Sabtu, 15 Juni 2024

BAB : PERMULAAN WAHYU


 BAB : PERMULAAN WAHYU

1. Telah menceritakan kepada kami Al Humaidi Abdullah bin Az Zubair dia berkata, Telah 

menceritakan kepada kami Sufyan yang berkata, bahwa Telah menceritakan kepada kami 

Yahya bin Sa'id Al Anshari berkata, telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Ibrahim 

At Taimi, bahwa dia pernah mendengar Alqamah bin Waqash Al Laitsi berkata; saya pernah 

mendengar Umar bin Al Khaththab diatas mimbar berkata; saya mendengar Rasulullah 

shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Semua perbuatan tergantung niatnya, dan (balasan) 

bagi tiap-tiap orang (tergantung) apa yang diniatkan; Barangsiapa niat hijrahnya karena 

dunia yang ingin digapainya atau karena seorang perempuan yang ingin dinikahinya, maka 

hijrahnya adalah kepada apa dia diniatkan"


2. Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Yusuf berkata, telah mengabarkan kepada 

kami Malik dari Hisyam bin 'Urwah dari bapaknya dari Aisyah Ibu Kaum Mu'minin, bahwa Al 

Harits bin Hisyam bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: "Wahai 

Rasulullah, bagaimana caranya wahyu turun kepada engkau?" Maka Rasulullah shallallahu 

'alaihi wasallam menjawab: "Terkadang datang kepadaku seperti suara gemerincing lonceng 

dan cara ini yang paling berat buatku, lalu terhenti sehingga aku dapat mengerti apa yang 

disampaikan. Dan terkadang datang Malaikat menyerupai seorang laki-laki lalu berbicara 

kepadaku maka aku ikuti apa yang diucapkannya". Aisyah berkata: "Sungguh aku pernah 

melihat turunnya wahyu kepada Beliau shallallahu 'alaihi wasallam pada suatu hari yang 

sangat dingin lalu terhenti, dan aku lihat dahi Beliau mengucurkan keringat."


3. Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Bukair berkata, Telah menceritakan kepada 

kami dari Al Laits dari 'Uqail dari Ibnu Syihab dari 'Urwah bin Az Zubair dari Aisyah -Ibu Kaum 

Mu'minin-, bahwasanya dia berkata: "Permulaaan wahyu yang datang kepada Rasulullah 

shallallahu 'alaihi wasallam adalah dengan mimpi yang benar dalam tidur. Dan tidaklah 

Beliau bermimpi kecuali datang seperti cahaya subuh. Kemudian Beliau dianugerahi 

kecintaan untuk menyendiri, lalu Beliau memilih gua Hiro dan bertahannuts yaitu 'ibadah di 

malam hari dalam beberapa waktu lamanya sebelum kemudian kembali kepada keluarganya 

guna mempersiapkan bekal untuk bertahannuts kembali. Kemudian Beliau menemui 

Khadijah mempersiapkan bekal. Sampai akhirnya datang Al Haq saat Beliau di gua Hiro, 

Malaikat datang seraya berkata: "Bacalah?" Beliau menjawab: "Aku tidak bisa baca". Nabi 

shallallahu 'alaihi wasallam menjelaskan: Maka Malaikat itu memegangku dan memelukku 

sangat kuat kemudian melepaskanku dan berkata lagi: "Bacalah!" Beliau menjawab: "Aku 

tidak bisa baca". Maka Malaikat itu memegangku dan memelukku sangat kuat kemudian 

melepaskanku dan berkata lagi: "Bacalah!". Beliau menjawab: "Aku tidak bisa baca". 

Malaikat itu memegangku kembali dan memelukku untuk ketiga kalinya dengan sangat kuat 

lalu melepaskanku, dan berkata lagi: (Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang 

Menciptakan, Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan 

Tuhanmulah yang Maha Pemurah)." Nabi shallallahu 'alaihi wasallam kembali kepada 

keluarganya dengan membawa kalimat wahyu tadi dalam keadaan gelisah. Beliau menemui 

Khadijah binti Khawailidh seraya berkata: "Selimuti aku, selimuti aku!". Beliau pun diselimuti 

hingga hilang ketakutannya. Lalu Beliau menceritakan peristiwa yang terjadi kepada 

Khadijah: "Aku mengkhawatirkan diriku". Maka Khadijah berkata: "Demi Allah, Allah tidak 

akan mencelakakanmu selamanya, karena engkau adalah orang yang menyambung 

silaturrahim." Khadijah kemudian mengajak Beliau untuk bertemu dengan Waroqoh bin 

Naufal bin Asad bin Abdul 'Uzza, putra paman Khadijah, yang beragama Nasrani di masa 

Jahiliyyah, dia juga menulis buku dalam bahasa Ibrani, juga menulis Kitab Injil dalam Bahasa 

Ibrani dengan izin Allah. Saat itu Waroqoh sudah tua dan matanya buta. Khadijah berkata: 

"Wahai putra pamanku, dengarkanlah apa yang akan disampaikan oleh putra saudaramu 

ini". Waroqoh berkata: "Wahai putra saudaraku, apa yang sudah kamu alami". Maka 

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menuturkan peristiwa yang dialaminya. Waroqoh 

berkata: "Ini adalah Namus, seperti yang pernah Allah turunkan kepada Musa. Duhai 

seandainya aku masih muda dan aku masih hidup saat kamu nanti diusir oleh kaummu". 

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bertanya: "Apakah aku akan diusir mereka?" Waroqoh 

menjawab: "Iya. Karena tidak ada satu orang pun yang datang dengan membawa seperti apa 

yang kamu bawa ini kecuali akan disakiti (dimusuhi). Seandainya aku ada saat kejadian itu, 

pasti aku akan menolongmu dengan sekemampuanku". Waroqoh tidak mengalami peristiwa 

yang diyakininya tersebut karena lebih dahulu meninggal dunia pada masa fatroh 

(kekosongan) wahyu. Ibnu Syihab berkata; telah mengabarkan kepadaku Abu Salamah bin 

Abdurrahman bahwa Jabir bin Abdullah Al Anshari bertutur tentang kekosongan wahyu, 

sebagaimana yang Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ceritakan: "Ketika sedang berjalan 

aku mendengar suara dari langit, aku memandang ke arahnya dan ternyata Malaikat yang 

pernah datang kepadaku di gua Hiro, duduk di atas kursi antara langit dan bumi. Aku pun 

ketakutan dan pulang, dan berkata: "Selimuti aku. Selimuti aku". Maka Allah Ta'ala 

menurunkan wahyu: (Wahai orang yang berselimut) sampai firman Allah (dan berhala berhala tinggalkanlah). Sejak saat itu wahyu terus turun berkesinambungan." Hadits ini juga 

diriwayatkan oleh Abdullah bin Yusuf dan Abu Shalih juga oleh Hilal bin Raddad dari Az Zuhri. 

Dan Yunus berkata; dan Ma'mar menyepakati bahwa dia mendapatkannya dari Az Zuhri.


4. Telah menceritakan kepada kami Musa bin Isma'il dia berkata, Telah menceritakan kepada 

kami Abu 'Awanah berkata, bahwa Telah menceritakan kepada kami Musa bin Abu Aisyah 

berkata, Telah menceritakan kepada kami Sa'id bin Jubair dari Ibnu 'Abbas tentang firman 

Allah Ta'ala: (Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Quran karena hendak 

cepat-cepat ingin (menguasainya)." Berkata Ibnu 'Abbas: "Rasulullah shallallahu 'alaihi 

wasallam sangat kuat keinginannya untuk menghafalkan apa yang diturunkan (Al Qur'an) 

dan menggerak-gerakkan kedua bibir Beliau." Berkata Ibnu 'Abbas: "aku akan menggerakkan 

kedua bibirku (untuk membacakannya) kepada kalian sebagaimana Rasulullah shallallahu 

'alaihi wasallam melakukannya kepadaku". Berkata Sa'id: "Dan aku akan menggerakkan 

kedua bibirku (untuk membacakannya) kepada kalian sebagaimana aku melihat Ibnu 'Abbas 

melakukannya. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menggerakkan kedua bibirnya, 

Kemudian turunlah firman Allah Ta'ala: Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) 

Al Quran karena hendak cepat-cepat (menguasai) nya. Sesungguhnya atas tanggungan 

Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya". 

Maksudnya Allah mengumpulkannya di dalam dadamu (untuk dihafalkan) dan kemudian 

kamu membacanya: "Apabila Kami telah selesai membacakannya, maka ikutilah bacaannya 

itu". Maksudnya: "Dengarkanlah dan diamlah". Kemudian Allah Ta'ala berfirman: 

"Kemudian, sesungguhnya atas tanggungan Kamilah penjelasannya. Maksudnya: "Dan 

Kewajiban Kamilah untuk membacakannya" Dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sejak 

saat itu bila Jibril 'Alaihis Salam datang kepadanya, Beliau mendengarkannya. Dan bila Jibril 

'Alaihis Salam sudah pergi, maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam membacakannya (kepada 

para sahabat) sebagaimana Jibril 'Alaihis Salam membacakannya kepada Beliau shallallahu 

