Dulu, Palestina adalah tanah yang damai. Yahudi, Muslim, dan Kristen hidup berdampingan. Tapi semua berubah saat kekuatan dunia membagi tanah itu tanpa suara rakyat aslinya. Inggris menjanjikan tanah itu untuk Zionis, dan sejak saat itu, penderitaan rakyat Palestina dimulai.
Palestina tidak menyerang. Mereka tidak datang untuk merampas. Justru mereka yang diusir, dibunuh, dan dijajah. Rumah mereka diambil, desa mereka dihapus dari peta, dan nama-nama lama diganti seolah sejarah bisa dilupakan.
Kini, setelah puluhan tahun penjajahan, dunia masih menutup mata. Anak-anak dibom, perempuan menangis di puing-puing rumah mereka, dan dunia hanya mengirim pernyataan kecaman—tanpa tindakan nyata.
Apakah ini adil? Apakah ini hanya konflik dua pihak? Atau ini ketidakadilan yang dibiarkan tumbuh oleh ketakutan dan kepentingan politik?
Ini bukan soal agama semata. Ini soal kemanusiaan. Ketika sebuah bangsa dijajah, dibungkam, dan ditindas, kita semua punya tanggung jawab untuk bersuara. Karena diam, juga adalah bentuk persetujuan.
Palestina mungkin tidak punya tentara. Tapi mereka punya hati yang tak pernah mati. Dan selama masih ada yang berdoa dan bersuara, mereka belum kalah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar