KEKUATAN IMAN SITI HAJAR
Dari Syria, Nabi Ibrahim membawa Hajar dan Ismail, menyusuri
padang pasir yang kering dan menyengat. Dalam terik matahari di tengah
tengah padang pasir yang kering kerontang, Nabi Ibrahim, menunggang
unta bersama Siti Hajar. Perjalanan agak sukar, namun hal itu tidak
menghambat perjalanan mereka.
Sepanjang perjalanan, dikuatkan hatinya untuk terus bertawakal.
Dia yakin, Allah tidak akan menganiaya hamba-Nya. Pasti ada hikmah
di balik perintah itu. Berbulan bulan perjalanan,tibalah mereka di Makkah.
Nabi Ibrahim masih juga berjalan hingga mereka tiba disebuah lembah
di tengah tengah padang pasir. Lembah ini sunyi sepi. Sepanjang mata
memandang, tak ada pepohonan bahkan mata airsebagaisyarat utama
kehidupan. Tapi Ibrahim tak punya pilihan lain. Allah telah memilih
tempat ini sebagai tempat tinggal Hajar dan anaknya Ismail. Inilah
tempat yang ditunjuk Allah menjadi daerah berlindung anak istrinya.
Nabi Ibrahim turun dari untanya dan mengikat tali unta di sebatang
pokok tamar.
Panas matahari seakan menyengat. Ibrahim sangat haus, namun
ia tidak perduli. Yang difikirkannya, bagaimanakah cara memberitahu
isterinya mengenai perintah Allah itu. Sepanjang perjalanan lidahnya
seolah olah kelu untuk berkata kata. Selepas Siti Hajar diturunkan,
Ibrahim menurunkan semua perbekalan ala kadarnya untuk Hajar
dan Ismail. Ia menata sekedarnya tempat itu. Dibuatnya atap dedaunan
untuk tempat Ismail tidur. Setelah itu diciumnya kening istri yang
dicintainya itu. Dengan suara parau, Ibrahim mohon pamit.“Wahai suamiku, apakah aku akan ditinggalkan bersama anakmu
di sini?”
Tanpa memandang wajah isterinya, Nabi Ibrahim hanya mampu
menganggukkan kepala. “Oh… kiranya karena dosaku menyebabkan
engkau bertindak begini, ampunkanlah aku.Aku tidak sanggup di tinggalkan
di tengah-tengah padang pasir yang kering kerontang ini.”
Nabi Ibrahim menjawab: “Tidak wahai isteriku, bukan karena
dosamu…”
Siti Hajar bertanya lagi: “Kalau bukan karena dosaku, bagaimana
dengan anak ini… Anak ini tidak tahu apa-apa. Tegakah engkau meninggalkannya?”
Kepiluan dan kesedihan Nabi Ibrahim, hanya Allah yang tahu.
Katanya: “Tidak, bukan itu maksudku. Tapi apa dayaku… ketahuilah,
ini semua adalah perintah Allah.”
Apabila disebut perintah Allah, Siti Hajar terdiam. Kelu lidahnya
untuk terus merayu. Terbayang olehnya penderitaan yang bakal dihadapi
sendirian nanti. Dia yakin kalau tidak karena perintah Allah, mana
sanggup suaminya meninggalkan dia serta anaknya di situ.
Siti Hajar berupaya menguatkan tawakkal dan pertolongan kepada
Allah. Namun hatinya masih tertanya-tanya, apakah hikmah dibalik
perintah Allah itu? Ketika gejolak hatinya semakin memuncak, dengan
rahmat Allah, disingkapkan oleh Allah penglihatan Siti Hajar ke suatu
masa akan datang. Digambarkan tempat itu nantinya akan didatangi
oleh manusia dariseluruh pelosok dunia, yang berduyun-duyun datang
untuk membesarkan Allah.
Melihat peristiwa itu, teguhlah hatinya. Cinta dengan Allah, dengan
menegakkan agama-Nya, memerlukan pengorbanan. Lalu dengan
hati yang berat tetapi penuh keyakinan, Siti Hajar berkata kepada
suaminya: “Jika benar ia adalah perintah Allah, tinggalkanlah kami
disini. Aku ridho ditinggalkan.” Suara Siti Hajar mantap sambil menyeka
air matanya.
Ditabahkan hatinya dengan berkata: “Mengenai keselamatan kami,
serah kan lah urusan itu kepada Allah. Pasti Dia akan membela kami.
Tidak mungkin Dia menganiaya kami yang lemah ini.”