Kamis, 20 Juni 2024

KISAH SAHABAT NABI :Tsumamah bin Utsal



Tsumamah bin Utsal 

“Melakukan Embargo Ekonomi Terhadap Kaum Quraisy” 

Pada tahun 6 H Rasulullah Saw bertekad untuk memperluas daerah 

dakwahnya. Beliau Saw menuliskan 8 surat yang ditujukan kepada para 

raja dan penguasa Arab dan Non-Arab. Rasul Saw juga mengutus beberapa 

orang yang membawa surat-surat tersebut untuk mengajak para raja dan 

penguasa tadi untuk memeluk Islam.

Salah seorang dari penguasa yang mendapatkan surat dari Rasul Saw 

adalah Tsumamah bin Utsal Al Hanafi. Hal itu tidak mengherankan, karena 

Tsumamah adalah salah seorang penguasa Arab pada zaman jahiliah… dan 

ia termasuk salah seorang pembesar Bani Hanifah yang terpandang. Ia juga 

salah seorang raja dari Yamamah yang setiap perintahnya harus ditaati. 



Tsumamah menerima surat Rasul Saw dengan sikap meremehkan dan 

menolak. Ia mengambilnya dengan congkak dan ia tidak mau 

mendengarkan dakwah kebenaran dan kebaikan yang sampai kepadanya. 

Lalu setan menyuruhnya untuk membunuh Rasulullah Saw dan 

menamatkan riwayat dakwah Beliau. Maka Tsumamah mulai mencari 

kesempatan terbaik untuk membunuh Rasulullah Saw saat Rasul lengah. 

Hampir saja makar ini berhasil kalau saja salah seorang paman Tsumamah 

memberitahukan kepada Rasul niat Tsumamah untuk membunuh Beliau. 

Maka Allah Swt menyelamatkan Nabi-Nya dari kejahatan Tsumamah. 

Namun, meski Tsumamah telah mengurungkan niat untuk membunuh 

Rasul Saw, akan tetapi ia masih bertekad untuk membunuh para sahabat 

Rasul Saw. Ia menunggu kesempatan untuk melakukan hal tersebut. 

Akhirnya, ia berhasil menangkap beberapa orang sahabat Rasul Saw dan 

membunuh mereka dengan begitu kejamnya. Maka Nabi Saw langsung 

memberitahukan kepada para sahabatnya bahwa Beliau Saw telah 

menghalalkan darah Tsumamah untuk dibunuh. 



Tidak lama berselang sejak kejadian itu, Tsumamah pun berniat untuk 

melakukan umrah. Ia berangkat dari kampungnya yang bernama 

Yamamah menuju Mekkah. Dalam perjalanan ia berkhayal melakukan 

thawaf berkeliling Ka’bah dan melakukan penyembelihan untuk para 

berhala yang ada di sana. 

Saat Tsumamah berada di tengah perjalanan dekat dengan Madinah 
maka ia mendapatkan musibah yang belum pernah dibayangkan olehnya. 
Ada serombongan pasukan Rasulullah Saw yang bertugas untuk 
mengintai dan mengawasi sekeliling pemukiman karena khawatir ada 
pihak musuh yang hendak menyusup dan melakukan kejahatan di 
Madinah. 
Maka pasukan tadi langsung menawan Tsumamah –dan pasukan ini 
tidak mengenal Tsumamah- lalu membawanya ke Madinah. Rombongan 
pasukan ini mengikat Tsumamah bersama dengan beberapa tawanan yang 
diikat di masjid. Mereka mengikat para tawanan tadi sambil menunggu 
hingga Rasul Saw sendiri yang memberi keputusan tentang para tawanan 
ini. 
Rasulullah Saw keluar rumah untuk pergi ke mesjid, begitu Beliau 
hendak masuk ke dalamnya, Beliau melihat Tsumamah sedang diikat oleh 
pasukan. Maka Rasul Saw langsung bertanya kepada para sahabatnya: 
“Apakah kalian tahu siapa yang kalian tawan ini?” Para sahabat menjawab: 
“Tidak, ya Rasulullah.” Rasul bersabda: “Ini adalah Tsumamah bin Utsal Al 
Hanafi. Bersikaplah yang baik terhadapnya.” 
Lalu Rasulullah Saw kembali ke rumahnya lagi dan bersabda kepada 
keluarganya: “Kumpulkan makanan yang ada pada kalian dan kirimkan 
kepada Tsumamah bin Utsal!” Kemudian Rasul Saw memerintahkan 
keluarganya untuk memeras susu unta miliknya setiap pagi dan petang dan 
membawa susu tersebut kepada Tsumamah. Semua itu dilakukan sebelum 
Tsumamah berjumpa atau berbicara kepada Rasul Saw. 

Kemudian Nabi Saw mendatangi Tsumamah dengan niat mengajak 
Tsumamah masuk ke dalam Islam. Beliau bertanya: “Bagaimana 
keadaanmu, wahai Tsumamah?” Tsumamah menjawab: “Saya baik-baik 
saja, ya Muhammad! Jika kau hendak membunuhku, maka sepantasnyalah 
kau membunuhku karena aku telah banyak membunuh sahabatmu. Jika 
kau mau memaafkan, aku akan amat berterima-kasih. Jika kau 
menginginkan harta, sebut saja sesukamu pasti akan diberikan.” 
Lalu Rasulullah Saw membiarkan Tsumamah seperti itu selama dua 
hari. Ia diberi makan dan minum dan selalu diberi susu unta. Dua hari 
kemudian Rasul Saw mendatanginya lagi dengan bertanya: “Bagaimana 
keadaanmu, wahai Tsumamah?” Tsumamah menjawab: “Aku masih tetap 
dengan apa yang telah aku katakan sebelumnya. Jika kau mau memaafkan, 
aku akan amat berterima kasih. Jika kau hendak membunuhku, maka 
sepantasnyalah kau membunuhku karena aku telah banyak membunuh 
sahabatmu. Jika kau menginginkan harta, minta saja sesukamu, pasti aku 
akan memberikannya.” 
Lalu Rasul Saw meninggalkannya lagi, dan pada hari keesokannya 
Rasul mendatanginya lagi dengan bertanya: “Bagaimana keadaanmu, 
wahai Tsumamah?” Ia menjawab: “Seperti yang pernah aku katakan 
kepadamu. Jika kau mau memaafkan, aku akan amat berterima kasih. Jika 
kau hendak membunuhku, maka sepantasnyalah kau membunuhku karena 
aku telah banyak membunuh sahabatmu. Jika kau menginginkan harta, 
minta saja sesukamu, pasti aku akan memberikannya.” 
Rasul Saw langsung menoleh ke arah para sahabatnya sambil bersabda: 
“Bebaskan Tsumamah!” Maka para sahabat melepas ikatan yang melilit 
tubuh Tsumamah dan membebaskannya. 

Tsumamah pergi meninggalkan mesjid Rasulullah Saw dan ia terus 
melanjutkan perjalanannya sehingga ia tiba di sebuah pohon kurma di 
ujung kota Madinah dekat dengan Baqi13- dekat pohon tersebut terdapat 
mata air sehingga ia bisa memberi minum hewan tunggangannya. Ia 
langsung mandi dengan bersih di mata air tersebut, lalu ia melanjutkan 
perjalanannya menuju Mesjidil Haram. 
Belum juga ia sampai ke Mekkah ia berjumpa dengan sekelompok 
orang kaum muslimin yang berkata: “Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah 
dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.” 
Lalu Tsumamah kembali lagi menghadap Rasulullah Saw seraya 
berkata: “Ya Muhammad, Demi Allah tidak ada wajah yang paling aku 
benci selain wajahmu. Kini, wajahmu menjadi wajah yang paling aku sukai 
di muka bumi ini. Demi Allah, tidak ada agama di muka bumi ini yang 
paling aku benci selain agamamu. Kini, ia telah menjadi agama yang paling 
aku cintai. Demi Allah, tidak ada negeri yang paling aku benci selain 
negerimu. Kini, ia menjadi negeri yang paling aku sayangi.” Lalu ia 
menambahkan: “Aku telah banyak membunuh para sahabatmu, lalu apa 
yang akan kau lakukan padaku?” Rasul Saw bersabda: “Engkau tidak akan 
dicelakakan… karena Islam telah menghapuskan kesalahan yang pernah 
dilakukan oleh seseorang.” Rasul Saw memberitahukan Tsumamah akan 
kebaikan yang telah Allah tetapkan pada dirinya karena ia telah mau 
memeluk Islam. 
Raut muka Tsumamah langsung sumringah dibuatnya, dan ia langsung 
berujar: “Demi Allah, aku akan membunuh kaum musyrikin berlipat-lipat 
dari jumlah para sahabatmu yang telah aku bunuh. Aku akan menyerahkan 
diriku, pedangku dan semua pengikutku untuk membela agamamu.” 
Ia lalu berkata: “Ya Rasulullah, Aku tertarik dengan kudamu karena 
aku berniat melakukan umrah. Apa yang mesti aku lakukan?” Rasul Saw 
bersabda: “Pergilah untuk melakukan umrah, akan tetapi harus sesuai 
 
13 Baqi’: Sebuah dataran di ujung kota Madinah yang dipenuhi dengan pohon. Lalu dijadikan 
tempat pemakaman dimana banyak dikuburkan disana para sahabat Rasul Saw. 
dengan syariat Allah dan Rasul-Nya.” Rasul Saw lalu mengajarkan 
kepadanya manasik yang mesti dilakukan. 

Tsumamah pergi untuk melakukan niatnya hingga ia sampai di 
Mekkah. Ia berdiri dengan meneriakkan talbiyah dengan suara kencang: 
“Labbaika-llahumma labaik. Labaika la syarika laka labbaik. Innal hamda 
wan nikmata laka wal mulk, la syarika lak. (Aku penuhi panggilan-Mu, Ya 
Allah. Aku penuhi panggilan-Mu. Aku penuhi panggilan-Mu, tiada sekutu 
bagi-Mu, aku penuhi panggilan-Mu. Sesungguhnya, pujian, nikmat dan 
kekuasaan adalah milik-Mu. Tiada sekutu bagi-Mu).” Tsumamah menjadi 
muslim pertama yang masuk ke Mekkah dengan meneriakkan talbiyah. 

Suku Quraisy mendengar suara talbiyah yang diteriakkan oleh 
Tsumamah. Mereka menjadi berang dibuatnya. Mereka segera 
menghunuskan pedang dari sarungnya, dan berlari ke arah sumber suara 
untuk membunuh orang yang berani menyusup Mekkah dengan membaca 
kalimat tersebut. 
Begitu kaum Quraisy datang menghampiri Tsumamah. Ia malah 
memperkeras suaranya meneriakkan talbiyah. Ia menatap ke arah suku 
Quraisy dengan gagahnya. Salah seorang pemuda suku Quraisy berniat 
untuk memanah Tsumamah. Lalu suku Quraisy yang lain mencegahnya 
seraya berkata: “Celaka kamu, apakah kamu tidak kenal dengan orang ini? 
Dia adalah Tsumamah bin Utsal raja Yamamah. Demi Allah, jika kalian 
membunuhnya, maka kaumnya tidak akan mengirimkan makanan lagi 
kepada kita dan kita bisa mati kelaparan.” Kemudian suku Quraisy 
mendatangi Tsumamah setelah mereka memasukkan kembali pedang ke 
dalam sarungnya. Suku Quraisy bertanya: “Ada apa denganmu, wahai 
Tsumamah? Apakah engkau telah hilang kesadaran dan meninggalkan 
agamamu dan agama bapak moyangmu?!!” Tsumamah menjawab: “Aku 
tidak hilang kesadaran akan tetapi aku kini mengikuti agama terbaik… aku 
telah mengikuti agama Muhammad.” Ia menambahkan: “Aku bersumpah 
demi Tuhan Pemilik rumah ini (pent: Ka’bah), Setelah aku kembali lagi ke 
Yamamah, kalian tidak akan pernah menerima kiriman gandum atau 
komoditas apapun dari sana sehingga kalian semua mengikuti agama 
Muhammad…” 

Tsumamah bin Utsal menjalankan umrah sebagaimana yang diajarkan 
Rasul Saw dihadapan para suku Quraisy… Ia menyembelih hewan 
sembelihan di sana sebagai pendekatan diri kepada Allah bukan kepada 
para berhala. Ia pun kembali ke negerinya dan memerintahkan kepada 
penduduk Yamamah untuk menghentikan pengiriman produk kepada suku Quraisy; Ia menjelaskan dengan tegas perintahnya ini dan kaumnya pun 
menuruti akan titahnya. Mereka tidak mengirimkan komoditas mereka 
kepada penduduk Mekkah. 

Embargo yang diterapkan Tsumamah semakin terasa dampaknya oleh 
suku Quraisy. Harga semakin tinggi, manusia kelaparan dan mereka 
menjadi panik dibuatnya. Mereka menjadi khawatir akan keselamatan diri 
dan anak-anak mereka dari bahaya kelaparan. 
Dalam keadaan sedemikian genting bangsa Quraisy mengirimkan surat 
kepada Rasulullah Saw yang isinya: “Salah satu perjanjian di antara kita 
adalah bahwa engkau akan tetap berusaha menjaga silaturahim… Kini, 
engkau sudah memutuskan hubungan silaturahim ini; karena engkau telah 
membunuh kaum bapak kami dengan pedang dan membunuh anak-anak 
kami dengan rasa lapar. 
Tsumamah bin Utsal telah mengembargo produk mereka kepada kami 
sehingga membuat kami dalam bahaya. Jika kau tak berkeberatan untuk 
mengirimkan surat kepadanya agar ia tetap mengirimkan apa yang kami 
butuhkan, maka lakukanlah!” 
Lalu Rasulullah Saw mengirimkan surat kepada Tsumamah agar ia 
mengirimkan kembali komoditinya kepada kaum Quraisy, dan Tsumamah 
langsung melakukannya. 

Selagi ia hidup, Tsumamah bin Utsal senantiasa memelihara agamanya 
dan menjaga janjinya kepada Rasul Saw. Begitu Rasul Saw wafat, banyak 
dari kalangan bangsa Arab yang keluar dari agama Allah secara bersamasama atau sendirian. Saat itu Musailamah Al Kadzzab melakukan dakwah 
di kalangan Bani Hanifah mengajak mereka untuk beriman kepadanya. 
Tsumamah yang tahu akan hal itu mendatangi Musailamah dan berkata 
kepada kaumnya: “Wahai Bani Hanifah, hati-hatilah kalian dengan urusan 
kegelapan yang tiada cahaya di dalamnya ini… Ketauilah, Demi Allah ini 
merupakan bencana bagi orang di antara kalian yang mau mengikutinya. 
Ia juga merupakan bencana bagi orang yang mentaatinya.” Ia juga 
menyerukan: “Wahai, Bani Hanifah. Tidak pernah ada dua Nabi dalam 
masa yang sama. Sungguh Muhammad adalah Rasulullah dan tidak ada 
Nabi sesudahnya, dan juga tidak ada Nabi yang diutus bersamaan 
dengannya.” Tsumamah lalu membacakan kepada mereka: 

“Haa Miim. Diturunkan Kitab ini (al-Qur'an) dari Allah Yang Maha 
Perkasa lagi Maha Mengetahui, Yang mengampuni dosa dan 
menerima taubat lagi keras hukuman-Nya; Yang mempunyai 
karunia. Tiada Ilah (yang berhak disembah) selain Dia. Hanya 
kepada-Nyalah kembali (semua makhluk).” (QS. Ghafir [40]: 1-3)
Ia lalu berujar: “Bagaimana kalian dapat membandingkan kalam Allah 
dengan ucapan Musailamah: “Wahai kodok yang bersih, alangkah 
bersihnya dirimu. Tidak ada minuman yang dipantangkan bagimu, dan 
tidak ada air yang kau buat keruh.” 
Lalu Tsumamah bergabung dengan mereka yang tersisa dari kaumnya 
yang masih memeluk Islam, dan menyerang kaum murtad sebagai jihad di 
jalan Allah dan menegakkan kalimat-Nya di muka bumi. 
Semoga Allah membalas kebaikan Tsumamah yang telah 
didekasikannya kepada Islam dan kaum muslimin… Semoga Allah 
memulyakannya dengan surga yang telah dijanjikan bagi orang-orang 
yang bertaqwa. 
Untuk merujuk lebih jauh tentang profil Tsumamah bin Utsal silahkan 
melihat: 
1. Al Ishabah 1/203 atau terjemah 961 
2. Al Isti’ab (Hamisyh Al Ishabah) : 1/203 
3. Al Sirah An Nabawiyah karya Ibnu Hisyam dengan Tahqiq Al 
Saqaa’: (lihat Daftar Isi) 
4. Al A’lam karya Al Zurkaly dan referensinya: 2/86 
5. Usudul Ghabah: 1/246 

Cerita ini bersumber dari penerbit :

Dari Al Adab Al Islamy 

Iman Abdur Rahman Ra’fat Al Basya 

Ridwan Abdur Rahman Ra’fat Al Basya


Untuk memiliki buku aslinya silahkan beli buku dari penerbit ini. 

Sekian dan terimakasih. 


“Maaf saya Cuma mau berbagi, 

Tidak bermaksud merugikan pihak Mana pun”


Rabu, 19 Juni 2024

Membalas Perbuatan Raja

 


Membalas Perbuatan Raja 

 Abu Nawas hanya tertunduk sedih mendengarkan 

penuturan istrinya. Tadi pagi beberapa pekerja kerajaan atas 

titan langsung Baginda Raja membongkar rumah dan terus 

menggali tanpa bisa dicegah. Kata mereka tadi malam Baginda 

bermimpi bahwa di bawah rumah Abu Nawas terpendam emas 

dan permata yang tak ternilai harganya. Tetapi setelah mereka 

terus menggali ternyata emas dan permata itu tidak ditemukan. 

Dan Baginda juga tidak meminta maaf kepada Abu Nawas. 

Apabila mengganti kerugian. inilah yang membuat Abu Nawas 

memendam dendam. 

 Lama Abu Nawas memeras otak, namun belum juga ia 

menemukan muslihat untuk membalas Baginda. Makanan yang 

dihidangkan oleh istrinya tidak dimakan karena nafsu makannya 

lenyap. Malam pun tiba, namun Abu Nawas tetap tidak beranjak. 

Keesokan hari Abu Nawas melihat lalat-lalat mulai menyerbu 

makanan Abu Nawas yang sudah basi. la tiba-tiba tertawa riang. 

 "Tolong ambilkan kain penutup untuk makananku dan 

sebatang besi.” Abu Nawas berkata kepada istrinya. 

 "Untuk apa?" tanya istrinya heran. 

 "Membalas Baginda Raja.” kata Abu Nawas singkat. 

Dengan muka berseri-seri Abu Nawas berangkat menuju

istana. Setiba di istana Abu Nawas membungkuk hormat dan 

berkata, 

 "Ampun Tuanku, hamba menghadap Tuanku Baginda 

hanya untuk mengadukan perlakuan tamu-tamu yang tidak 

diundang. Mereka memasuki rumah hamba tanpa ijin dari 

hamba dan berani memakan makanan hamba.” 

 "Siapakah tamu-tamu yang tidak diundang itu wahai Abu 

Nawas?" sergap Baginda kasar. 

 "Lalat-lalat ini, Tuanku.” kata Abu Nawas sambil 

membuka penutup piringnya. "Kepada siapa lagi kalau bukan 

kepada Baginda junjungan hamba, hamba mengadukan 

perlakuan yang tidak adil ini.” 

 "Lalu keadilan yang bagaimana yang engkau inginkan

dariku?" 

 "Hamba hanya menginginkan ijin tertulis da ri Baginda 

sendiri agar hamba bisa dengan leluasa menghukum lalat-lalat 

itu.” Baginda Raja tidak bisa mengelakkan diri menotak 

permintaan Abu Nawas karena pada saat itu para menteri 

sedang berkumpul di istana. Maka dengan terpaksa Baginda 

membuat surat ijin yang isinya memperkenankan Abu Nawas 

memukul lalat-lalat itu di manapun mereka hinggap. 

 Tanpa menunggu perintah Abu Nawas mulai mengusir 

lalat-lalat di piringnya hingga mereka terbang dan hinggap di 

sana sini. Dengan tongkat besi yang sudah sejak tadi dibawanya 

dari rumah, Abu Nawas mulai mengejar dan memukuli lalat-lalat 

itu. Ada yang hinggap di kaca. 

 Abu Nawas dengan leluasa memukul kaca itu hingga 

hancur, kemudian vas bunga yang indah, kemudian giliran 

patung hias sehingga sebagian dari istana dan perabotannya 

remuk diterjang tongkat besi Abu Nawas. Bahkan Abu Nawas 

tidak merasa malu memukul lalat yang kebetulan hinggap di 

tempayan Baginda Raja. 

 Baginda Raja tidak bisa berbuat apa-apa kecuali 

menyadari kekeliruan yang telah dilakukan terhadap Abu Nawas 

dan keluarganya. Dan setelah merasa puas, Abu Nawas mohon 

diri. Barang-barang kesayangan Baginda banyak yang hancur. 

Bukan hanya itu saja, Baginda juga menanggung rasa malu. Kini ia sadar betapa kelirunya berbuat semena-mena kepada Abu 

Nawas. Abu Nawas yang nampak lucu dan sering 

menyenangkan orang itu ternyata bisa berubah menjadi garang 

dan ganas serta mampu membalas dendam terhadap orang yang 

mengusiknya. 

 Abu Nawas pulang dengan perasaan lega. Istrinya pasti 

sedang menunggu di rumah untuk mendengarkan cerita apa 

yang dibawa dari istana. 


Karya : MB. Rahimsyah 

Senin, 17 Juni 2024

KISAH SAHABAT NABI :Al Bara’ Bin Malik Al Anshary

 


Al Bara’ Bin Malik Al Anshary 

“Janganlah Kalian Tunjuk Al Bara’ Menjadi Amir dalam Pasukan 

Muslimin, Karena Dikhawatirkan Ia Dapat Mencelakakan 

Tentaranya karena Ingin Terus Maju” (Umar Bin Khattab)

 

Rambutnya berantakan. Badannya kurus. Tulangnya kecil. Gesit dan 

sulit dilihat. 

Akan tetapi meski demikian ia berhasil membunuh 100 orang musyrik 

dalam sekali perang, selain orang-orang yang berhasil dibunuhnya dalam 

perang-perang yang diikutinya bersama para pejuang. 

Dia adalah orang yang gagah berani dan pantang mundur, demikian 

tulis Umar dalam sebuah surat yang ia tujukan untuk para pembantunya: 

“Janganlah ia ditunjuk sebagai pimpinan pasukan muslimin karena 

khawatir mereka semua terbunuh karena maju terus.” 

Dialah Al Bara’ bin Malik Al Anshary, saudara Anas bin Malik 

pembantu Rasulullah Saw. 

Jika aku paparkan semua kisah kepahlawanan Al Bara’ bin Malik pasti 

akan membutuhkan banyak ruang dan halaman; karenanya aku hanya 

akan menceritakan satu kisah saja dari kepahlawanannya yang dapat 

memberikan gambaran kepadamu tentang kisah kepahlawanannya yang 

lain. 



Kisah ini dimulai saat Rasulullah Saw wafat dan kembali ke pangkuan 

Tuhannya, saat beberapa kabilah Arab keluar dari agama Allah secara 

berbondong, seperti saat mereka masuk ke agama tersebut secara 

berbondong. Sehingga yang tersisa hanyalah para penduduk Mekkah, 

Madinah,Thaif dan beberapa kelompok di sana-sini yang Allah tetapkan 

hatinya untuk terus beriman. 



Abu Bakar As Shiddiq tetap tegar menghadapi fitnah yang merebak ini. 

Ia tegar bagai gunung kokoh yang tak bergeming. Ia menyiapkan 11 

pasukan yang terdiri dari kaum Muhajirin dan Anshar. Beliau juga 

menyiapkan 11 panji yang masing-masing dibawa oleh panglima pasukan 

tadi. Ia mengutus ke sebelas pasukan tadi ke seluruh penjuru Arab untuk 

mengembalikan mereka yang murtad kepada jalan petunjuk dan kebenaran, dan untuk menggiring orang-orang yang sesat menuju jalan 

yang lurus lewat sabetan pedang. 

Kaum murtad yang paling kuat dan banyak pasukannya adalah Bani 

Hanifah yang menjadi para pendukung Musailamah Al Kadzab. Saat itu 

Musailamah didukung oleh kaum dan sekutunya yang berjumlah 40 ribu 

orang pejuang. Kebanyakan dari mereka mendukungnya karena fanatisme 

dan bukannya karena beriman kepadanya. Sebagian dari mereka 

mengatakan: “Aku bersaksi bahwa Musailamah adalah pembohong dan 

Muhammad adalah benar. Tetapi pembohong yang berasal dari suku 

Rabi’ah9 lebih kami sukai daripada orang yang benar berasal dari suku 

Mudhar10.” 

Musailamah berhasil mengalahkan dan memukul mundur pasukan 

pertama kaum muslimin yang dikirimkan kepadanya di bawah komando 

‘Ikrimah bin Abi Jahal.11

Lalu Abu Bakar mengirimkan pasukan muslimin kedua kepada 

Musailamah di bawah komando Khalid bin Walid dimana pasukan tersebut 

dipenuhi dengan para tokoh Anshar dan Muhajirin. Salah satu dari mereka 

adalah Al Bara’ bin Malik Al Anshary, dan banyak lagi para patriot 

pemberani dari kaum muslimin. 



Kedua pasukan bertemu di daerah Al Yamamah di Najd. Hanya 

sebentar saja maka pasukan Musailamah dan pendukungnya terlihat 

unggul. Bumi yang dipijak oleh pasukan muslimin terasa berguncang saat 

itu. Kaum muslimin mulai bergerak mundur dan terjepit. Sehingga para 

pendukung Musailamah dapat menyusup ke tenda induk Khalid bin Walid. 

Mereka mencabut tali dan tiang tenda tersebut, bahkan mereka hampir saja 

membunuh istri Khalid kalau saja tidak ada seorang dari pasukan muslimin 

yang melindunginya. 

Ketika itu kaum muslimin merasakan bahaya yang begitu besar. Mereka 

menyadari bahwa bila mereka sampai kalah oleh Musailamah maka Islam 

tidak akan berdiri tegak lagi dan Allah Swt tidak akan pernah disembah lagi 

di jazirah Arab. 

Khalid langsung bangkit menuju pasukannya. Ia memulai mengatur 

kembali pasukannya. Ia mendahulukan kaum Muhajirin di pasukan depan 

dan Anshar di belakang. Dan ia menempatkan orang-orang badu’i di 

barisan tersebut. 

Khalid juga mengumpulkan anak-anak yang berasal dari satu bapak 

dengan satu panji agar ia dapat mengetahui musibah yang menimpa setiap 

 

9

 Rabiah adalah sebuah kabilah besar di Arab yang menjadi leluhur Musailamah 

10 Mudhar adalah kabilah dimana Rasul Saw berasal. 

11 Ikrimah bin Abi Jahal dapat dilihat pada hal. 117

regu dalam peperangan ini, dan juga agar ia tahu dari sisi mana kaum 

muslimin di serang. 

Maka terjadilah perang di antara dua kubu yang begitu hebatnya. 

Kaum muslimin belum pernah menjalani peperangan yang begitu dahsyat 

seperti ini sebelumnya. Kaum Musailamah telah berdiri dengan 

congkaknya di medan perang seolah mereka bagai gunung yang tak 

bergeming dan mereka seolah tidak peduli akan banyaknya korban yang 

mereka terima… 

Dan kaum muslimin saat itu didukung oleh para pahlawan yang bila 

dikumpulkan dalam tulisan maka akan menjadi sebuah kisah 

kepahlawanan yang amat menarik. 

Terdapat di sana Tsabit bin Qais pembawa panji Al Anshar yang telah 

menyiapkan peralatan kematian, kain kafan dan menggali sendiri kuburan 

untuk dirinya. Ia masuk ke dalam lobang yang digalinya tersebut sehingga 

mencapai separuh dari betisnya. Ia berdiri tegap dalam posisinya itu. Ia 

berjuang mempertahankan panji kaumnya sehingga ia binasa dan menjadi 

syahid. 

Adalagi Zaid bin Khattab saudara Umar bin Khattab ra yang menyeru 

pasukan muslimin: “Wahai semua manusia, gigitlah kuat-kuat geraham 

kalian, seranglah musuh kalian dan terus maju pantang mundur… Wahai 

semua manusia, Demi Allah aku tidak akan berkata apapun lagi setelah ini 

sehingga Musailamah dapat dikalahkan atau hingga aku berjumpa Allah 

dan aku akan bersaksi dihadapannya… Kemudian ia mulai menyerang 

musuh dan terus berperang sehingga tewas. 

Ada juga Salim budak Abu Hudzaifah yang membawa panji kaum 

Muhajirin. Kaumnya khawatir akan kelemahan fisik dan rasa takut yang 

dimilikinya, sehingga kaumnya berkata kepada Salim: “Kami khawatir kita 

akan diserang dari arahmu.” Salim menjawab: “Jika kalian diserang musuh 

dari arahku, maka seburuk-buruknya penjaga Al Qur’an adalah aku.” 

Kemudian Salim menyerang para musuh Allah dengan begitu beraninya, 

sehingga ia tewas. 

Akan tetapi semua pahlawan tadi masih kalah dibandingkan kisah 

kepahlawanan Al Bara’ bin Malik ra. 

Hal itu karena saat Khalid melihat perang berkecamuk dengan begitu 

dahsyatnya, ia menoleh ke arah Al Bara’ bin Malik sambil berkata: 

“Seranglah mereka, wahai pemuda Anshar!” 

Maka Al Bara’ pun melihat ke arah kaumnya dan berkata: “Wahai 

kaum Anshar, janganlah salah seorangpun di antara kalian berpikir untuk 

kembali ke Madinah; tidak ada lagi Madinah bagi kalian setelah hari ini… 

yang ada hanyalah Allah saja… dan surga…” 

Kemuian Al Bara; dan kaumnya membawa panji mereka untuk 

menyerang kaum musyrikin. Dan ia terus menyerang membuka barisan 

lawan. Ia menebaskan pedangnya di leher para musuh Allah sehingga 

Musailamah dan pendukungnya terjepit. Mereka mundur ke sebuah taman yang terkenal dalam sejarah dengan sebutan Hadiqatul Maut (Taman 

Kematian) karena banyaknya korban yang mati di hari itu. 



Hadiqatul Maut ini adalah sebuah bidang yang luas dan memiliki 

tembok yang tinggi. Musailamah dan ribuan tentaranya menutup gerbang-

gerbang taman tersebut. Mereka semua berlindung dengan tembok-tembok 

tinggi yang ada di dalamnya. Dan mereka menembakkan anak panah 

mereka dari dalam taman tersebut sehingga anak panah tersebut bagaikan 

hujan yang turun dengan deras bagi kaum muslimin. 

Saat itu majulah sang pejuang Islam yang gagah berani bernama Al 

Bara’ bin Malik sambil berseru: “Wahai kaumku, taruhlah aku di alat 

pelempar. Dan arahkanlah ke arah para pemanah itu. Lemparkanlah aku 

ke dalam taman dekat gerbangnya. Karenanya, bila aku tidak mati syahid, 

maka aku akan membukakan gerbang taman untuk kalian. 



Dalam sekejap Al Bara’ bin Malik telah duduk di atas alat pelempar. Dia 

adalah seorang yang berbadan kurus. Maka para pejuang yang lain 

mengangkat dan melemparkannya ke dalam Hadiqatul Maut di antara 

ribuan pasukan Musailamah. Maka turunlah Al Bara’ di pihak musuh 

seperti kilat menyambar. Ia terus menyerang mereka di depan gerbang 

taman dan ia berhasil membunuh 10 orang dari mereka dan berhasil 

membuka gerbang. Dan ia mengalami lebih dari 80 luka panah dan 

sabetan pedang karenanya. 

Maka kaum muslimin langsung merangsek ke arah Hadiqatul Maut

dari seluruh penjuru pagar dan gerbangnya. Mereka menyabetkan pedang 

ke arah leher para kelompok murtadin, sehingga tidak kurang dari 20 ribu 

dari pihak mereka menjadi korban termasuk Musailamah Al Kadzab. 



Al Bara’ bin Malik dibawa dengan kendaraannya untuk mendapatkan 

perawatan. Khalid bin Walid merawatnya selama sebulan penuh untuk 

menyembuhkan semua luka yang ada pada tubuh Al Bara hingga akhirnya 

ia pun pulih kembali. Dengan keberanian Al Bara, pasukan muslimin 

meraih kemenangan telak. 



Al Bara telah mengobarkan semangatnya untuk mendapatkan 

kesyahidan dalam peristiwa Hadiqatul Maut. Ia terus mengikuti perang 

demi perang karena ingin mewujudkan cita-citanya yang tertinggi itu dan karena rindu kepada Nabi Saw, sehingga pada hari penaklukan kota 

Tustar12 di negeri Persia. Persia saat itu dibentengi dengan salah satu 

benteng yang terletak di dataran tinggi. Kaum Muslimin telah berhasil 

mengepung mereka dengan begitu ketatnya. Saat pengepungan tersebut 

berlangsung cukup lama dan pihak Persia sudah merasa semakin terjepit 

maka mereka membuat rantai besi yang mereka ulurkan dari pagar 

benteng tersebut. Di ujung rantai digantungkan penjepit yang terbuat dari 

baja yang disulut api sehingga lebih panas dari batu bara; Penjepit itu 

berputar mengenai tubuh kaum muslimin dan mencomot tubuh mereka. 

Pasukan Persia mengangkat tubuh kaum muslimin yang terkena jepitan 

tadi ke atas baik dalam keadaan mati ataupun sekarat. 

Para pasukan Persia yang bertugas menggunakan alat tersebut 

mengarahkannya kepada Anas bin Malik –saudara Al Bara bin Malik-. 

Begitu melihatnya, AL Bara langsung melompat ke arah tembok benteng 

dan meraih rantai yang telah mengambil tubuh saudaranya. Al Bara 

berjuang keras untuk menggoncang penjepit tadi untuk mengeluarkan 

Anas dari dalamnya. Tangan Al Bara menjadi terbakar dan melepuh, ia 

tidak menghentikan usahanya sehingga saudaranya terbebas, dan iapun 

jatuh setelah hanya tulang yang tersisa dari tangannya tanpa daging 

sedikitpun. 

Dalam peperangan ini, Al Bara bin Malik Al Anshary berdo’a kepada 

Allah agar ia diberikan mati syahid. Dan Allah mengabulkan 

permohonannya. Dan Al Bara akhirnya mati sebagai seorang syahid yang 

amat rindu dengan perjumpaan dengan Allah Swt. 

Semoga Allah Swt menyinari wajah Al Bara bin Malik di surga, dan 

membuat dirinya tenang dengan hidup bersama Nabinya Muhammad Saw. 

Semoga Allah meridhainya dan ia ridha kepada Tuhannya. 

Untuk dapat mengenal sosok Al Bara bin Malik Al Anshary lebih jauh 

dapat merujuk ke: 

1. Ishabah 1/143 atau terjemah 620 

2. Al Isti’ab dengan Hamisy Al Ishabah : 1/137 

3. Thabaqat Al Kubra: 3/441 dan 7/17,121 

4. Tarik Al Thabary: (Lihat Daftar Isi pada Jilid ke 10) 

5. Al Kamil fi At Tarikh: (Lihat Daftar Isi) 

6. As Sirah karya Ibnu Hisyam: (lihat daftar isi) 

7. Hayat As Shahabah (Lihat daftar isi pada juz 4) 

8. Qadah Fath Faris karya Syit Khattab



 Cerita ini bersumber dari penerbit :

Dari Al Adab Al Islamy 

Iman Abdur Rahman Ra’fat Al Basya 

Ridwan Abdur Rahman Ra’fat Al Basya


Untuk memiliki buku aslinya silahkan beli buku dari penerbit ini. 

Sekian dan terimakasih. 


“Maaf saya Cuma mau berbagi, 

Tidak bermaksud merugikan pihak Mana pun”


Umair Bin Wahab



Umair Bin Wahab 

“Umair Bin Wahab Telah Menjadi Orang yang Paling Aku Kasihi Di 

Antara Para Anakku.” (Umar Bin Khattab) 

Umair bin Wahab Al Jumahy kembali dari perang Badr dalam kondisi 

selamat, akan tetapi ia pulang tanpa membawa anaknya yang bernama 

Wahab karena ditawan oleh kaum muslimin. 

Umair amat khawatir bila kaum muslimin akan menyiksa anaknya 

karena dosa yang telah dibuat oleh ayahnya. Dan ia juga amat khawatir 

bila kaum muslimin akan menganiaya anaknya dengan bengis sebagai 

balas dari tindakan ayahnya saat menyakiti Rasulullah Saw dan para 

sahabatnya. 



Di suatu pagi, Umair hendak pergi ke Masjidil Haram untuk bertawaf 

di Ka’bah dan mencari keberkahan para berhala yang ada di sana. Ia 

bertemu dengan Shafwan bin Umayyah7

 yang sedang duduk di samping 

Hijir Ismail. Umair lalu menghampirinya dan berkata: “Selamat pagi, wahai 

pemuka bangsa Quraisy!” Shafwan membalas: “Selamat pagi, Abu Wahab. 

Duduklah agar kita dapat berbicara sejenak! Sebab waktu dapat berhenti 

karena pembicaraan.” Umair pun duduk dihadapan Shafwan bin Umayyah. 

Kedua pria tersebut akhirnya mengingat peristiwa Badr dan kekalahan 

mereka yang telak. Mereka juga menghitung kaum mereka yang menjadi 

tawanan di tangan Muhammad dan para sahabatnya. Dan mereka menjadi 

bergidik saat mengingat para pembesar Quraisy yang mati terbunuh oleh 

pedang kaum muslimin, dan mereka terkenang akan Al Qalib8

… Lalu 

Shafwan langsung berseru: “Demi Allah, tidak ada kehidupan yang lebih 

nikmat setelah mereka.” Umair menyahut: “Demi Allah, Engkau benar.” 

Lama berselang Umair berkata lagi: “Demi Tuhan pemilik Ka’bah, kalau 

aku tidak ingat hutangku yang tidak sanggup aku bayar. Kalau saja aku 

tidak khawatir dengan keluarga yang aku khawatirkan kehidupan mereka 

bila aku tidak ada. Pasti aku sudah mendatangi Muhammad dan 

membunuhnya sehingga aku dapat menyelesaikannya dan menolak segala 

kejahatannya…” Kemudian ia meneruskan lagi ucapannya dengan suara 

 

7

 Shafwan bin Umayyah bin Khalaf Al Jumahy Al Qurasy. Panggilannya adalah Abu Wahab yang 

masuk Islam setelah penaklukan kota Mekkah. Dia adalah seorang yang terhormat dan dermawan dari 

kalangan bangsawan Quraisy. Dia juga termasuk golongan muallaf (orang yang masuk Islam karena 

hatinya telah ditundukan). Ia turut dalam perang Yarmuk dan meninggal di Mekkah pada tahun 41 H. 

8

 Al Qalib adalah sebuah sumur dimana terkubur di dalamnya kaum Musyrikin saat perang Badr. 

pelan: “Dan keberadaan anakku yang bernama Wahab yang menjadi 

tawanan mereka, itu yang membuat kepergianku ke Yatsrib menjadi hal 

yang tidak dapat dielakan.” 



Shafwan bin Umayyah memegang ucapan Umair bin Wahab. Sebelum 

kesempatan berlalu, Shafwan memandang Umair seraya berkata: “Ya 

Umair, aku akan menanggung semua hutangmu berapapun jumlahnya… 

Sedang keluargamu, aku akan menjadikan mereka seperti keluargaku 

selagi aku dan mereka masih hidup. Aku memiliki uang yang cukup 

banyak untuk merawat mereka semua.” Umair lalu menjawab: “Kalau 

begitu, jagalah pembicaraan ini dan jangan sampai ada seorangpun yang 

tahu!” Shafwan langsung membalasnya: “Aku jamin.” 



Umair bangkit dari Masjid dan api kedengkian menyala dengan hebat 

dalam hatinya kepada Muhammad Saw. Ia lalu mempersiapkan bekal 

untuk mewujudkan tekadnya. Ia tidak khawatir kegelisahan orang lain 

akan perjalanan yang ia lakukan; hal itu karena para keluarga tawanan 

Quraisy lainnya ragu untuk pergi ke Yatsrib demi mencari keluarganya 

yang ditawan di sana. 



Umair meminta keluarganya untuk mengasah pedangnya lalu 

melumurkannya dengan racun. Dan ia juga meminta agar kendaraannya 

dipersiapkan dan dibawa kehadapannya; dan iapun lalu 

menungganginya… Ia mulai menuju Madinah dengan selendang 

kebencian dan kejahatan. Akhirnya Umair tiba di Madinah dan ia berjalan 

menuju Masjid untuk mencari Rasulullah Saw. Saat ia sudah hampir 

mendekat ke pintu masjid, ia memberhentikan tunggangannya lalu turun. 



Saat itu Umar bin Khattab ra sedang duduk bersama para sahabat yang 

lain dekat pintu masjid. Mereka sedang mengenang perang Badr dan 

tawanan Quraisy serta jumlah yang terbunuh dari pihak mereka. Mereka 

juga mengenang para pahlawan muslimin dari suku muhajirin dan anshar. 

Mereka juga mengingat anugerah kemenangan yang Allah berikan kepada 

mereka, dan apa yang Allah perlihatkan kepada mereka tentang kekalahan 

yang diterima oleh musuh. 

Saat kepala Umar menoleh ia melihat Umair bin Wahab yang baru 

turun dari kendaraannya. Terlihat Umair sedang berjalan ke arah masjid 

dengan pedang terhunus. Maka Umar langsung bangkit dengan khawatir 

seraya berkata: “Inilah si anjing musuh Allah Umair bin Wahab… Demi  Allah, pastilah ia datang hendak membuat keburukan. Dialah yang pernah 

menghasut kaum musyrikin di Mekkah untuk memusuhi kami. Dan dia 

juga yang selalu menjadi mata-mata sebelum terjadinya perang Badr.” Lalu 

Umar berpesan kepada para sahabatnya: “Pergilah kepada Rasulullah dan 

tetaplah kalian bersamanya! Waspadalah saat setan pembuat makar ini 

akan berlaku khianat kepada Beliau!” 

Kemudian Umar datang menghadap Nabi Saw seraya berkata: “Ya 

Rasulullah, ada musuh Allah bernama Umair bin Wahab datang dengan 

membawa pedang terhunus. Aku menduga bahwa ia ingin membuat 

kerusakan.” Lalu Rasul Saw bersabda: “Bawalah ia menghadapku.” 

Kemuian Umar mendatangi Umair bin Wahab. Umar lalu mengambil 

kerah baju Umair dengan keras, lalu melipat leher Umair sampai mencium 

tempat pedang yang berada di pinggulnya. Lalu Umar membawanya 

menghadap Rasul Saw. 

Saat Rasulullah Saw mendapatinya dalam kondisi sedemikian, maka 

Beliau bersabda kepada Umar: “Lepaskan dia, ya Umar!” Lalu Umar pun 

melepaskannya, lalu berkata kepada Umair: Menjauhlah dari Rasul!” Lalu 

Umair pun menjauh dari Rasul. Lalu Rasul Saw mendekat ke arah Umair 

bin Wahab seraya bersabda: “Duduklah, ya Umair!” Lalu Umairpun duduk 

dan berkata: “Selamat pagi!” Lalu Rasulullah Saw menjawab: “Allah telah 

memulyakan kami dengan ucapan penghormatan yang lebih baik dari yang 

kau ucapan, wahai Umair! Allah telah memuliakan kami dengan salam dan 

itu adalah ucapan ahli surga.” Lalu Umair menjawab: “Demi Allah, apa 

yang kau ucapkan tidak jauh berbeda dengan ucapan kami. Dan jarakmu 

dengan kami hanya sedikit saja.” Lalu Rasul Saw bertanya kepadanya: “Apa 

yang membawamu ke sini, wahai Umair?” Umair menjawab: “Aku ke sini 

untuk memohon kebebasan bagi tawanan yang kalian tawan. Bersikaplah 

baik kepadaku dalam hal ini.” Rasul Saw bertanya lagi: “Lalu apa 

maksudnya pedang yang kau bawa di lehermu ini?” Umair menjawab: “Ini 

adalah pedang yang jelek… apakah ia bermanfaat buat kami saat 

terjadinya perang Badr?!!” Rasul Saw bertanya lagi: “Berkatalah yang jujur, 

apa yang kau inginkan hingga datang ke sini, wahai Umair?” Umair 

menjawab: “Aku hanya datang untuk maksud yang telah aku sebutkan.” 

Rasul Saw bersabda: “Bukan, namun kau pernah duduk bersama Shafwan 

bin Umayyah dekat Hijir Ismail, dan kalian berdua mengenang orangorang Quraisy yang terkubur di Al Qalib lalu kau berkata: ‘kalau bukan 

karena hutang dan keluargaku aku akan datang kepada Muhammad lalu 

membunuhnya… lalu Shafwan bin Umayyah bersedia untuk membayar 

hutangmu dan menjaga keluargamu agar engkau dapat membunuhku… 

dan Allah adalah penghalang dirimu untuk melakukannya.” 

Umair merasa terkejut sesaat, lalu ia mengatakan: aku bersakdi bahwa 

engkau adalah utusan Allah. Kemudian ia mengatakan: “Dahulu kami 

selalu mendustakan apa yang engkau bawa dari berita langit. Dan kami 

juga mendustakan wahyu yang turun kepadamu. Akan tetapi kisah 

pembicaraanku dengan Shafwan bin Umayyah tidak ada yang 

mengetahuinya selain aku dan dia. 

Demi Allah, kini aku yakin bahwa yang telah memberitahukanmu 

adalah Allah. Segala puji bagi Allah yang telah mengantarkan aku kesini 

untuk menunjukkan aku kepada Islam.” 

Lalu ia bersyahadat bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa 

Muhammad adalah utusan Allah. Dan akhirnya, ia pun masuk Islam. 

Rasul Saw lalu bersabda: “Ajarkan saudara kalian ini tentang 

agamanya. Ajarkan kepadanya Al Qur’an dan bebaskan tawanannya.” 



Kaum muslimin amat bergembira dengan keislaman Umair bin Wahab; 

bahkan Umar bin Khattab ra sempat berkata: “Tidak ada babi yang lebih 

aku cintai selain Umair bin Wahab saat ia datang menghadap Rasulullah 

Saw. Mulai hari ini ia adalh orang yang paling aku cintai daripada anakanakku sendiri.” 



Saat Umair sedang mensucikan dirinya dengan ajaran Islam, mengisi 

hatinya dengan cahaya Al Qur’an, dan mengisi hari-hari terindah dalam 

sisa umurnya yang membuat ia terlupa akan Mekkah dan orang-orang 

yang tinggal di dalamnya. Pada saat yang sama Shafwan bin Umayyah 

sedang berangan-angan, dan ia melewati perkumpulan orang-orang 

Quraisy sambil berkata: “Bergembiralah dengan berita besar yang akan 

kalian dengan sebentar lagi. Sebuah berita yang akan membuat kalian 

melupakan peristiwa Badr!” 

Setelah penantian cukup lama yang dijalani Shafwan bin Umayyah, 

maka sedikit demi sedikit ia merasa kekhawatiran merasuki dirinya. 

Sehingga hatinya menjadi lebih panas ketimbang batu bara. Dan ia mulai 

kasak-kusuk bertanya kepada para pengelana tentang kabar Umair bin 

Wahab, namun tidak satu pun jawaban mereka yang dapat 

memuaskannya. Namun datang seorang pengelana yang mengatakan 

bahwa Umair telah masuk Islam. Begitu mendengar berita itu, seraya 

tersambar petir Shafwan dibuatnya… karena ia menduga bahwa Umair bin 

Wahab tidak akan masuk Islam meski semua manusia di bumi ini masuk 

Islam. 



Sedang Umair bin Wahab sendiri hampir saja menguasai agama yang 

baru dianutnya dan menghapal beberapa ayat Al Qur’an yang mudah 

baginya sehingga ia datang menghadap Nabi Saw seraya berkata: “Ya 

Rasulullah dahulu aku adalah seorang yang selalu berusaha untuk 

memadamkan cahaya Allah. Dahulunya aku adalah orang yang selalu 

menyiksa para pemeluk Islam. Aku berharap engkau mengizinkan aku 

untuk datang ke Mekkah untuk berdakwah kepada kaum Quraisy agar 

kembali ke jalan Allah dan Rasul-Nya. Jika mereka menerima dakwahku, 

maka itu amat baik buat mereka. Jika mereka menolak dan berpaling 

dariku, maka aku akan menyiksa mereka sebagaimana aku dulunya 

menyiksa para sahabat Rasul Saw.” 

Rasul Saw memberinya izin dan ia pun berangkat ke Mekkah. 

Sesampainya di sana ia datang ke rumah Shafwan bin Umayyah sambil 

berkata: “Ya Shafwan, engkau adalah salah seorang pemuka kota Mekkah, 

seorang intelektual dari suku Quraisy. Apakah menurutmu apa yang kalian 

lakukan dengan beribadah kepada batu dan melakukan penyembelihan 

untuknya dapat diterima oleh akal untuk dijadikan agama?!” 

Sedangkan aku kini telah bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan 

bahwa Muhammad adalah utusan Allah. 



Lalu Umair mulai berdakwah di Mekkah sehingga banyak orang yang 

masuk Islam karena dakwahnya. Semoga Allah Swt melipatgandakan 

pahala Umair bin Wahab dan memberikan cahaya pada kuburnya. 

Untuk dapat mengenal sosok Umair bin Wahab lebih jauh dapat 

merujuk ke: 

1.ayat As Shahabah (Lihat daftar isi pada juz 4) 

2. As Sirah karya Ibnu Hisyam dengan Tahqiq Al Saqaa: (lihat 

daftar isi) 

3. Ishabah 3/36 atau terjemah 6058 

4. Thabaqat Ibnu Sa’d 4/146 

Cerita ini bersumber dari penerbit :

Dari Al Adab Al Islamy 

Iman Abdur Rahman Ra’fat Al Basya 

Ridwan Abdur Rahman Ra’fat Al Basya


Untuk memiliki buku aslinya silahkan beli buku dari penerbit ini. 

Sekian dan terimakasih. 


“Maaf saya Cuma mau berbagi, 

Tidak bermaksud merugikan pihak Mana pun”


Abdullah Bin Hudzafah Al Sahmy

 


Abdullah Bin Hudzafah Al Sahmy 

“Menjadi Kewajiban Bagi Setiap Muslim untuk Mencium Kepala 

Abdullah Bin Hudzafah, Saya yang Akan Memulainya Terlebih 

Dahulu” (Umar Bin Khattab) 

Tokoh kisah ini adalah seorang pria dari kalangan sahabat yang 

bernama Abdullah bin Hudzafah Al Sahmy.Sejarah dapat saja berlalu atas 

tokoh kita ini sebagaimana sejarah terus berlalu terhadap jutaan bangsa 

Arab sebelum Abdullah tanpa memberikan perhatian khusus kepada 

mereka. 

Akan tetapi Islam yang agung memberikan kesempatan kepada 

Abdullah bin Hudzafah Al Sahmy untuk bertemu dengan pemimpin dunia 

saat itu yaitu Kisra Raja Persia dan Kaisar yang agung raja Romawi… 

Bersama dua pemimpin besar ini, Abdullah mencatat kisah yang senantiasa 

diingat orang dan terus dikisahkan oleh lisan sejarah sepanjang masa. 



Adapun kisah Abdullah dengan Kisra raja Persia itu terjadi pada tahun 

ke enam hijriyah saat Nabi Saw berniat untuk mengirimkan beberapa 

rombongan sahabatnya dengan membawa surat kepada para raja 

berkebangsaan non-arab untuk mengajak mereka masuk ke dalam Islam. 

Rasulullah Saw sudah memprediksikan bahaya dari tugas ini…. Para 

utusan Rasul tadi akan berangkat menuju negeri-negeri yang jauh yang 

belum pernah mengadakan kerjasama dan kesepakatan dengan Islam 

sebelumnya. Para utusan tadi tidak mengerti bahasa-bahasa negeri yang 

akan didatanginya dan mereka juga tidak sedikitpun mengerti watak para 

raja tadi… Para utusan tadi juga akan mengajak para raja untuk 

meninggalkan agama mereka, melepaskan kebesaran dan kekuasaan serta 

masuk ke dalam sebauh agama suatu kaum….. Ini merupakan sebuah 

ekspedisi berbahaya. Sebab yang berangkat ke sana dapat menghilang 

sedang yang kembali dari ekspedisi ini hanya tinggal anaknya saja.Oleh 

karenanya Rasulullah Saw mengumpulkan para sahabatnya . Beliau berdiri 

dihadapan mereka dalam sebuah khutbah: Setelah memuji Allah, 

mengucapkan syahadat Beliau bersabda: 

“Amma ba’du. Aku ingin mengutus beberapa orang dari kalian untuk 

datang kepada beberapa orang raja non-Arab. Janganlah kalian 

membantah aku sebagaimana Bani Israil membantah Isa putra Maryam.” 

Para sahabat Rasulullah Saw menyambut dengan berseru: “Ya 
Rasulullah, kami akan mendukung apapun yang kau inginkan. Kirimlah 
kami kemana saja engkau inginkan.” 

Rasulullah Saw mengutus 6 orang sahabatnya untuk membawa surat 
dari Beliau kepada beberapa orang raja Arab dan non-Arab. Salah seorang 
dari ke enam utusan tadi adalah: Abdullah bin Hudzafah Al Sahmy yang 
diutus untuk membawa surat Nabi Saw kepada Kisra raja Persia 

Abdullah serta-merta mempersiapkan bekalnya. Ia mengucapkan kata 
perpisahan kepada istri dan anaknya. Ia lalu berangkat menuju tempat 
tujuannya yang melalui berbagai lereng dan bukit dataran tinggi maupun 
rendah. Ia lakukan perjalanan tersebut sendirian tanpa ada teman yang 
mengiringi selain Allah Swt. Saat ia sampai di perkampungan wilayah 
Persia, ia memohon izin untuk dapat masuk kepada rajanya. Dan para 
permbantu raja memperingatkan bahaya dari surat yang dibawa Abdullah 
kepada raja. 
Mendengar itu raja Kisra memerintahkan para pembantunya untuk 
menghias istana, lalu ia megundang para pembesar bangsa Persia untuk 
dapat hadir dalam kesempatan ini. Kemudian Kisra mengizinkan Abdullah 
bin Hudzafah untuk datang. 
Lalu datanglah Abdullah bin Hudzafah menghadap pemimpin Persia 
dengan menggunakan selendang tipis yang menutupi tubuhnya, ia juga 
mengenakan baju panjang berbahan kasar yang ditutupi dengan selendang 
khusus bangsa Arab. 
Akan tetapi ia memiliki leher yang tegak. Postur tubuh yang tegap. Dari 
tulang rusuknya terlihat keagungan Islam. Dalam hatinya menyala 
kebesaran iman. 
Begitu Kisra melihat Abdullah datang menghadap, ia langsung memberi 
isyarat kepada salah seorang pembantunya untuk mengambil surat dari 
tangan Abdullah, maka Abdullah langsung berkata: “Jangan, Rasulullah 
Saw menyuruhku untuk menyerahkan surat ini langsung ke tanganmu, 
dan aku tidak ingin melanggar perintah Rasulullah.” 
Kisra langsung memerintahkan kepada semua pembantunya: “Biarkan 
ia mendekat kepadaku.” Maka Abudllah langsung mendekat ke arah Kisra 
sehingga ia dapat langsung menyerahkan surat tersebut ke tangan Kisra. 
Lalu Kisra memanggil seorang juru tulis berkebangsaan Arab dari 
negeri Al Hirah6
 dan ia memerintahkan untuk membuka surat tersebut 
 
6
 Sebuah daerah di Iraq antara Najaf dan Kufah 
dihadapannya. Dan Kisra meminta juru tulis tadi untuk membacakannya: 
“Bismillahirrahmanirrahim, dari Muhammad Rasulullah kepada Kisra yang 
Agung raja Persia. Keselamatan bagi orang yang mengikuti petunjuk…” 
Begitu Kisra mendengar isi surat sebagaimana yang telah dibacakan 
kepadanya, maka tersulutlah api amarah dalam dadanya. Wajahnya 
menjadi merah. Keringatnya mengucur deras dari leher karena dalam surat 
tersebut Rasulullah Saw memulai dengan menyebut dirinya sendiri… Lalu 
ia langsung menyambar surat tersebut dan merobeknya tanpa ia tahu apa 
yang ada dalam isi surat itu. Ia pun langsung berseru: “Apakah ia berani 
menuliskan hal ini kepadaku, padahal dia adalah budakku?!!” Lalu ia 
memerintahkan para pengawalnya untuk mengeluarkan Abdullah bin 
Hudzafah dari hadapannya. Dan akhirnya Abdullah dibawa keluar. 

Abdullah bin Hudzafah keluar meninggalkan ruang sidang Kisra. Ia 
sendiri tidak tahu ketentuan Allah yang bagaimana yang akan terjadi pada 
dirinya…. Apakah ia akan dibunuh atau dibiarkan hidup dengan bebas? 
Akan tetapi ia masih sempat berujar: “Demi Allah, aku tidak peduli 
akan nasibku setelah aku menyampaikan surat Rasulullah Saw… Iapun 
langsung menaiki kendaraannya dan akhirnya berangkat. 
Begitu amarah Kisra mereda, ia memerintahkan untuk membawa 
masuk kembali Abdullah; namun ia tidak ditemukan… para pembantu raja 
lalu mencarinya, namun sayang Abdullah telah pergi tanpa jejak. 
Merekapun terus mengejar sepanjang jalan hingga ke jazirah Arab, dan 
mereka menyadari bahwa Abdullah telah pergi jauh. 
Begitu Abdullah datang menghadap Nabi Saw ia menceritakan apa 
yang terjadi dengan Kisra dan surat Nabi Saw yang dirobeknya. Rasul Saw 
tidak menanggapi dengan ucapan apa-apa selain: “Allah akan merobekrobek kerajaannya.” 

Kisra kemudian mengirim surat kepada Badzan wakilnya yang berada 
di Yaman. Dalam suratnya Kisra berpesan: “Kirimlah kepada orang yang 
ada di Hijaz ini (Muhammad) dua orang kuat yang kau miliki. Dan 
suruhlah mereka berdua membawanya menghadapku…” Maka Badzan 
mengutus dua orang terbaiknya kepada Rasulullah Saw, dan lewat kedua 
orang tadi Badzan menitipkan surat kepada Rasul yang didalamnya 
terdapat perintah kepada Rasul untuk berangkat bersama kedua orang 
utusannya untuk menghadap Kisra sesegera mungkin… 
Badzan juga meminta kedua utusannya untuk mencari informasi 
tentang diri dan kisah Rasulullah, dan meminta keduanya melaporkan 
setiap informasi tentang diri Beliau.
Kedua orang utusan tadi berangkat dengan kecepatan tinggi sehingga 
keduanya tiba di daerah Thaif. Mereka berdua bertemu dengan para 
pedagang dari suku Quraisy. Begitu melihat mereka, keduanya langsung 
menanyakan tentang diri Muhammad Saw. Para pedagang Quraisy 
menjawab: “Mereka kini ada di Yatsrib.” Kemudian para pedagang tadi 
melanjutkan perjalanan ke Mekkah dengan gembira, dan mereka 
membawa kabar gembira kepada suku Quraisy sambil berkata: 
“Bergembiralah! Kisra sekarang akan menghantam Muhammad dan kalian 
tidak usah lagi khawatir akan kejahatannya.” 
Sedang kedua utusan tadi langsung menuju Madinah. Tatkala sampai 
disana mereka berdua bertemu dengan Nabi Saw. Mereka lalu 
menyerahkan surat Badzan kepada Beliau sambil berkata: “Raja diraja Kisra 
menuliskan surat kepada raja kami Badzan untuk mengutus seseorang yang 
dapat membawamu menghadapnya… Kami kini sudah datang untuk 
menjemputmu. Jika kau ingin, kami dapat berbicara kepada Kisra sehingga 
ia tidak mencelakakanmu dan membiarkanmu selamat. Jika kau menolak, 
kau sudah mengerti kekuatan, kebengisan dan kemampuannya untuk 
membunuhmu dan semua kaummu.” 
Lalu Rasulullah Saw tersenyum sambil bersabda kepada mereka berdua: 
“Kembalilah lagi ke tunggangan kalian hari ini, dan datanglah esok!.” 
Begitu mereka berdua datang menghadap lagi kepada Nabi di hari 
esoknya, mereka berdua berkata: “Apakah kau sudah mempersiapkan diri 
untuk berangkat bersama kami menghadap Kisra?” 
Nabi Saw menjawab mereka dengan bersabda: “Kalian tidak akan 
bertemu dengan Kisra lagi setelah ini…. Allah telah membunuhnya; dengan 
mengangkat putranya yang bernama Syirawaih di malam ini…. Dan bulan 
ini….” 
Mereka berdua lalu menatap tajam wajah Nabi Saw, dan nampak 
keterkejutan di wajah mereka berdua. Keduanya bertanya: “Apakah engkau 
mengerti apa yang kau katakan? Apakah kami perlu menulis surat tentang 
hal ini kepada Badzan?” 
Rasul Saw menjawab: “Silahkan dan katakan kepadanya bahwa 
agamaku akan dapat menguasai apa yang telah dikuasai oleh Kisra dan jika 
ia mau masuk ke dalam Islam, aku akan membiarkan apa yang telah ia 
miliki dan menjadikannya sebagai raja bagi kaumnya.” 

Akhirnya kedua utusan tadi pergi meninggalkan Rasulullah Saw dan 
mereka pergi menghadap Badzan. Keduanya menceritakan kisahnya. 
Badzan lalu berkata: “Jika apa yang dikatakan Muhammad adalah benar 
maka dia adalah seorang Nabi, namun jika tidak maka kami akan 
mengambil keputusan atasnya…” 
Tidak lama berselang maka tibalah kepada Badzan surat dari Syirawaih 
yang didalamnya tertulis: “Amma ba’du… Aku telah membunuh Kisra. Aku 
membunuhnya karena ingin membalas dendam bangsaku. Karena ia telah 
memerintahkan untuk membunuh para pembesar bangsa, menjadikan 
wanita-wanitanya sebagai budak dan merampas harta rakyat. Jika surat ini 
telah sampai di tanganmu maka engkau dan seluruh pengikutmu harus 
tunduk dan taat kepadaku.” 
Begitu Badzan membaca surat dari Syirawaih, ia langsung membuang 
surat tersebut dan ia mengumumkan bahwa ia masuk Islam. Karenanya, 
maka seluruh bangsa Persia yang berada di Yaman masuk Islam 
bersamanya. 

Demikianlah kisah perjumpaan Abdullah bin Hudzafah dengan Kisra 
raja Persia. Lalu bagaimana kisah perjumpaannya dengan Kaisar yang 
Agung raja Romawi? 
Perjumpaan Abdullah dengan Kaisar terjadi pada masa khilafah Umar 
bin Khattab ra. Dan Umar punya kisah tersendiri dengan Abdullah yang 
termasuk kisah paling menakjubkan. 
Pada tahun 19 Hijriyah, Umar mengirimkan pasukan untuk berperang 
dengan Romawi yang didalamnya terdapat Abdullah bin Hudzafah Al 
Sahmy…. Kaisar raja Romawi sudah mendengar tentang kisah pasukan 
kaum muslimin dan sifat mereka yang memiliki iman yang kuat, akidah 
yang kokoh dan rela mengorbankan jiwa di jalan Allah dan Rasul-Nya. 
Kaisar memerintahkan kepada pasukannya –jika mereka dapat 
menangkap seorang tawanan dari pasukan kaum muslimin- hendaknya 
tidak diapa-apakan akan tetapi dibawa menghadapnya hidup-hidup… 
Kehendak Allah menetapkan bahwa Abdullah bin Hudzafah Al Sahmy 
menjadi tawanan bangsa Romawi. Maka para pasukan Romawi membawa 
Abdullah menghadap Kaisar. Para pasukan tadi berkata kepadanya: “Ini 
adalah seorang sahabat Muhammad yang masuk Islam lebih dahulu, dan ia 
berhasil kami tangkap; dan kini kami membawanya menghadapmu.” 

Raja Romawi memadang ke arah Abdullah bin Hudzafah dengan 
seksama,lalu ia berkata kepadanya: “Aku akan menawarkan sesuatu 
kepadamu.” Abdullah bertanya: “Apa itu?” Kaisar menjawab: “Aku 
menawarkan kepadamu untuk masuk ke dalam agama Nashrani. Jika kau 
mau, aku akan membiarkanmu hidup dan membuatmu hidup muia.” Maka 
Abdullah menjawab dengan sengit dan tegas: “Tidak akan bagiku. 
Kematian 1000 kali lebih aku sukai daripada memenuhi ajakanmu.” 
Kaisar lalu berkata: “Menurutku engkau adalah seorang yang mulia… 
Jika kau mau menerima tawaranku maka aku akan menjadikanmu sebagai 
pembantuku dan aku akan berbagi kekuasaan denganmu.” 
Abdullah yang sedang dalam kondisi terikat itu tersenyum seraya 
berkata: “Demi Allah, andai saja kau beri aku seluruh apa yang kau miliki 
dan semua yang dimiliki bangsa Arab agar aku keluar dari agama 
Muhammad sekejap saja, maka aku tidak akan pernah melakukannya.” 
Kaisar berkata: “Kalau begitu, aku akan membunuhmu.” Abdullah 
menjawab: “Lakukan saja apa yang kau inginkan.” 
Kemudian Kaisar memerintahkan agar Abdullah disalib. Kemudian ia 
memerintahkan para juru tombaknya untuk melontarkan tombak ke arah 
tangan Abdullah, karena ia berani menolak untuk masuk agama Nasrani. 
Kaisar pun memerintahkan kepada juru tombaknya untuk melemparkan 
tombak ke arah kaki Abdullah karena ia berani menolak untuk 
meninggalkan agamanya. 
Setelah itu, Kaisar meminta para juru tombaknya berhenti dan 
menyuruh mereka untuk menurunkan Abdullah dari tiang salib. Kemudian 
Kaisar meminta sebuah tungku besar yang berisikan minyak. Ia lalu 
menyalakan api sehingga mendidih. Lalu ia memanggil pembantunya 
untuk membawa dua orang tawanan dari kaum muslimin lainnya. Lalu 
Kaisar memerintahkan agar salah seorang dari tawanan tadi dimasukkan 
ke dalam tungku tadi. Maka serta merta dagingnya langsung terburai… 
dan tulangnya menjadi kelihatan. 
Lalu Kaisar menoleh ke arah Abdullah bin Hudzafah dan mengajaknya 
untuk masuk ke dalam agama Nashrani. Namun Abdullah menolaknya 
dengan lebih keras lagi. 
Tatkala kesabaran Kaisar sudah habis, ia menyuruh pembantunya 
untuk memasukkan Abdullah ke dalam tungku bersama kedua sahabatnya 
tadi. Tatkala para pengawal membawa Abdullah, maka kedua matanya 
mengeluarkan air mata. Maka para pengawal tadi memberitahukan Kaisar 
bahwa Abdullah telah menangis… 
Kaisar menduga bahwa Abdullah sudah merasa takut dan ia berkata: 
“Bawa kembali dia menghadapku!” 
Tatkala Abdullah sudah berada di hadapan Kaisar. Kaisar menawarkan 
agama Nasrani kembali kepadanya dan ia pun masih menolak. 
Maka Kaisar menjadi berang karenanya seraya berkata: “Celaka kamu, 
lalu apa yang membuatmu menangis tadi?” Abdullah menjawab: “Yang 
membuat aku menangis adalah saat aku berkata dalam diri sendiri: 
‘Sebentar lagi kau akan dimasukkan ke dalam tungku dan ruhmu akan 
pergi. Dan aku berharap aku memiliki ruh yang banyak sejumlah rambut 
yang berada di badanku, sehingga semuanya dimasukkan ke dalam tungku 
dan mati di jalan Allah.” 
Maka Kaisar yang lalim bertanya: “Maukah kau mencium kepalaku 
sehingga aku akan membebaskanmu?” Abdullah balik bertanya: “Apakah 
engkau juga akan membebaskan semua tawanan kaum muslimin?” Kaisar 
menjawab: “Semuanya akan aku bebaskan.” Abdullah lalu berkata dalam 
dirinya: “Dia adalah salah satu musuh Allah. Aku harus mencium 
kepalanya sehingga ia akan membebaskanku dan semua tawanan 
muslimin. Menurutku ini bukanlah hal yang dapat membawa mudharat.” 
Kemudian Abdullah mendekat ke arah Kaisar dan iapun mencium 
kepala Kaisar. Lalu Kaisar memerintahkan untuk membawa semua 
tawanan muslimin menghadapnya dan kemudian mereka semua 
dibebaskan. 

Abdullah bin Hudzafah datang menghadap Umar bin Khattab ra. Ia 
mengisahkan ceritanya; Umar langsung gembira dibuatnya. Tatkala Umar 
melihat semua tawanan yang bersamanya ia berujar: “Menjadi kewajiban 
bagi setiap muslim untuk mencium kepala Abdullah bin Hudzafah… dan 
aku sendiri yang akan memulainya.” Lalu Umar berdiri dan mencium 
kepala Abdullah. 
Untuk dapat mengenal sosok Abdullah bin Hudzafah Al Sahmy lebih 
jauh dapat merujuk ke: 
1. Al Ishabah 2/ 296 atau tarjamah 4622 
2. Sirah Nabawiyah karya Ibnu Hisyam (tahqiq Al Saqaa) lihat 
daftar isi 
3. Hayat As Shahabah karya Muhammad Yusuf Al Kandahlawy: 
(Lihat daftar isi pada juz 4) 
4. Tahdzib Al Tahdzib 5/185 
5. Imta’ Al Asma 1/308, 444 
6. Husnu As Shahabah 305 
7. Al Mihbar 77 
8. Tarikh Al Islam karya Al Dzahaby 2/88

 Cerita ini bersumber dari penerbit :

Dari Al Adab Al Islamy 

Iman Abdur Rahman Ra’fat Al Basya 

Ridwan Abdur Rahman Ra’fat Al Basya


Untuk memiliki buku aslinya silahkan beli buku dari penerbit ini. 

Sekian dan terimakasih. 


“Maaf saya Cuma mau berbagi, 

Tidak bermaksud merugikan pihak Mana pun”

Sabtu, 15 Juni 2024

BAB : PERMULAAN WAHYU


 BAB : PERMULAAN WAHYU

1. Telah menceritakan kepada kami Al Humaidi Abdullah bin Az Zubair dia berkata, Telah 

menceritakan kepada kami Sufyan yang berkata, bahwa Telah menceritakan kepada kami 

Yahya bin Sa'id Al Anshari berkata, telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Ibrahim 

At Taimi, bahwa dia pernah mendengar Alqamah bin Waqash Al Laitsi berkata; saya pernah 

mendengar Umar bin Al Khaththab diatas mimbar berkata; saya mendengar Rasulullah 

shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Semua perbuatan tergantung niatnya, dan (balasan) 

bagi tiap-tiap orang (tergantung) apa yang diniatkan; Barangsiapa niat hijrahnya karena 

dunia yang ingin digapainya atau karena seorang perempuan yang ingin dinikahinya, maka 

hijrahnya adalah kepada apa dia diniatkan"


2. Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Yusuf berkata, telah mengabarkan kepada 

kami Malik dari Hisyam bin 'Urwah dari bapaknya dari Aisyah Ibu Kaum Mu'minin, bahwa Al 

Harits bin Hisyam bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: "Wahai 

Rasulullah, bagaimana caranya wahyu turun kepada engkau?" Maka Rasulullah shallallahu 

'alaihi wasallam menjawab: "Terkadang datang kepadaku seperti suara gemerincing lonceng 

dan cara ini yang paling berat buatku, lalu terhenti sehingga aku dapat mengerti apa yang 

disampaikan. Dan terkadang datang Malaikat menyerupai seorang laki-laki lalu berbicara 

kepadaku maka aku ikuti apa yang diucapkannya". Aisyah berkata: "Sungguh aku pernah 

melihat turunnya wahyu kepada Beliau shallallahu 'alaihi wasallam pada suatu hari yang 

sangat dingin lalu terhenti, dan aku lihat dahi Beliau mengucurkan keringat."


3. Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Bukair berkata, Telah menceritakan kepada 

kami dari Al Laits dari 'Uqail dari Ibnu Syihab dari 'Urwah bin Az Zubair dari Aisyah -Ibu Kaum 

Mu'minin-, bahwasanya dia berkata: "Permulaaan wahyu yang datang kepada Rasulullah 

shallallahu 'alaihi wasallam adalah dengan mimpi yang benar dalam tidur. Dan tidaklah 

Beliau bermimpi kecuali datang seperti cahaya subuh. Kemudian Beliau dianugerahi 

kecintaan untuk menyendiri, lalu Beliau memilih gua Hiro dan bertahannuts yaitu 'ibadah di 

malam hari dalam beberapa waktu lamanya sebelum kemudian kembali kepada keluarganya 

guna mempersiapkan bekal untuk bertahannuts kembali. Kemudian Beliau menemui 

Khadijah mempersiapkan bekal. Sampai akhirnya datang Al Haq saat Beliau di gua Hiro, 

Malaikat datang seraya berkata: "Bacalah?" Beliau menjawab: "Aku tidak bisa baca". Nabi 

shallallahu 'alaihi wasallam menjelaskan: Maka Malaikat itu memegangku dan memelukku 

sangat kuat kemudian melepaskanku dan berkata lagi: "Bacalah!" Beliau menjawab: "Aku 

tidak bisa baca". Maka Malaikat itu memegangku dan memelukku sangat kuat kemudian 

melepaskanku dan berkata lagi: "Bacalah!". Beliau menjawab: "Aku tidak bisa baca". 

Malaikat itu memegangku kembali dan memelukku untuk ketiga kalinya dengan sangat kuat 

lalu melepaskanku, dan berkata lagi: (Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang 

Menciptakan, Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan 

Tuhanmulah yang Maha Pemurah)." Nabi shallallahu 'alaihi wasallam kembali kepada 

keluarganya dengan membawa kalimat wahyu tadi dalam keadaan gelisah. Beliau menemui 

Khadijah binti Khawailidh seraya berkata: "Selimuti aku, selimuti aku!". Beliau pun diselimuti 

hingga hilang ketakutannya. Lalu Beliau menceritakan peristiwa yang terjadi kepada 

Khadijah: "Aku mengkhawatirkan diriku". Maka Khadijah berkata: "Demi Allah, Allah tidak 

akan mencelakakanmu selamanya, karena engkau adalah orang yang menyambung 

silaturrahim." Khadijah kemudian mengajak Beliau untuk bertemu dengan Waroqoh bin 

Naufal bin Asad bin Abdul 'Uzza, putra paman Khadijah, yang beragama Nasrani di masa 

Jahiliyyah, dia juga menulis buku dalam bahasa Ibrani, juga menulis Kitab Injil dalam Bahasa 

Ibrani dengan izin Allah. Saat itu Waroqoh sudah tua dan matanya buta. Khadijah berkata: 

"Wahai putra pamanku, dengarkanlah apa yang akan disampaikan oleh putra saudaramu 

ini". Waroqoh berkata: "Wahai putra saudaraku, apa yang sudah kamu alami". Maka 

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menuturkan peristiwa yang dialaminya. Waroqoh 

berkata: "Ini adalah Namus, seperti yang pernah Allah turunkan kepada Musa. Duhai 

seandainya aku masih muda dan aku masih hidup saat kamu nanti diusir oleh kaummu". 

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bertanya: "Apakah aku akan diusir mereka?" Waroqoh 

menjawab: "Iya. Karena tidak ada satu orang pun yang datang dengan membawa seperti apa 

yang kamu bawa ini kecuali akan disakiti (dimusuhi). Seandainya aku ada saat kejadian itu, 

pasti aku akan menolongmu dengan sekemampuanku". Waroqoh tidak mengalami peristiwa 

yang diyakininya tersebut karena lebih dahulu meninggal dunia pada masa fatroh 

(kekosongan) wahyu. Ibnu Syihab berkata; telah mengabarkan kepadaku Abu Salamah bin 

Abdurrahman bahwa Jabir bin Abdullah Al Anshari bertutur tentang kekosongan wahyu, 

sebagaimana yang Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ceritakan: "Ketika sedang berjalan 

aku mendengar suara dari langit, aku memandang ke arahnya dan ternyata Malaikat yang 

pernah datang kepadaku di gua Hiro, duduk di atas kursi antara langit dan bumi. Aku pun 

ketakutan dan pulang, dan berkata: "Selimuti aku. Selimuti aku". Maka Allah Ta'ala 

menurunkan wahyu: (Wahai orang yang berselimut) sampai firman Allah (dan berhala berhala tinggalkanlah). Sejak saat itu wahyu terus turun berkesinambungan." Hadits ini juga 

diriwayatkan oleh Abdullah bin Yusuf dan Abu Shalih juga oleh Hilal bin Raddad dari Az Zuhri. 

Dan Yunus berkata; dan Ma'mar menyepakati bahwa dia mendapatkannya dari Az Zuhri.


4. Telah menceritakan kepada kami Musa bin Isma'il dia berkata, Telah menceritakan kepada 

kami Abu 'Awanah berkata, bahwa Telah menceritakan kepada kami Musa bin Abu Aisyah 

berkata, Telah menceritakan kepada kami Sa'id bin Jubair dari Ibnu 'Abbas tentang firman 

Allah Ta'ala: (Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Quran karena hendak 

cepat-cepat ingin (menguasainya)." Berkata Ibnu 'Abbas: "Rasulullah shallallahu 'alaihi 

wasallam sangat kuat keinginannya untuk menghafalkan apa yang diturunkan (Al Qur'an) 

dan menggerak-gerakkan kedua bibir Beliau." Berkata Ibnu 'Abbas: "aku akan menggerakkan 

kedua bibirku (untuk membacakannya) kepada kalian sebagaimana Rasulullah shallallahu 

'alaihi wasallam melakukannya kepadaku". Berkata Sa'id: "Dan aku akan menggerakkan 

kedua bibirku (untuk membacakannya) kepada kalian sebagaimana aku melihat Ibnu 'Abbas 

melakukannya. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menggerakkan kedua bibirnya, 

Kemudian turunlah firman Allah Ta'ala: Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) 

Al Quran karena hendak cepat-cepat (menguasai) nya. Sesungguhnya atas tanggungan 

Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya". 

Maksudnya Allah mengumpulkannya di dalam dadamu (untuk dihafalkan) dan kemudian 

kamu membacanya: "Apabila Kami telah selesai membacakannya, maka ikutilah bacaannya 

itu". Maksudnya: "Dengarkanlah dan diamlah". Kemudian Allah Ta'ala berfirman: 

"Kemudian, sesungguhnya atas tanggungan Kamilah penjelasannya. Maksudnya: "Dan 

Kewajiban Kamilah untuk membacakannya" Dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sejak 

saat itu bila Jibril 'Alaihis Salam datang kepadanya, Beliau mendengarkannya. Dan bila Jibril 

'Alaihis Salam sudah pergi, maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam membacakannya (kepada 

para sahabat) sebagaimana Jibril 'Alaihis Salam membacakannya kepada Beliau shallallahu 

'alaihi wasallam

5. Telah menceritakan kepada kami Abdan dia berkata, telah mengabarkan kepada kami 
Abdullah telah mengabarkan kepada kami Yunus dari Az Zuhri dan dengan riwayat yang 
sama, telah menceritakan pula kepada kami Bisyir bin Muhammad berkata, telah 
mengabarkan kepada kami Abdullah berkata, telah mengabarkan kepada kami Yunus dan 
Ma'mar dari Az Zuhri seperti lainnya berkata, telah mengabarkan kepada kami Ubaidullah 
bin Abdullah dari Ibnu 'Abbas berkata, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam adalah 
manusia yang paling lembut terutama pada bulan Ramadlan ketika malaikat Jibril 'Alaihis 
Salam menemuinya, dan adalah Jibril 'Alaihis Salam mendatanginya setiap malam di bulan 
Ramadlan, dimana Jibril 'Alaihis Salam mengajarkan Al Qur'an. Sungguh Rasulullah 
shallallahu 'alaihi wasallam jauh lebih lembut daripada angin yang berhembus.




6. Telah menceritakan kepada kami Abu Al Yaman Al Hakam bin Nafi' dia berkata, telah 
mengabarkan kepada kami Syu'aib dari Az Zuhri telah mengabarkan kepadaku Ubaidullah 
bin Abdullah bin 'Utbah bin Mas'ud bahwa Abdullah bin 'Abbas telah mengabarkan 
kepadanya bahwa Abu Sufyan bin Harb telah mengabarkan kepadanya; bahwa Heraclius 
menerima rombongan dagang Quraisy, yang sedang mengadakan ekspedisi dagang ke 
Negeri Syam pada saat berlakunya perjanjian antara Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dengan 
Abu Sufyan dan orang-orang kafir Quraisy. Saat singgah di Iliya' mereka menemui Heraclius 
atas undangan Heraclius untuk di diajak dialog di majelisnya, yang saat itu Heraclius bersama 
dengan para pembesar-pembesar Negeri Romawi. Heraclius berbicara dengan mereka 
melalui penerjemah. Heraclius berkata; "Siapa diantara kalian yang paling dekat hubungan 
keluarganya dengan orang yang mengaku sebagai Nabi itu?." Abu Sufyan berkata; maka aku
menjawab; "Akulah yang paling dekat hubungan kekeluargaannya dengan dia". Heraclius 
berkata; "Dekatkanlah dia denganku dan juga sahabat-sahabatnya." Maka mereka 
meletakkan orang-orang Quraisy berada di belakang Abu Sufyan. Lalu Heraclius berkata 
melalui penerjemahnya: "Katakan kepadanya, bahwa aku bertanya kepadanya tentang lelaki 
yang mengaku sebagai Nabi. Jika ia berdusta kepadaku maka kalian harus 
mendustakannya."Demi Allah, kalau bukan rasa malu akibat tudingan pendusta yang akan 
mereka lontarkan kepadaku niscaya aku berdusta kepadanya." Abu Sufyan berkata; Maka 
yang pertama ditanyakannya kepadaku tentangnya (Nabi shallallahu 'alaihi wasallam) 
adalah: "bagaimana kedudukan nasabnya ditengah-tengah kalian?" Aku jawab: "Dia adalah 
dari keturunan baik-baik (bangsawan) ". Tanyanya lagi: "Apakah ada orang lain yang pernah 
mengatakannya sebelum dia?" Aku jawab: "Tidak ada". Tanyanya lagi: "Apakah bapaknya 
seorang raja?" Jawabku: "Bukan". Apakah yang mengikuti dia orang-orang yang terpandang 
atau orang-orang yang rendah?" Jawabku: "Bahkan yang mengikutinya adalah orang-orang 
yang rendah". Dia bertanya lagi: "Apakah bertambah pengikutnya atau berkurang?" Aku 
jawab: "Bertambah". Dia bertanya lagi: "Apakah ada yang murtad disebabkan dongkol 
terhadap agamanya?" Aku jawab: "Tidak ada". Dia bertanya lagi: "Apakah kalian pernah 
mendapatkannya dia berdusta sebelum dia menyampaikan apa yang dikatakannya itu?" Aku 
jawab: "Tidak pernah". Dia bertanya lagi: "Apakah dia pernah berlaku curang?" Aku jawab: 
"Tidak pernah. Ketika kami bergaul dengannya, dia tidak pernah melakukan itu". Berkata 
Abu Sufyan: "Aku tidak mungkin menyampaikan selain ucapan seperti ini". Dia bertanya lagi: 
"Apakah kalian memeranginya?" Aku jawab: "Iya". Dia bertanya lagi: "Bagaimana kesudahan 
perang tersebut?" Aku jawab: "Perang antara kami dan dia sangat banyak. Terkadang dia 
mengalahkan kami terkadang kami yang mengalahkan dia". Dia bertanya lagi: "Apa yang 
diperintahkannya kepada kalian?" Aku jawab: "Dia menyuruh kami; 'Sembahlah Allah 
dengan tidak menyekutukannya dengan sesuatu apapun, dan tinggalkan apa yang dikatakan 
oleh nenek moyang kalian. ' Dia juga memerintahkan kami untuk menegakkan shalat, 
menunaikan zakat, berkata jujur, saling memaafkan dan menyambung silaturrahim". Maka 
Heraclius berkata kepada penerjemahnya: "Katakan kepadanya, bahwa aku telah bertanya 
kepadamu tentang keturunan orang itu, kamu ceritakan bahwa orang itu dari keturunan 
bangsawan. Begitu juga laki-laki itu dibangkitkan di tengah keturunan kaumnya. Dan aku 
tanya kepadamu apakah pernah ada orang sebelumnya yang mengatakan seperti yang 
dikatakannya, kamu jawab tidak. Seandainya dikatakan ada orang sebelumnya yang 
mengatakannya tentu kuanggap orang ini meniru orang sebelumnya yang pernah 
mengatakan hal serupa. Aku tanyakan juga kepadamu apakah bapaknya ada yang dari 
keturunan raja, maka kamu jawab tidak. Aku katakan seandainya bapaknya dari keturunan 
raja, tentu orang ini sedang menuntut kerajaan bapaknya. Dan aku tanyakan juga kepadamu 
apakah kalian pernah mendapatkan dia berdusta sebelum dia menyampaikan apa yang 
dikatakannya, kamu menjawabnya tidak. Sungguh aku memahami, kalau kepada manusia 
saja dia tidak berani berdusta apalagi berdusta kepada Allah. Dan aku juga telah bertanya 
kepadamu, apakah yang mengikuti dia orang-orang yang terpandang atau orang-orang yang 
rendah?" Kamu menjawab orang-orang yang rendah yang mengikutinya. Memang mereka 
itulah yang menjadi para pengikut Rasul. Aku juga sudah bertanya kepadamu apakah 
bertambah pengikutnya atau berkurang, kamu menjawabnya bertambah. Dan memang 
begitulah perkara iman hingga menjadi sempurna. Aku juga sudah bertanya kepadamu 
apakah ada yang murtad disebabkan marah terhadap agamanya. Kamu menjawab tidak ada. 
Dan memang begitulah iman bila telah masuk tumbuh bersemi di dalam hati. Aku juga sudah 
bertanya kepadamu apakah dia pernah berlaku curang, kamu jawab tidak pernah. Dan 
memang begitulah para Rasul tidak mungkin curang. Dan aku juga sudah bertanya 
kepadamu apa yang diperintahkannya kepada kalian, kamu jawab dia memerintahkan kalian 
untuk menyembah Allah dengan tidak menyekutukannya dengan sesuatu apapun, dan 
melarang kalian menyembah berhala, dia juga memerintahkan kalian untuk menegakkan 
shalat, menunaikan zakat, berkata jujur, saling memaafkan dan menyambung silaturrahim. 
Seandainya semua apa yang kamu katakan ini benar, pasti dia akan menguasai kerajaan yang 
ada di bawah kakiku ini. Sungguh aku telah menduga bahwa dia tidak ada diantara kalian 
sekarang ini, seandainya aku tahu jalan untuk bisa menemuinya, tentu aku akan berusaha
keras menemuinya hingga bila aku sudah berada di sisinya pasti aku akan basuh kedua 
kakinya. Kemudian Heraclius meminta surat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang 
dibawa oleh Dihyah untuk para Penguasa Negeri Bashrah, Maka diberikannya surat itu 
kepada Heraclius, maka dibacanya dan isinya berbunyi: "Bismillahir rahmanir rahim. Dari 
Muhammad, hamba Allah dan Rasul-Nya untuk Heraclius. Penguasa Romawi, Keselamatan 
bagi siapa yang mengikuti petunjuk. Kemudian daripada itu, aku mengajakmu dengan seruan
Islam; masuk Islamlah kamu, maka kamu akan selamat, Allah akan memberi pahala 
kepadamu dua kali. Namun jika kamu berpaling, maka kamu menanggung dosa rakyat kamu, 
dan: Hai ahli kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada 

perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita 
persekutukan dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian 
yang lain sebagai Rabb selain Allah". Jika mereka berpaling, maka katakanlah kepada 
mereka: "Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)." 
Abu Sufyan menuturkan: "Setelah Heraclius menyampaikan apa yang dikatakannya dan 
selesai membaca surat tersebut, terjadilah hiruk pikuk dan suara-suara ribut, sehingga 
mengusir kami. Aku berkata kepada teman-temanku setelah kami diusir keluar; "sungguh dia 
telah diajak kepada urusan Anak Abu Kabsyah. Heraclius mengkhawatirkan kerajaan 
Romawi."Pada masa itupun aku juga khawatir bahwa Muhammad akan berjaya, sampai 
akhirnya (perasaan itu hilang setelah) Allah memasukkan aku ke dalam Islam. Dan adalah 
Ibnu An Nazhur, seorang Pembesar Iliya' dan Heraclius adalah seorang uskup agama 
Nashrani, dia menceritakan bahwa pada suatu hari ketika Heraclius mengunjungi Iliya' dia 
sangat gelisah, berkata sebagian komandan perangnya: "Sungguh kami mengingkari 
keadaanmu. Selanjutnya kata Ibnu Nazhhur, "Heraclius adalah seorang ahli nujum yang 
selalu memperhatikan perjalanan bintang-bintang. Dia pernah menjawab pertanyaan para 
pendeta yang bertanya kepadanya; "Pada suatu malam ketika saya mengamati perjalanan 
bintang-bintang, saya melihat raja Khitan telah lahir, siapakah di antara ummat ini yang di 
khitan?" Jawab para pendeta; "Yang berkhitan hanyalah orang-orang Yahudi, janganlah anda 
risau karena orang-orang Yahudi itu. Perintahkan saja keseluruh negeri dalam kerajaan anda, 
supaya orang-orang Yahudi di negeri tersebut di bunuh." Ketika itu di hadapakan kepada 
Heraclius seorang utusan raja Bani Ghasssan untuk menceritakan perihal Rasulullah 
shallallahu 'alaihi wasallam, setelah orang itu selesai bercerita, lalu Heraclius memerintahkan 
agar dia diperiksa, apakah dia berkhitan ataukah tidak. Seusai di periksa, ternyata memang 
dia berkhitam. Lalu di beritahukan orang kepada Heraclius. Heraclius bertanya kepada orang 
tersebut tentang orang-orang Arab yang lainnya, di khitankah mereka ataukah tidak?" Dia 
menjawab; "Orang Arab itu di khitan semuanya." Heraclius berkata; 'inilah raja ummat, 
sesungguhnya dia telah terlahir." Kemudian heraclisu berkirim surat kepada seorang 
sahabatnya di Roma yang ilmunya setarf dengan Heraclisu (untuk menceritakan perihal 
kelahiran Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam). Sementara itu, ia meneruskan 
perjalanannya ke negeri Himsha, tetapi sebelum tiba di Himsha, balasan surat dari 
sahabatnya itu telah tiba terlebih dahulu. Sahabatnya itu menyetujui pendapat Heraclius 
bahwa Muhammad telah lahir dan bahwa beliau memang seorang Nabi. Heraclius lalu 
mengundang para pembesar Roma supaya datang ke tempatnya di Himsha, setelah 
semuanya hadir dalam majlisnya, Heraclius memerintahkan supaya mengunci semua pintu. 
Kemudian dia berkata; 'Wahai bangsa rum, maukah anda semua beroleh kemenangan dan 
kemajuan yang gilang gemilang, sedangkan kerajaan tetap utuh di tangan kita? Kalau mau, 
akuilah Muhammad sebagai Nabi!." Mendengar ucapan itu, mereka lari bagaikan keledai 
liar, padahal semua pintu telah terkunci. Melihat keadaan yang demikian, Heraclius jadi 
putus harapan yang mereka akan beriman (percaya kepada kenabian Muhammad). Lalu di
perintahkannya semuanya untuk kembali ke tempatnya masing-masing seraya berkata; 
"Sesungguhnya saya mengucapkan perkataan saya tadi hanyalah sekedar menguji keteguhan 
hati anda semua. Kini saya telah melihat keteguhan itu." Lalu mereka sujud di hadapan 
Heraclius dan mereka senang kepadanya. Demikianlah akhir kisah Heraclius. Telah di 
riwayatkan oleh Shalih bin Kaisan dan Yunus dan Ma'mar dari Az Zuhri.

Sumber konten dari : http://telkom-hadits9imam.com

Syair Insaf Diri ( سياير انساف ديري )

Syair Insaf Diri ( سياير انساف ديري )   Tatkala malam sunyi menyapa ,Ku renung diri dalam gelita, Banyaklah dosa yang ku bawa, Namun hidup t...