'alaihi wasallam

5. Telah menceritakan kepada kami Abdan dia berkata, telah mengabarkan kepada kami 
Abdullah telah mengabarkan kepada kami Yunus dari Az Zuhri dan dengan riwayat yang 
sama, telah menceritakan pula kepada kami Bisyir bin Muhammad berkata, telah 
mengabarkan kepada kami Abdullah berkata, telah mengabarkan kepada kami Yunus dan 
Ma'mar dari Az Zuhri seperti lainnya berkata, telah mengabarkan kepada kami Ubaidullah 
bin Abdullah dari Ibnu 'Abbas berkata, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam adalah 
manusia yang paling lembut terutama pada bulan Ramadlan ketika malaikat Jibril 'Alaihis 
Salam menemuinya, dan adalah Jibril 'Alaihis Salam mendatanginya setiap malam di bulan 
Ramadlan, dimana Jibril 'Alaihis Salam mengajarkan Al Qur'an. Sungguh Rasulullah 
shallallahu 'alaihi wasallam jauh lebih lembut daripada angin yang berhembus.




6. Telah menceritakan kepada kami Abu Al Yaman Al Hakam bin Nafi' dia berkata, telah 
mengabarkan kepada kami Syu'aib dari Az Zuhri telah mengabarkan kepadaku Ubaidullah 
bin Abdullah bin 'Utbah bin Mas'ud bahwa Abdullah bin 'Abbas telah mengabarkan 
kepadanya bahwa Abu Sufyan bin Harb telah mengabarkan kepadanya; bahwa Heraclius 
menerima rombongan dagang Quraisy, yang sedang mengadakan ekspedisi dagang ke 
Negeri Syam pada saat berlakunya perjanjian antara Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dengan 
Abu Sufyan dan orang-orang kafir Quraisy. Saat singgah di Iliya' mereka menemui Heraclius 
atas undangan Heraclius untuk di diajak dialog di majelisnya, yang saat itu Heraclius bersama 
dengan para pembesar-pembesar Negeri Romawi. Heraclius berbicara dengan mereka 
melalui penerjemah. Heraclius berkata; "Siapa diantara kalian yang paling dekat hubungan 
keluarganya dengan orang yang mengaku sebagai Nabi itu?." Abu Sufyan berkata; maka aku
menjawab; "Akulah yang paling dekat hubungan kekeluargaannya dengan dia". Heraclius 
berkata; "Dekatkanlah dia denganku dan juga sahabat-sahabatnya." Maka mereka 
meletakkan orang-orang Quraisy berada di belakang Abu Sufyan. Lalu Heraclius berkata 
melalui penerjemahnya: "Katakan kepadanya, bahwa aku bertanya kepadanya tentang lelaki 
yang mengaku sebagai Nabi. Jika ia berdusta kepadaku maka kalian harus 
mendustakannya."Demi Allah, kalau bukan rasa malu akibat tudingan pendusta yang akan 
mereka lontarkan kepadaku niscaya aku berdusta kepadanya." Abu Sufyan berkata; Maka 
yang pertama ditanyakannya kepadaku tentangnya (Nabi shallallahu 'alaihi wasallam) 
adalah: "bagaimana kedudukan nasabnya ditengah-tengah kalian?" Aku jawab: "Dia adalah 
dari keturunan baik-baik (bangsawan) ". Tanyanya lagi: "Apakah ada orang lain yang pernah 
mengatakannya sebelum dia?" Aku jawab: "Tidak ada". Tanyanya lagi: "Apakah bapaknya 
seorang raja?" Jawabku: "Bukan". Apakah yang mengikuti dia orang-orang yang terpandang 
atau orang-orang yang rendah?" Jawabku: "Bahkan yang mengikutinya adalah orang-orang 
yang rendah". Dia bertanya lagi: "Apakah bertambah pengikutnya atau berkurang?" Aku 
jawab: "Bertambah". Dia bertanya lagi: "Apakah ada yang murtad disebabkan dongkol 
terhadap agamanya?" Aku jawab: "Tidak ada". Dia bertanya lagi: "Apakah kalian pernah 
mendapatkannya dia berdusta sebelum dia menyampaikan apa yang dikatakannya itu?" Aku 
jawab: "Tidak pernah". Dia bertanya lagi: "Apakah dia pernah berlaku curang?" Aku jawab: 
"Tidak pernah. Ketika kami bergaul dengannya, dia tidak pernah melakukan itu". Berkata 
Abu Sufyan: "Aku tidak mungkin menyampaikan selain ucapan seperti ini". Dia bertanya lagi: 
"Apakah kalian memeranginya?" Aku jawab: "Iya". Dia bertanya lagi: "Bagaimana kesudahan 
perang tersebut?" Aku jawab: "Perang antara kami dan dia sangat banyak. Terkadang dia 
mengalahkan kami terkadang kami yang mengalahkan dia". Dia bertanya lagi: "Apa yang 
diperintahkannya kepada kalian?" Aku jawab: "Dia menyuruh kami; 'Sembahlah Allah 
dengan tidak menyekutukannya dengan sesuatu apapun, dan tinggalkan apa yang dikatakan 
oleh nenek moyang kalian. ' Dia juga memerintahkan kami untuk menegakkan shalat, 
menunaikan zakat, berkata jujur, saling memaafkan dan menyambung silaturrahim". Maka 
Heraclius berkata kepada penerjemahnya: "Katakan kepadanya, bahwa aku telah bertanya 
kepadamu tentang keturunan orang itu, kamu ceritakan bahwa orang itu dari keturunan 
bangsawan. Begitu juga laki-laki itu dibangkitkan di tengah keturunan kaumnya. Dan aku 
tanya kepadamu apakah pernah ada orang sebelumnya yang mengatakan seperti yang 
dikatakannya, kamu jawab tidak. Seandainya dikatakan ada orang sebelumnya yang 
mengatakannya tentu kuanggap orang ini meniru orang sebelumnya yang pernah 
mengatakan hal serupa. Aku tanyakan juga kepadamu apakah bapaknya ada yang dari 
keturunan raja, maka kamu jawab tidak. Aku katakan seandainya bapaknya dari keturunan 
raja, tentu orang ini sedang menuntut kerajaan bapaknya. Dan aku tanyakan juga kepadamu 
apakah kalian pernah mendapatkan dia berdusta sebelum dia menyampaikan apa yang 
dikatakannya, kamu menjawabnya tidak. Sungguh aku memahami, kalau kepada manusia 
saja dia tidak berani berdusta apalagi berdusta kepada Allah. Dan aku juga telah bertanya 
kepadamu, apakah yang mengikuti dia orang-orang yang terpandang atau orang-orang yang 
rendah?" Kamu menjawab orang-orang yang rendah yang mengikutinya. Memang mereka 
itulah yang menjadi para pengikut Rasul. Aku juga sudah bertanya kepadamu apakah 
bertambah pengikutnya atau berkurang, kamu menjawabnya bertambah. Dan memang 
begitulah perkara iman hingga menjadi sempurna. Aku juga sudah bertanya kepadamu 
apakah ada yang murtad disebabkan marah terhadap agamanya. Kamu menjawab tidak ada. 
Dan memang begitulah iman bila telah masuk tumbuh bersemi di dalam hati. Aku juga sudah 
bertanya kepadamu apakah dia pernah berlaku curang, kamu jawab tidak pernah. Dan 
memang begitulah para Rasul tidak mungkin curang. Dan aku juga sudah bertanya 
kepadamu apa yang diperintahkannya kepada kalian, kamu jawab dia memerintahkan kalian 
untuk menyembah Allah dengan tidak menyekutukannya dengan sesuatu apapun, dan 
melarang kalian menyembah berhala, dia juga memerintahkan kalian untuk menegakkan 
shalat, menunaikan zakat, berkata jujur, saling memaafkan dan menyambung silaturrahim. 
Seandainya semua apa yang kamu katakan ini benar, pasti dia akan menguasai kerajaan yang 
ada di bawah kakiku ini. Sungguh aku telah menduga bahwa dia tidak ada diantara kalian 
sekarang ini, seandainya aku tahu jalan untuk bisa menemuinya, tentu aku akan berusaha
keras menemuinya hingga bila aku sudah berada di sisinya pasti aku akan basuh kedua 
kakinya. Kemudian Heraclius meminta surat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang 
dibawa oleh Dihyah untuk para Penguasa Negeri Bashrah, Maka diberikannya surat itu 
kepada Heraclius, maka dibacanya dan isinya berbunyi: "Bismillahir rahmanir rahim. Dari 
Muhammad, hamba Allah dan Rasul-Nya untuk Heraclius. Penguasa Romawi, Keselamatan 
bagi siapa yang mengikuti petunjuk. Kemudian daripada itu, aku mengajakmu dengan seruan
Islam; masuk Islamlah kamu, maka kamu akan selamat, Allah akan memberi pahala 
kepadamu dua kali. Namun jika kamu berpaling, maka kamu menanggung dosa rakyat kamu, 
dan: Hai ahli kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada 

perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita 
persekutukan dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian 
yang lain sebagai Rabb selain Allah". Jika mereka berpaling, maka katakanlah kepada 
mereka: "Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)." 
Abu Sufyan menuturkan: "Setelah Heraclius menyampaikan apa yang dikatakannya dan 
selesai membaca surat tersebut, terjadilah hiruk pikuk dan suara-suara ribut, sehingga 
mengusir kami. Aku berkata kepada teman-temanku setelah kami diusir keluar; "sungguh dia 
telah diajak kepada urusan Anak Abu Kabsyah. Heraclius mengkhawatirkan kerajaan 
Romawi."Pada masa itupun aku juga khawatir bahwa Muhammad akan berjaya, sampai 
akhirnya (perasaan itu hilang setelah) Allah memasukkan aku ke dalam Islam. Dan adalah 
Ibnu An Nazhur, seorang Pembesar Iliya' dan Heraclius adalah seorang uskup agama 
Nashrani, dia menceritakan bahwa pada suatu hari ketika Heraclius mengunjungi Iliya' dia 
sangat gelisah, berkata sebagian komandan perangnya: "Sungguh kami mengingkari 
keadaanmu. Selanjutnya kata Ibnu Nazhhur, "Heraclius adalah seorang ahli nujum yang 
selalu memperhatikan perjalanan bintang-bintang. Dia pernah menjawab pertanyaan para 
pendeta yang bertanya kepadanya; "Pada suatu malam ketika saya mengamati perjalanan 
bintang-bintang, saya melihat raja Khitan telah lahir, siapakah di antara ummat ini yang di 
khitan?" Jawab para pendeta; "Yang berkhitan hanyalah orang-orang Yahudi, janganlah anda 
risau karena orang-orang Yahudi itu. Perintahkan saja keseluruh negeri dalam kerajaan anda, 
supaya orang-orang Yahudi di negeri tersebut di bunuh." Ketika itu di hadapakan kepada 
Heraclius seorang utusan raja Bani Ghasssan untuk menceritakan perihal Rasulullah 
shallallahu 'alaihi wasallam, setelah orang itu selesai bercerita, lalu Heraclius memerintahkan 
agar dia diperiksa, apakah dia berkhitan ataukah tidak. Seusai di periksa, ternyata memang 
dia berkhitam. Lalu di beritahukan orang kepada Heraclius. Heraclius bertanya kepada orang 
tersebut tentang orang-orang Arab yang lainnya, di khitankah mereka ataukah tidak?" Dia 
menjawab; "Orang Arab itu di khitan semuanya." Heraclius berkata; 'inilah raja ummat, 
sesungguhnya dia telah terlahir." Kemudian heraclisu berkirim surat kepada seorang 
sahabatnya di Roma yang ilmunya setarf dengan Heraclisu (untuk menceritakan perihal 
kelahiran Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam). Sementara itu, ia meneruskan 
perjalanannya ke negeri Himsha, tetapi sebelum tiba di Himsha, balasan surat dari 
sahabatnya itu telah tiba terlebih dahulu. Sahabatnya itu menyetujui pendapat Heraclius 
bahwa Muhammad telah lahir dan bahwa beliau memang seorang Nabi. Heraclius lalu 
mengundang para pembesar Roma supaya datang ke tempatnya di Himsha, setelah 
semuanya hadir dalam majlisnya, Heraclius memerintahkan supaya mengunci semua pintu. 
Kemudian dia berkata; 'Wahai bangsa rum, maukah anda semua beroleh kemenangan dan 
kemajuan yang gilang gemilang, sedangkan kerajaan tetap utuh di tangan kita? Kalau mau, 
akuilah Muhammad sebagai Nabi!." Mendengar ucapan itu, mereka lari bagaikan keledai 
liar, padahal semua pintu telah terkunci. Melihat keadaan yang demikian, Heraclius jadi 
putus harapan yang mereka akan beriman (percaya kepada kenabian Muhammad). Lalu di
perintahkannya semuanya untuk kembali ke tempatnya masing-masing seraya berkata; 
"Sesungguhnya saya mengucapkan perkataan saya tadi hanyalah sekedar menguji keteguhan 
hati anda semua. Kini saya telah melihat keteguhan itu." Lalu mereka sujud di hadapan 
Heraclius dan mereka senang kepadanya. Demikianlah akhir kisah Heraclius. Telah di 
riwayatkan oleh Shalih bin Kaisan dan Yunus dan Ma'mar dari Az Zuhri.

Sumber konten dari : http://telkom-hadits9imam.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar