 

adalah seorang penyair yang memiliki perasaan yang peka dan lembut. Dia 

amat mengerti dengan manis dan pahitnya pembicaraan… sehingga 

kalimat yang diucapkannya mengandung bobot magis bagi yang 

mendengarnya. 



Al Thufail meninggalkan rumah tinggalnya di Tihamah3 menuju 

Mekkah. Kala itu pergumulan masih terus berlangsung anyara Rasulullah 

Saw dengan para kafir Quraisy. Masing-masing pihak membutuhkan 

pendukung dan sahabat… 

Rasul Saw berdo’a kepada Tuhannya dan yang menjadi senjata Beliau 

adalah keimanan dan kebenaran. Sedang kafir Quraisy menentang dakwah 

Rasul dengan segala jenis senjata, dan mereka berusaha menghalangi 

manusia dari Beliau dengan cara apapun. 

Al Thufail mendapati dirinya telah berada dalam peperangan itu tanpa 

persiapan apapun dan ia turut serta di dalamnya tanpa sengaja… 

Ia tidak datang ke Mekkah dengan tujuan ini, dan tidak ada dalam 

benaknya urusan Muhammad dan Quraisy. 

 

3.Daerah pinggir laut di Jazirah Arab yang sejajar dengan Laut MErah 


Dari sini maka dimulailah sebuah hikayat yang tak pernah terlupa bagi 

Al Thufail bin ‘Amr Al Dausy; Mari kita simak kisah ini, karena ia adalah 

sebuah kisah yang aneh. 



Al Thufail mengisahkan: “Aku tiba di Mekkah. Begitu para pemimpin 

Quraisy melihatku, mereka mendatangiku dan mereka menyambutku 

dengan begitu mulia. Dan mereka memposisikan diriku dengan begitu 

terhormat. 

Lalu para pemimpin dan pembesar mereka berkata kepadaku: “Ya 

Thufail. Engkau telah datang ke negeri kami. Ada seorang disini yang 

mengaku bahwa ia adalah seorang Nabi yang telah merusak urusan dan 

mencerai-berai persatuan serta jama’ah kami. Kamikhawatir ia dapat 

mengganggumu dan mengganggu kepemimpinanmu pada kaummu 

sebagaimana yang telah terjadi pada diri kami. Maka janganlah engkau 

berbicara dengannya, dan janganlah kau dengar apapun dari 

pembicaraannya; sebab ia memiliki ucapan seperti seorang penyihir: yang 

dapat memisahkan seorang anak dari ayahnya, dan seorang saudara dari 

saudaranya, dan seorang istri dari suaminya.” 

Al Thufail berkata: “Demi Allah, mereka terus saja menceritakan 

kepadaku tentang keanehan kisah Muhammad. Mereka membuat diriku 

dan kaumku menjadi takut dengan keajaiban perilaku Muhammad. 

Sehingga akupun bertekad untuk tidak mendekat kepadanya, dan untuk 

tidak berbicara atau mendengar apapun darinya. 

Saat aku datang ke Masjid untuk berthawaf di Ka’bah, dan mengambil 

berkah dengan para berhala yang ada di sana sebagaimana kami 

melakukan haji kepadanya untuk mengagungkan berhala-berhala tadi, 

akupun menutup telingaku dengan kapas karena khawatir telingaku 

mendengar sesuatu dari perkataan Muhammad. 

Akan tetapi bagitu aku masuk ke dalam Masjid aku mendapati ia 

sedang berdiri melakukan shalat dekat Ka’bah bukan seperti shalat yang 

biasa kami lakukan. Ia melakukan ibadah bukan seperti ibadah yang biasa 

kami kerjakan. Aku senang melihat pemandangan ini. Aku menjadi 

tercengang dengan ibadah yang dilakukannya. Aku mulai mendekat 

kepadanya. Sedikit demi sedikit tanpa disengaja sehingga aku begitu dekat 

dengannya… 

Kehendak Allah berbicara lain sehingga ada beberapa ucapannya yang 

hinggap di telingaku. Aku mendengar pembicaraan yang baik. Dan aku 

berkata dalam diri sendiri: “Celaka kamu wahai Thufail… engkau adalah 

seorang yang cerdas dan seorang penyair. Dan engkau dapat membedakan 

antara yang baik dan yang buruk. Lalu apa yang menghalangimu untuk 

mendengar apa yang diucapkan orang ini… Jika yang dibawa olehnya 

adalah kebaikan maka akan aku terima, jika itu adalah keburukan maka 

akan aku tinggalkan.” 

Al Thufail masih mengisahkan: “Kemudian aku masih terdiam sehingga 

Rasulullah Saw kembali ke rumahnya. Aku mengikuti Beliau dan begitu ia 

masuk ke dalam rumahnya, akupun turut masuk. Aku berkata: “Ya 

Muhammad, kaummu telah menceritakanmu kepadaku bahwa kamu 

begini dan begitu. Demi Allah, mereka terus-menerus membuatku khawatir 

dari mu sehingga aku menutup kedua telingaku dengan kapas agar aku 

tidak mendengarkan ucapanmu. Kemudian kehendak Allah berkata lain, 

sehingga aku mendengar sebagian dari ucapanmu, dan aku mengaggap hal 

itu adalah baik… maka ceritakanlah urusanmu padaku…! 

Beliau menceritakan urusannya kepadaku. Beliau juga membacakan 

untukku surat Al Ikhlas dan Al Falaq. Demi Allah, aku tidak pernah 

mendengar sebuah ucapan yang lebih baik daripada ucapan Beliau. Dan 

aku tidak pernah melihat urusan yang lebih lurus daripada urusannya. 

Pada saat itu, aku bentangkan tanganku kepadanya, dan aku bersaksi 

bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan 

Allah. Dan akupun masuk Islam. 



Al Thufail berkata: “Aku tinggal beberapa lama di Mekkah untuk 

mempelajari Islam dan aku selama itu aku menghapal beberapa ayat Al 

Qur’an yang mudah bagiku. Begitu aku berniat kembali ke kampungku aku 

berkata: “Ya Rasulullah, Aku adalah seseorang yang dipatuhi di keluargaku. 

Saat ini aku mau kembali kepada mereka dan menjadi penyeru mereka 

kepada Islam. Berdo’alah kepada Allah agar ia memberikan aku sebuah 

tanda kekuasaan-Nya yang dapat menjadi penolongku dalam berdakwah 

kepada mereka. Maka Rasul langsung berdo’a: “Allahumma ij’al lahu 

ayatan (Ya Allah jadikanlah untuknya sebuah tanda kekuasaan).” 

Aku pun mendatangi kaumku, sehingga jika aku tiba di sebuah tempat 

yang tinggi di sekitar rumah mereka maka turunlah sebuah cahaya di 

antara kedua mataku seolah sebuah lampu. Aku pun berdo’a: “Ya Allah, 

jadikanlah ia bukan pada wajahku, sebab aku khawatir mereka menduga 

bahwa ini adalah hukuman yang ditimpakan ke wajahku karena aku 

meninggalkan agama mereka… maka cahaya tadi bergeser dan turun ke 

pegangan cambukku. Maka para manusia yang ada saat itu mencoba untuk 

melihat cahaya tadi yang berada di cambukku seolah lampu yang 

tergantung. Dan aku datang menghampiri mereka dari lembah. Begitu aku 

turun ayah menghampiriku –Beliau saat itu sudah amat renta- Aku 

berkata: “Kita sudah tidak berhubungan lagi. Aku bukan milikmu dan 

engkau bukan milikku.” Ia bertanya: “Mengapa begitu, wahai anakku?” 

Aku menjawab: “Aku telah masuk Islam dan mengikuti agama Muhammad 

Saw” Ia berkata: “Duhai anakku, agamaku adalah agamamu.” Maka 

akupun berkata: “Kalau begitu, mandilah dan bersihkanlah pakaianmu. 

Lalu kemarilah agar aku mengajarkan apa yang pernah aku pelajari.” Lalu 

Beliau mandi dan membersihkan pakaiannya, kemudian Beliau datang 

menghampiriku sehingga aku paparkan Islam kepadanya dan iapun 

memeluk Islam. Kemudian istriku datang dan aku berkata kepadanya: 

““Kita sudah tidak berhubungan lagi. Aku bukan milikmu dan engkau 

bukan milikku.” Ia bertanyaL “Mengapa demikian? Demi ibu dan 

bapakku.” Aku menjawab: “Islam telah memisahkan antara kita. Aku telah 

masuk Islam dan mengikuti agama Muhammad Saw.” Ia berkata: “Kalau 

begitu, agamaku adalah agamamu.” Aku berkata: “Bersucilah dengan air 

Dzu Syara4!” Ia bertanya: “Demi ibu dan bapakku, apakah engkau tidak 

khawatir terkena musibah dari Dzu Syara?!” Aku menjawab: “Celaka kamu 

dan Dzu Syara… aku katakan kepadamu: pergilah dan mandilah di sana di 

tempat yang jauh dari pandangan manusia. Aku jamin pasti batu yang tuli 

itu tidak dapat melakukan apapun kepadamu.” 

Iapun berangkat dan mandi. Kemudian ia datang lagi dan aku 

paparkan Islam kepadanya sehingga iapun mau memeluknya. Kemudian 

aku berdakwah kepada penduduk Daus namun mereka tidak menjawab 

dengan segera ajakan ini kecuali Abu Hurairah dan Beliau adalah manusia 

yang paling dulu masuk Islam dari mereka.” 



Al Thufail berkata:“Aku mendatangi Rasulullah Saw di Mekkah dan aku 

mengajak Abu Hurairah saat itu… Nabi Saw bertanya kepadaku: “Apa yang 

ada di belakangmu wahai Thufail?” Aku menjawab: “Hati yang tertutup, 

dan kekafiran yang dahsyat. Di daerah Daus kefasikan dan kemaksiatan 

telah merajalela.” Lalu Rasulullah Saw berdiri, berwudhu lalu shalat dan ia 

mengangkatkan tangannya ke langit. Abu Hurairah berkata saat itu: 

“Ketika aku melihat Beliau melakukan hal itu aku khawatir Beliau 

mendo’akan kaumku sehingga mereka dapat binasa… 

Maka akupun berkata: “Ya kaumku….” Akan tetapi Rasulullah Saw 

berdoa: “Ya Allah berilah petunjuk bagi kaum Daus… Ya Allah berilah 

petunjuk bagi kaum Daus… Ya Allah berilah petunjuk bagi kaum Daus.” 

Lalu Beliau menoleh ke arag Thufail seraya bersabda: “Kembalilah ke 

kaummu dan berlaku haluslah kepada mereka dan ajaklah mereka 

memeluk Islam!” 



Al Thufail berkata: Aku masih saja terus berdakwah di daerah daus 

hingga Rasulullah Saw berhijrah ke Madinah. Meletuslah perang 

Badr,Uhud, dan Khandaq. Aku datang menghadap Nabi dengan membawa 

80 kepala keluarga dari daerah Daus yang telah masuk Islam dan 

menjalankan keislamannya dengan baik. Rasulullah Saw menjadi gembira 

karenanya, dan Beliau membagikan kepada kami jatah ghanimah (harta 

 


 4. Dzu Syara adalah berhala bagi penduduk Days yang disekelilingnya terdapat air yang mengalir 

dari gunung. 


rampasan perang) Khaibar5. Lalu kami berkata: “Ya Rasulullah, jadikanlah 

kami pasukan tempur sisi kanan dalam setiap peperangan yang kau 

lakukan. Dan jadikanlah semboyan kami: “Mabrur” 

Al Thufail masih berkisah: “Aku terus mendampingi Rasulullah Saw 

hingga Beliau menaklukkan Mekkah. Akupun berkata: “Ya Rasulullah, 

Kirimlah aku ke Dzul Kafain sebuah berhala milik ‘Amr bin Hamamah 

sehingga aku dapat membakarnya… Rasulpun mengizinkan Thufail untuk 

melakukan itu; dan ia berangkat menuju berhala itu dengan sebuah 

pasukan yang terdiri dari para kaumnya. 

Begitu ia sampai di sana dengan tekad bulat untuk membakar berhala 

itu. Rupanya banyak wanita, pria dan anak-anak yang menunggu 

datangnya musibah bagi diri Thufail. Mereka juga menunggu datangnya 

petir jika Thufail berani mendekat kepada Dzul Kafain. Akan tetapi Thufail 

terus mendekat ke arah berhala itu dengan disaksikan oleh para 

penyembah berhala… ia menyalakan api amarah di hatinya… seraya 

membacakan mantra:

Wahai Dzul Kafain aku bukanlah termasuk para penyembahmu 

Kami lahir lebih dahulu daripada dirimu 

Aku akan mengisi api dalam hatimu

Seiring api melahap berhala tersebut, maka terlahap juga kemusyrikan 

yang ada di kabilah Daus. Seluruh kaumnya masuk ke dalam Islam dan 

mereka melaksanakan keislamannya dengan baik. 



Al Thufail bin ‘Amr Al Dausy setelah itu terus mendampingi Rasul Saw 

hingga Beliau kembali ke sisi Tuhannya. 

Begitu kekhalifahan diserahkan kepada Abu Bakar As Shiddiq, Al 

Thufail meletakkan diri, pedang dan anaknya untuk taat kepada khalifah 

Rasulullah Saw. 

Tatkala pecah peperangan terhadap kaum murtad, Al Thufail berangkat 

dalam barisan terdepan kaum muslimin untuk memerangi Musailamah Al 

Kadzab. Dan ia ditemani oleh anaknya yang bernama ‘Amr. 

Saat dalam perjalanan menuju Al Yamamah, Thufail bermimpi dan ia 

berkata kepada para sahabatnya: “Aku mendapatkan sebuah mimpi, 

ta’birkanlah oleh kalian mimpi tersebut untukku!” Para sahabatnya 

bertanya: “Apa mimpimu itu?” Ia menjawab: “Aku bermimpi bahwa 

kepalaku dicukur, dan ada seekor burung keluar dari mulutku, dan ada 

seorang wanita yang memasukkan aku ke dalam perutnya. Dan anakku 

‘Amr mengejarku dengan cepat namun ada penghalang diantara kami.” 

Para sahabatnya berkata: “Mungkin akan membawa kebaikan.” Thufail 

 

5 .Khaibar: adalah sebuah oase di negeri hijaz yang dihuni oleh bangsa Yahudi 



berkata: “Demi Allah aku telah mencoba mentakwilkannya: adapun 

kepalaku yang tercukur itu berarti bahwa ia akan terpotong. Sedangkan 

burung yang keluar dari mulutku maka itu adalah ruhku… Adapun wanita 

yang memasukkan aku ke dalam perutnya adalah bumi dimana aku 

dikuburkan… Aku berharap dapat terbunuh sebagai syahid…. Sedangkan 

anakku yang mengejar diriku itu berarti bahwa ia juga mencari kesyahidan 

seperti yang akan aku dapatkan –jika Allah mengizinkan- akan tetapi ia 

akan mendapatkannya pada kesempatan selanjutnya. 



Dalam peperangan Al Yamamah seorang sahabat agung yang bernama 

Al Thufail bin ‘Amr Al Dausy tertimpa ujian yang begitu besar, sehingga ia 

jatuh tersungkur sebagai seorang syahid di medan perang. 

Sedangkan anaknya yang bernama ‘Amr masih terus berperang 

sehingga sekujur tubuhnya penuh dengan luka dan telapak tangan 

kanannya putus. Ia pun kembali ke Madinah dari Al Yamamah tanpa ayah 

dan telapak tangannya. 



Pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab, ‘Amr bin Thufail datang 

menghadap. Saat itu Umar sedang mendapat makanan, dan banyak orang 

yang berada di sekelilingnya. Umar mengajak semua orang tadi untuk 

menikmati makanannya. ‘Amr menolak undangan makan itu. Umar lalu 

berkata kepadanya: “Apa yang terjadi denganmu… apakah engkau tidak 

mau makan karena merasa malu karena tanganmu.” Ia menjawab: “Benar, 

ya Amirul Mukminin.” Umar berkata: “Demi Allah, aku tidak akan 

mencicipi makanan ini hingga ia tersentuh oleh tanganmu yang buntung 

itu… Demi Allah tidak ada seorangpun di kaum ini yang sebagian anggota 

tubuhnya berada di surga selain kamu, (maksudnya adalah tangan ‘Amr). 



Impian untuk mendapatkan syahadah (mati syahid) terus membayangi 

‘Amr sejak ia berpisah dengan ayahnya. Begitu perang Yarmuk meletus, 

‘Amr segera menyambutnya dengan orang-orang lain yang bersemangat. Ia 

terus saja berperang sehingga ia mendapatkan syahadah seperti yang 

didapatkan ayahnya. 



Semoga Allah merahmati Al Thufail bin ‘Amr Al Dausy; dia adalah 

seorang syahid ayah dari seorang syahid. 

Untuk dapat mengenal sosok Thufail bin ‘Amr Al Dausy lebih jauh 

dapat merujuk ke: 


1. Al Ishabah 2/ 225 atau tarjamah 4254 

2. Al Isti’ab (ala Hamisy al Ishabah) 2/230 

3. Usudul Ghabah 3/54-55 

4. Shifatus Shafwah 1/ 245-246 

5. Siar A’lam An Nubala 1/248-250 

6. Mukhtashar Tarikh Dimasyq 7/ 59-64 

7. Al Bidayah wa An Nihayah 6/337 

8. Syuhada Al Islam 138-143 

9. Sirah Bathal karya Muhammad Zaidan yang diterbitkan oleh Al 

Dar Al Su’udiyah tahun 1386 H.


Cerita ini bersumber dari penerbit :

Dari Al Adab Al Islamy 

Iman Abdur Rahman Ra’fat Al Basya 

Ridwan Abdur Rahman Ra’fat Al Basya


Untuk memiliki buku aslinya silahkan beli buku dari penerbit ini. 

Sekian dan terimakasih. 


“Maaf saya Cuma mau berbagi, 

Tidak bermaksud merugikan pihak Mana pun”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar