Sabtu, 15 Juni 2024

KEKUATAN IMAN SITI HAJAR

  


KEKUATAN IMAN SITI HAJAR

Dari Syria, Nabi Ibrahim membawa Hajar dan Ismail, menyusuri

padang pasir yang kering dan menyengat. Dalam terik matahari di tengah

tengah padang pasir yang kering kerontang, Nabi Ibrahim, menunggang

unta bersama Siti Hajar. Perjalanan agak sukar, namun hal itu tidak

menghambat perjalanan mereka.

Sepanjang perjalanan, dikuatkan hatinya untuk terus bertawakal.

Dia yakin, Allah tidak akan menganiaya hamba-Nya. Pasti ada hikmah

di balik perintah itu. Berbulan bulan perjalanan,tibalah mereka di Makkah.

Nabi Ibrahim masih juga berjalan hingga mereka tiba disebuah lembah

di tengah tengah padang pasir. Lembah ini sunyi sepi. Sepanjang mata

memandang, tak ada pepohonan bahkan mata airsebagaisyarat utama

kehidupan. Tapi Ibrahim tak punya pilihan lain. Allah telah memilih

tempat ini sebagai tempat tinggal Hajar dan anaknya Ismail. Inilah

tempat yang ditunjuk Allah menjadi daerah berlindung anak istrinya.

Nabi Ibrahim turun dari untanya dan mengikat tali unta di sebatang

pokok tamar.

Panas matahari seakan menyengat. Ibrahim sangat haus, namun

ia tidak perduli. Yang difikirkannya, bagaimanakah cara memberitahu

isterinya mengenai perintah Allah itu. Sepanjang perjalanan lidahnya

seolah olah kelu untuk berkata kata. Selepas Siti Hajar diturunkan,

Ibrahim menurunkan semua perbekalan ala kadarnya untuk Hajar

dan Ismail. Ia menata sekedarnya tempat itu. Dibuatnya atap dedaunan

untuk tempat Ismail tidur. Setelah itu diciumnya kening istri yang

dicintainya itu. Dengan suara parau, Ibrahim mohon pamit.“Wahai suamiku, apakah aku akan ditinggalkan bersama anakmu

di sini?”

Tanpa memandang wajah isterinya, Nabi Ibrahim hanya mampu

menganggukkan kepala. “Oh… kiranya karena dosaku menyebabkan

engkau bertindak begini, ampunkanlah aku.Aku tidak sanggup di tinggalkan

di tengah-tengah padang pasir yang kering kerontang ini.”

Nabi Ibrahim menjawab: “Tidak wahai isteriku, bukan karena

dosamu…”

Siti Hajar bertanya lagi: “Kalau bukan karena dosaku, bagaimana

dengan anak ini… Anak ini tidak tahu apa-apa. Tegakah engkau meninggalkannya?”

Kepiluan dan kesedihan Nabi Ibrahim, hanya Allah yang tahu.

Katanya: “Tidak, bukan itu maksudku. Tapi apa dayaku… ketahuilah,

ini semua adalah perintah Allah.”

Apabila disebut perintah Allah, Siti Hajar terdiam. Kelu lidahnya

untuk terus merayu. Terbayang olehnya penderitaan yang bakal dihadapi

sendirian nanti. Dia yakin kalau tidak karena perintah Allah, mana

sanggup suaminya meninggalkan dia serta anaknya di situ.

Siti Hajar berupaya menguatkan tawakkal dan pertolongan kepada

Allah. Namun hatinya masih tertanya-tanya, apakah hikmah dibalik

perintah Allah itu? Ketika gejolak hatinya semakin memuncak, dengan

rahmat Allah, disingkapkan oleh Allah penglihatan Siti Hajar ke suatu

masa akan datang. Digambarkan tempat itu nantinya akan didatangi

oleh manusia dariseluruh pelosok dunia, yang berduyun-duyun datang

untuk membesarkan Allah.

Melihat peristiwa itu, teguhlah hatinya. Cinta dengan Allah, dengan

menegakkan agama-Nya, memerlukan pengorbanan. Lalu dengan

hati yang berat tetapi penuh keyakinan, Siti Hajar berkata kepada

suaminya: “Jika benar ia adalah perintah Allah, tinggalkanlah kami

disini. Aku ridho ditinggalkan.” Suara Siti Hajar mantap sambil menyeka

air matanya.

Ditabahkan hatinya dengan berkata: “Mengenai keselamatan kami,

serah kan lah urusan itu kepada Allah. Pasti Dia akan membela kami.

Tidak mungkin Dia menganiaya kami yang lemah ini.”

Siti Hajar menggenggam tangan suaminya. Kemudian diciumnya,
minta ridho atas segala perbuatannya selama mereka bersama. “Doakanlah
agar datang pembelaan Allah kepada kami,” kata Siti Hajar.
Nabi Ibrahim terharu dan bersyukur. Isterinya, Siti Hajar memang
wanita terpilih. Dia segera mengangkat tangannya untuk berdoa: “Ya
Tuhan kami. Aku tinggalkan anak dan isteriku di padang pasir yang
tandustanpa pohonberkayudanbuah-buahan.YaTuhankami,teguhkanlah
hati mereka dengan mendirikan sholat, jadikanlah hati manusia tertarik
kepada mereka, karuniakanlah rezeki pada mereka daripada buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur kepada-Mu.”
Menetes air matanya mendoakan keselamatan anak dan isteri
yang dicintai. Hati suami mana yang sanggup meninggalkan anak dan
isteri di padang pasir tandussejauh enam bulan perjalanan dari tempat
tinggalnya. Namun atas keyakinan pada janji Allah, ditunaikan juga
perintah Allah walaupun risiko yang bakal dihadapi adalah besar.
Selesai berdoa, tanpa menoleh ke arah isteri dan anaknya, Nabi
Ibrahim terus meninggalkan tempat itu dengan menyerahkan mereka
terus kepada Allah. Tinggallah Siti Hajar bersama anaknya yang masih
merah dalam pelukannya. Diiringi kepergian suaminya dengan linangan
air mata dan syukur.Ditabahkan hati untuk menerima segala kemungkinan
yang akan terjadi.
Tidak lama selepas kepergian Nabi Ibrahim, perbekalan makanan
dan minuman pun habis. Air susunya juga kering sama sekali.
Anaknya Ismail menangis kehausan. Siti Hajar kebingungan. Di
mana hendak di usahakannya air di tengah padang pasir yang kering
kerontang itu?
Ketika dia mencari-cari sumber air, dilihatnya dari jauh seperti
ada air di seberang bukit. Dia berlari ke arah sumber air itu. Tetapi apa
yang dilihatnya hanyalah fatamorgana.
Namun Siti Hajar tidak berputus asa. Dari tempat lain, dia melihat
seolah-olah di tempat di mana anaknya diletakkan memancar sumber
mata air.
Dia pun segera berlari ke arah anaknya. Tetapi sungguh malang,
yang dilihatnya adalah fatamorgana. Tanpa disadari dia bolak-balik
sebanyak tujuh kali antara dua bukit, Safa dan Marwa untuk mencari
sumber air.
Tubuhnya keletihan berlari ke sana ke mari mencari sumber air, namun
tiada tanda-tanda dia akan mendapat air. Sedangkan anak yang kehausan
itu terus menangis sambil menghentak-hentakkan kakinya ke bumi.
Tiba-tiba dengan rahmat Allah, sedang Siti Hajar mencari-cari air,
terpancarlah air dari dalam bumi di ujung kaki anaknya Ismail.
Pada waktu itu gembiranya hati Siti Hajar bukan kepalang. Dia
pun mengambil air itu dan terkeluar dari mulutnya, “Zam, zam, zam..”
yang berarti, berkumpullah, berkumpullah. Seolah-olah dia berkata
kepada air itu, “Berkumpullah untuk anakku.”
Selepas peristiwa itu, banyak kabilah yang berlalu akan berhenti
untuk mengambil air. Ada pula yang terus bermukim di lembah Bakkah
(Makkah) karena dekat dengan sumber air itu. Begitulah kehendak
Allah. Sengaja didatangkan sebab musabab untuk menjadikan Islam
gemilang dan Makkah menjadi tempat ziarah umat manusia.
Dikutip dari kitab: Qashash al-Anbiya’, karya Ibnu Kathir
Penulis
Prof.Dr. HM. Hasballah Thaib, MA
H. Zamakhsyari Hasballah, Lc, MA, Ph.D

KISAH NABI IBRAHIM A.S. DAN EMPAT EKOR BURUNG



 KISAH NABI IBRAHIM A.S. DAN EMPAT EKOR BURUNG

Alkisah ditengah-tengah masyarakat yang dipenuhi dengankesyirikan

dan noda kemaksiatan lahirlah seorang pemuda yang kelak kita kenal

sebagai Nabi Ibrahim. Ia anak dari seorang ayah yang bekerja sebagai

pemahat dan pedagang patung. Ia sebagai calon Rasul dan utusan

Allah yang akan membawa pelita kebenaran kepada kaumnya,jauhjauh telah diilhami akal sehat dan fikiran tajam serta kesadaran bahwa

apa yang telah diperbuat oleh kaumnya termasuk ayahnya sendiri

adalah perbuatan yang sesat yang menandakan kebodohan dan sempitnya

fikiran dan bahwa persembahan kaumnya kepada patung-patung itu

adalah perbuatan mungkar yang harus diberantas dan diperangi agar

mereka kembali kepada ibadah yang benar ialah ibadah kepada Allah

Tuhan Yang Maha Esa, Tuhan pencipta alam semesta ini.

Semasa remajanya Nabi Ibrahim sering disuruh ayahnya keliling

kota menjajakan patung-patung buatannya namun karena iman dan

tauhid yang telah diilhamkan oleh Tuhan kepadanya ia tidak bersemangat

untuk menjajakan barang-barang itu bahkan secara mengejek ia menawarkan

patung-patung ayahnya kepada calon pembeli dengan kata-kata: ”Siapakah

yang akan membeli patung-patung yang tidak berguna ini? “

Nabi Ibrahim yang sudah berketetapan hati hendak memerangi

syirik dan persembahan berhala yang berlaku dalam masyarakat kaumnya

ingin lebih dahulu mempertebal iman dan keyakinannya, menenteramkan

hatinya serta membersihkannya dari keragu-raguan yang mungkin

sesekali mengganggu fikirannya dengan memohon kepada Allah agar

diperlihatkan kepadanya bagaimanaDia menghidupkan kembali makhlukmakhluk yang sudah mati.

Berserulah ia kepada Allah: “ Ya Tuhanku! Tunjukkanlah kepadaku

bagaimanaengkaumenghidupkanmakhluk-makhlukyangsudahmati.”Allah

menjawab seruannya dengan berfirman: Tidakkah engkau beriman

dan percaya kepada kekuasaan-Ku? “Nabi Ibrahim menjawab:” Betul,

wahai Tuhanku, aku telah beriman dan percaya kepada-Mu dan kepada

kekuasaan-Mu, namun aku ingin sekali melihat itu dengan mata kepala

ku sendiri, agar aku mendapat ketenteraman dan ketenangan dan

hatiku dan agar makin menjadi tebal dan kokoh keyakinanku kepadaMu dan kepada kekuasaan-Mu.”

Allah memperkenankan permohonan Nabi Ibrahim lalu di perintahkanlah

ia menangkap empat ekor burung lalu setelah memperhatikan dan

meneliti bahagian tubuh-tubuh burung itu, memotongnya menjadi

berkeping-keping mencampur-baurkan kemudian tubuh burung yang

sudak hancur-luluh dan bercampur-baur itu diletakkan di atas puncak

setiap bukit dari empat bukit yang letaknya berjauhan satu dari yang lain.

Setelah dikerjakan apa yang telah diisyaratkan oleh Allah itu,

diperintahnyalah Nabi Ibrahim memanggil burung-burung yang sudah

terkoyak-koyak tubuhnya dan terpisah jauh tiap-tiap bahagian tubuh

burung dari bahagian yang lain. Dengan izin Allah dan kuasa-Nya

datanglah berterbangan empat ekor burung itu dalam keadaan utuh

bernyawa seperti sedia kala begitu mendengar seruan dan panggilan

Nabi Ibrahim kepadanya lalu hinggaplah empat burung yang hidup

kembali itu di depannya, dilihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana

Allah Yang Maha Berkuasa dapat menghidupkan kembali makhlukNya yang sudah mati sebagaimana Dia menciptakannya dari sesuatu

yang tidak ada.

Dan dengan demikian tercapailah apa yang diinginkan oleh Nabi

Ibrahim untuk mententeramkan hatinya dan menghilangkan kemungkinan

ada keraguan di dalam iman dan keyakinannya, bahwa kekuasaan dan

kehendak Allah tidak ada sesuatu pun di langit atau di bumi yang

dapat menghalangi atau menentangnya dan hanya kata “Kun” yang

difirmankan Oleh-Nya maka terjadilah akan apa yang dikehendaki

“Fayakun”.

Dikutip dari kitab: Qashash al-Anbiya’, karya Al-Tsa’labi

Penulis

Prof.Dr. HM. Hasballah Thaib, MA

H. Zamakhsyari Hasballah, Lc, MA, Ph.D

KISAH NABI IDRIS AS

 







KISAH NABI IDRIS A.S.

Idris a.s adalah salah seorang rasul yang merupakan putra dari

Nabi Adam a.s yang pertama kali diberikan hak kenabian oleh Allah

setelah Adam dan Shiyth a.s. Nabi Idris adalah keturunan keenam

dari Nabi Adam, putra dari Yarid bin Mihla’iel bin Qinan bin Anusy

bin Shiyth bin Adam a.s. yang menjadi keturunan pertama yang diutus

menjadi nabi setelah Adam dan Shiyth. Menurut kitab tafsir, beliau

hidup 1.000 tahun setelah Nabi Adam wafat.

Nabi Idris dianugerahi kepandaian dalam berbagai disiplin ilmu,

kemahiran, serta kemampuan untuk menciptakan alat-alat untuk

mempermudah pekerjaan manusia,sepertipengenalantulisan, matematika,

astronomi, dan lain sebagainya. Menurut suatu kisah, terdapat suatu

masa di mana kebanyakan manusia akan melupakan Allah sehingga

Allah menghukum manusia dengan kemarau yang berkepanjangan.

NabiIdris pun turun tangan dan memohon kepadaAllah untuk mengakhiri

hukuman tersebut. Allah mengabulkan permohonan itu dan berakhirlah

musim kemarau tersebut dengan ditandai turunnya hujan.

Nabi Idris diperkirakan bermukim di Mesir di mana ia berdakwah

untuk menegakkan agama Allah, mengajarkan tauhid, dan beribadah

menyembahAllahsertamemberibeberapapedomanhidupbagipengikutnya

supaya selamat dari siksa dunia dan akhirat.

NABI IDRIS KEDATANGAN TAMU

Nama Nabi Idris as. yang sebenarnya adalah ‘Akhnukh’. Sebab

beliau dinamakan Idris, karena beliau banyak membaca, mempelajari

(tadarrus) kitab Allah SWT. Setiap hari Nabi Idris menjahit gamis (baju

kemeja),setiap kali beliau memasukkan jarum untuk menjahit pakaiannya,

beliau mengucapkan tasbih. Jika pekerjaannya sudah selesai, kemudian

pakaian itu diserahkannya kepada orang yang memesannya dengan

tanpa meminta upah. Walaupun demikian, Nabi Idris masih sanggup

beribadah dengan amalan yang sukar untuk digambarkan. Sehingga

Malaikat Maut sangat rindu berjumpa dengan beliau.

Kemudian Malaikat Maut memohon kepadaAllah SWT, agar diizinkan

untuk pergi menemui Nabi Idris as. Setelah memberi salam, Malaikat

pun duduk. Nabi Idris as. mempunyai kebiasaan berpuasa sepanjang

masa. Apabila waktu berbuka telah tiba, maka datanglah malaikat dari

Syurga membawa makanan Nabi Idris, lalu beliau menikmati makanan

tersebut. Kemudian beliau beribadah sepanjang malam. Pada suatu

malam Malaikat Maut datang menemuinya,sambil membawa makanan

dari Syurga. Nabi Idris menikmati makanan itu. Kemudian Nabi Idris

berkata kepada Malaikat Maut: “Wahai tuan, marilah kita nikmati

makanan ini bersama-sama.” Tetapi Malaikat itu menolaknya. Nabi

Idristerus melanjutkan ibadahnya,sedangkan Malaikat Maut itu dengan

setia menunggu sampai terbit matahari. Nabi Idris merasa heran melihat

sikap Malaikat itu. Kemudian Nabi Idris berkata: “Wahai tuan, maukah

kamu berkeliling bersamaku untuk melihat keindahan alam sekitar?

Malaikat Maut menjawab: Baiklah Wahai Nabi Allah Idris.”

Maka berjalanlah keduanya melihat alam sekitar dengan berbagai

jenis tumbuh-tumbuhan hidup di situ. Akhirnya ketika mereka sampai

pada suatu kebun, maka Malaikat Maut berkata kepada Nabi Idris as.:

“Wahai Nabi Allah Idris, adakah tuan izinkan saya untuk mengambil

ini untuk saya makan? Nabi Idris pun menjawab: Subhanallah, mengapa

malam tadi tuan tidak mau memakan makanan yang halal, sedangkan

sekarang tuan mau memakan yang haram?”

Kemudian Malaikat Maut dan Nabi Idris meneruskan perjalanan

mereka. Tidak terasa oleh mereka bahwa mereka telah berkeliling

selama empat hari. Selama mereka bersahabat, Nabi Idris menemui

beberapa keanehan pada diri temannya itu. Segala tindak-tanduknya

berbeda dengan sifat-sifat manusia biasa. Akhirnya Nabi Idris tidak dapat

menahan hasrat ingin tahunya itu.

Kemudian beliau bertanya: “Wahaituan, bolehkah saya tahu,siapakah

tuan yang sebenarnya?”. Malaikat menjawab “Saya adalah Malaikat Maut.”

“Tuankah yang bertugas mencabutsemua nyawa makhluk?” “Benar

ya Nabi Allah Idris.”

“Sedangkan tuan bersama saya selama empat hari, adakah tuan

juga telah mencabut nyawa-nyawa makhluk?”

“Wahai Idris, selama empat hari ini banyak sekali nyawa yang telah

saya cabut. Roh makhluk-makhluk itu bagaikan hidangan di hadapanku,

aku ambil mereka bagaikan seseorang sedang menyantap makanan.”

“Wahai Malaikat, apakah tujuan tuan datang, apakah untuk ziarah

atau untuk mencabut nyawaku?”

“Saya datang untuk menziarahimu dan Allah SWT telah mengizinkan

niatku itu.”

“Wahai Malaikat Maut, kabulkanlah satu permintaanku kepadamu,

yaitu agar tuan mencabut nyawaku, kemudian tuan mohonkan kepada

AllahagarAllahmenghidupkansayakembali,supaya akudapatmenyembah

Allah Setelah aku merasakan dahsyatnya sakaratul maut itu.”

Malaikat Maut pun menjawab: “Sesungguhnya saya tidaklah mencabut

nyawa seseorang pun, melainkan hanya dengan keizinan Allah.”

LaluAllahSWT mewahyukan kepada Malaikat Maut, agar ia mencabut

nyawa Idris as. Maka dicabutnyalah nyawa Idris saat itu juga. Maka

Nabi Idris pun merasakan kematian ketika itu.

Di waktu Malaikat Maut melihat kematian Nabi Idris itu, maka

menangislah ia. Dengan perasaan hiba dan sedih ia bermohon kepada

Allah supaya Allah menghidupkan kembali sahabatnya itu.Allah mengabulkan

permohonannya, dan Nabi Idris pun dihidupkan oleh Allah SWT kembali.

Malaikat Izrail membawa Nabi Idris ke Syurga dan ke Neraka

Kemudian Malaikat Maut memeluk Nabi Idris, dan ia bertanya: “Wahai

saudaraku, bagaimanakah tuan merasakan rasa sakit dari maut itu?”

“Bila seekor binatang dikelupas kulitnya ketika ia masih hidup,

maka sakitnya maut itu seribu kali lebih sakit daripadanya.”Jawab

Nabi Idris a.s. Lalu Malaikat Izrail berkata “ Padahal kelembutan yang

saya lakukan terhadap tuan, ketika saya mencabut nyawa tuan itu,

belum pernah saya lakukan terhadap siapapun sebelum tuan.” Kemudian

Nabi Idris berkata “Wahai Malaikat Maut, saya mempunyai permintaan

lagi kepada tuan, yaitu saya sungguh-sungguh berhasrat melihat Neraka,

supaya saya dapat beribadah kepada Allah SWT lebih banyak lagi,

setelah saya menyaksikan dahsyatnya api neraka itu.” Malaikat Izrail

menjawab “Wahai Idris as. saya tidak dapat pergi ke Neraka jika tanpa

izin dari Allah SWT.”

Akhirnya Allah SWT mewahyukan kepada Malaikat Maut agar

ia membawa Nabi Idris ke dalam Neraka. Maka pergilah mereka berdua

ke Neraka.Di Neraka itu,NabiIdris as. dapat melihat semua yang diciptakan

Allah SWT untuk menyiksa musuh-musuh-Nya. Seperti rantai-rantai

yang panas, ular yang berbisa, api yang membara, timah yang mendidih,

pohon yang penuh berduri, air panas yang mendidih dan lain-lain.

Setelah merasa puas melihat keadaan Neraka itu, maka mereka

pun pulang. Kemudian Nabi Idris as. berkata kepada Malaikat Maut:

“Wahai Malaikat Maut, saya mempunyai hajat yang lain, yaitu agar

tuan dapat menolong saya membawa masuk ke dalam Syurga. Sehingga

saya dapat melihat apa-apa yang telah disediakan oleh Allah bagi kekasihkekasih-Nya. Setelah itu saya pun dapat meningkatkan lagi ibadah

saya kepada Allah SWT.” Lalu Malaikat Izrail menjawab “Saya tidak dapat

membawa tuan masuk ke dalam Syurga, tanpa perintah dari Allah SWT.”

Lalu Allah SWT pun memerintahkan kepada Malaikat Mautsupaya

ia membawa Nabi Idris masuk ke dalam Syurga.

Kemudian pergilah mereka berdua, sehingga mereka sampai di

pintu Syurga dan mereka berhenti di pintu tersebut. Dari situ Nabi

Idris dapat melihat pemandangan di dalam Syurga. Nabi Idris dapat

melihat segala macam kenikmatan yang disediakan oleh Allah SWT

untuk para wali-waliNya. Berupa buah-buahan, pohon-pohon yang

indah dan sungai-sungai yang mengalir dan lain-lain.

Kemudian Nabi Idris berkata: “Wahai saudaraku Malaikat Maut,

saya telah merasakan pahitnya maut dan saya telah melihat dahsyatnya

api Neraka. Maka mahukah tuan memohonkan kepada Allah untukku,

agar Allah mengizinkan aku memasuki Syurga untuk dapat meminum

airnya, untuk menghilangkan kesakitan mati dan dahsyatnya api Neraka?”

Maka Malaikat Maut pun bermohon kepada Allah. Kemudian

Allah memberi izin kepadanya untuk memasuki Syurga dan kemudian

harus keluarlagi. NabiIdris pun masuk ke dalam Syurga, beliau meletakkan

sepatutnya di bawah salah satu pohon Syurga, lalu ia keluar kembali dari

Syurga. Setelah beliau berada di luar, Nabi Idris berkata kepada Malaikat

Maut: “Wahai Malaikat Maut, aku telah meninggalkan Sepatutnya di dalam

Syurga.

Malaikat Maut pun berkata: Masuklah ke dalam Syurga, dan ambil

sepatu tuan.” Maka masuklah Nabi Idris, namun beliau tidak keluar

lagi, sehingga Malaikat Maut memanggilnya: “Ya Idris, keluarlah!.” Nabi

Idris menjawab “Tidak, wahai Malaikat Maut, karena Allah SWT telah

berfirman “Setiap yang berjiwa akan merasakan mati.” (Ali-Imran: 185)

Sedangkan saya telah merasakan kematian. Dan Allah berfirman yang

bermaksud: “Dan tidak ada seorang pun daripadamu, melainkan mendatangi

Neraka itu.” (Maryam: 71)

Dan saya pun telah mendatangi Neraka itu. Dan firman Allah

lagi yang bermaksud: “… Dan mereka sekali-kali tidak akan dikeluarkan

daripadanya (Syurga).” (Al-Hijr: 48)

MakaAllahmenurunkanwahyukepadaMalaikatMautitu: “Biarkanlah

dia, karena Aku telah menetapkan di azali, bahwa ia akan bertempat

tinggal di Syurga.”

Allah menceritakan tentang kisah Nabi Idris ini kepada Rasulullah

SAW dengan firman-Nya bermaksud: “Dan ceritakanlah (hai Muhammad

kepada mereka, kisah) Idris yang tersebut di dalam Al-Quran. Sesungguhnya

ia adalah seorang yang sangat membenarkan dan seorang Nabi. Dan

kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi.” (Maryam: 56-57)

Nabi Idris di dalam Al-Qur’an dan Hadits Terdapat empat ayat

yang berhubungan dengan Idris dalam Al-Qur’an, dimana ayat-ayat

tersebut saling terhubung didalam Surah Maryam (Maryam) dan Surah

Al-Anbiya’ (Nabi-nabi).

“Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka, kisah) Idris(yang

tersebut) di dalam Al-Quran. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat

membenarkan dan seorang nabi. Dan Kami telah mengangkatnya ke

martabat yang tinggi.” (Qur’an 19:56-57)

“Dan (ingatlah kisah) Ismail, Idris dan Dzulkifli. Semua mereka

termasuk orang-orang yang sabar. Kami telah memasukkan mereka kedalam

rahmat Kami. Sesungguhnya mereka termasuk orang-orang yang saleh.”

(Qur’an 21:85-86)

Dalam sebuah hadits, Idris disebutkan sebagai salah seorang dari

nabi-nabi pertama yang berbicara dengan Muhammad dalam salah

satu surga selama Mi’raj.

Diriwayatkan dari Abbas bin Malik “ Gerbang telah terbuka, dan

ketika aku pergi ke surga keempat, disana aku melihat Idris. Jibril berkata

(kepadaku). ‘Ini adalah Idris, berilah dia salammu.’ Maka aku mengucapkan

salam kepadanya dan ia mengucapkan salam kepadaku dan berkata 

‘Selamat datang,Wahai saudaraku yang alim dan nabi yang saleh.

(Sahih Bukhari)

Idris dipercayai sebagai seorang penjahit berdasarkan hadits ini:

Ibnu Abbas berkata, “Daud adalah seorang pembuat perisai, Adam seorang

petani, Nuh seorang tukang kayu, Idris seorang penjahit dan Musa adalah

penggembala.” (HR Al-Hakim)

Dikutip dari kitab: Qashash al-Anbiya, karya Ats-Tsa’laby

ÿ

NABI IDRIS A.S. DAN PEDOMAN HIDUP

Nabi Idris a.s adalah keturunan keenam Nabi Adam, putera dari

Yazid bin Mihla’iel bin Qoinan bin Anusy bin Syith bin Adam a.s dan

dia adalah keturunan pertama yang dikurniakan kenabian setelah

Adam dan Syith.

Nabi Idris a.s mengikut sementara riwayat bermukim di Mesir,

dimanaiaberdakwahuntukagamaAllahmengajarkantauhiddanberibadah

menyembahAllah serta memberi beberapa pedoman hidup bagi pengikutpengikut agar menyelamatkan diri dariseksaan di akhirat dan kehancuran

serta kebinasaan di dunia. Ia hidup sampai berusia 82 tahun.

Di antara beberapa nasihat dan kata-kata mutiaranya ialah :-

1. Kesabaran yang disertai iman kepada Allah membawa kemenangan.

2.Orang yang bahagia adalah orang yang merendah diri dan mengharapkan

syafaat dari Tuhannya dengan amal-amal solehnya.

3. Bila kamu memohon sesuatu daripada Allah dan berdoa, maka

ikhlaskanlah niatmu. Demikian pula puasa dan sembahyangmu.

4. Janganlah bersumpah dengan keadaan kamu berdusta dan janganlah

menuntutsumpahdariorang yang berdusta agar kamu tidak menyekutui

mereka dalam dosa.

5. Bertaatlah kepada raja-rajamu dan tunduklah kepada pembesarpembesarmu serta penuhilah selalu mulut-mulutmu dengan ucapan

syukur dan puji kepada Allah.

6. Janganlah iri terhadap orang yang mujur nasibnya karena mereka

tidak akan banyak dan lama menikmati kemujuran nasibnya.

7. Barang siapa melampaui kesederhanaan, tidak suatu pun akan

memuaskannya.

8. Tanpa membahagi-bahagikan nikmat yang diperolehi, seseorang

tidak dapat bersyukur kepada Allah atau nikmat-nikmat yang di perolehinya

itu.

Dikutip dari kitab: Qashash al-Anbiya’, karya Ibnu Kathir

Penulis

Prof.Dr. HM. Hasballah Thaib, MA

H. Zamakhsyari Hasballah, Lc, MA, Ph.D

Jumat, 14 Juni 2024

KISAH SAHABAT NABI : Al Thufail Bin ‘amr Al Dausy




                   Al Thufail Bin ‘Amr Al Dausy 

“Allahumma Ij’alhu Ayatan Tu’inuhu Ala Ma Yanwi Minal Khair (Ya 

Allah Berikanlah Untuknya Satu Tanda Kekuasaan yang Dapat 

Membantunya Mengerjakan Kebaikan yang Telah Ia Niatkan.” (Salah 

Satu Do’a Rasul Saw Untuknya) 

 

Al Thufail bin ‘Amr Al Dausy adalah pemimpin kabilah ‘Daus’ pada 

masa jahiliah. Dia adalah salah satu sosok pemuka Arab yang berpengaruh, 

dan salah seorang tokoh yang terhormat… 

Tungku tidak pernah diturunkan dari perapian baginya, dan tidak ada 

pintu yang tertutup baginya… 

Ia gemar memberi makan orang yang lapar, memberi rasa aman bagi 

orang yang ketakutan dan melindungi orang yang memohon perlindungan. 

Ditambah lagi dia adalah sosok yang beradab, cerdas dan pintar. Ia 

adalah seorang penyair yang memiliki perasaan yang peka dan lembut. Dia 

amat mengerti dengan manis dan pahitnya pembicaraan… sehingga 

kalimat yang diucapkannya mengandung bobot magis bagi yang 

mendengarnya. 



Al Thufail meninggalkan rumah tinggalnya di Tihamah3 menuju 

Mekkah. Kala itu pergumulan masih terus berlangsung anyara Rasulullah 

Saw dengan para kafir Quraisy. Masing-masing pihak membutuhkan 

pendukung dan sahabat… 

Rasul Saw berdo’a kepada Tuhannya dan yang menjadi senjata Beliau 

adalah keimanan dan kebenaran. Sedang kafir Quraisy menentang dakwah 

Rasul dengan segala jenis senjata, dan mereka berusaha menghalangi 

manusia dari Beliau dengan cara apapun. 

Al Thufail mendapati dirinya telah berada dalam peperangan itu tanpa 

persiapan apapun dan ia turut serta di dalamnya tanpa sengaja… 

Ia tidak datang ke Mekkah dengan tujuan ini, dan tidak ada dalam 

benaknya urusan Muhammad dan Quraisy. 

 

3.Daerah pinggir laut di Jazirah Arab yang sejajar dengan Laut MErah 


Dari sini maka dimulailah sebuah hikayat yang tak pernah terlupa bagi 

Al Thufail bin ‘Amr Al Dausy; Mari kita simak kisah ini, karena ia adalah 

sebuah kisah yang aneh. 



Al Thufail mengisahkan: “Aku tiba di Mekkah. Begitu para pemimpin 

Quraisy melihatku, mereka mendatangiku dan mereka menyambutku 

dengan begitu mulia. Dan mereka memposisikan diriku dengan begitu 

terhormat. 

Lalu para pemimpin dan pembesar mereka berkata kepadaku: “Ya 

Thufail. Engkau telah datang ke negeri kami. Ada seorang disini yang 

mengaku bahwa ia adalah seorang Nabi yang telah merusak urusan dan 

mencerai-berai persatuan serta jama’ah kami. Kamikhawatir ia dapat 

mengganggumu dan mengganggu kepemimpinanmu pada kaummu 

sebagaimana yang telah terjadi pada diri kami. Maka janganlah engkau 

berbicara dengannya, dan janganlah kau dengar apapun dari 

pembicaraannya; sebab ia memiliki ucapan seperti seorang penyihir: yang 

dapat memisahkan seorang anak dari ayahnya, dan seorang saudara dari 

saudaranya, dan seorang istri dari suaminya.” 

Al Thufail berkata: “Demi Allah, mereka terus saja menceritakan 

kepadaku tentang keanehan kisah Muhammad. Mereka membuat diriku 

dan kaumku menjadi takut dengan keajaiban perilaku Muhammad. 

Sehingga akupun bertekad untuk tidak mendekat kepadanya, dan untuk 

tidak berbicara atau mendengar apapun darinya. 

Saat aku datang ke Masjid untuk berthawaf di Ka’bah, dan mengambil 

berkah dengan para berhala yang ada di sana sebagaimana kami 

melakukan haji kepadanya untuk mengagungkan berhala-berhala tadi, 

akupun menutup telingaku dengan kapas karena khawatir telingaku 

mendengar sesuatu dari perkataan Muhammad. 

Akan tetapi bagitu aku masuk ke dalam Masjid aku mendapati ia 

sedang berdiri melakukan shalat dekat Ka’bah bukan seperti shalat yang 

biasa kami lakukan. Ia melakukan ibadah bukan seperti ibadah yang biasa 

kami kerjakan. Aku senang melihat pemandangan ini. Aku menjadi 

tercengang dengan ibadah yang dilakukannya. Aku mulai mendekat 

kepadanya. Sedikit demi sedikit tanpa disengaja sehingga aku begitu dekat 

dengannya… 

Kehendak Allah berbicara lain sehingga ada beberapa ucapannya yang 

hinggap di telingaku. Aku mendengar pembicaraan yang baik. Dan aku 

berkata dalam diri sendiri: “Celaka kamu wahai Thufail… engkau adalah 

seorang yang cerdas dan seorang penyair. Dan engkau dapat membedakan 

antara yang baik dan yang buruk. Lalu apa yang menghalangimu untuk 

mendengar apa yang diucapkan orang ini… Jika yang dibawa olehnya 

adalah kebaikan maka akan aku terima, jika itu adalah keburukan maka 

akan aku tinggalkan.” 

Al Thufail masih mengisahkan: “Kemudian aku masih terdiam sehingga 

Rasulullah Saw kembali ke rumahnya. Aku mengikuti Beliau dan begitu ia 

masuk ke dalam rumahnya, akupun turut masuk. Aku berkata: “Ya 

Muhammad, kaummu telah menceritakanmu kepadaku bahwa kamu 

begini dan begitu. Demi Allah, mereka terus-menerus membuatku khawatir 

dari mu sehingga aku menutup kedua telingaku dengan kapas agar aku 

tidak mendengarkan ucapanmu. Kemudian kehendak Allah berkata lain, 

sehingga aku mendengar sebagian dari ucapanmu, dan aku mengaggap hal 

itu adalah baik… maka ceritakanlah urusanmu padaku…! 

Beliau menceritakan urusannya kepadaku. Beliau juga membacakan 

untukku surat Al Ikhlas dan Al Falaq. Demi Allah, aku tidak pernah 

mendengar sebuah ucapan yang lebih baik daripada ucapan Beliau. Dan 

aku tidak pernah melihat urusan yang lebih lurus daripada urusannya. 

Pada saat itu, aku bentangkan tanganku kepadanya, dan aku bersaksi 

bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan 

Allah. Dan akupun masuk Islam. 



Al Thufail berkata: “Aku tinggal beberapa lama di Mekkah untuk 

mempelajari Islam dan aku selama itu aku menghapal beberapa ayat Al 

Qur’an yang mudah bagiku. Begitu aku berniat kembali ke kampungku aku 

berkata: “Ya Rasulullah, Aku adalah seseorang yang dipatuhi di keluargaku. 

Saat ini aku mau kembali kepada mereka dan menjadi penyeru mereka 

kepada Islam. Berdo’alah kepada Allah agar ia memberikan aku sebuah 

tanda kekuasaan-Nya yang dapat menjadi penolongku dalam berdakwah 

kepada mereka. Maka Rasul langsung berdo’a: “Allahumma ij’al lahu 

ayatan (Ya Allah jadikanlah untuknya sebuah tanda kekuasaan).” 

Aku pun mendatangi kaumku, sehingga jika aku tiba di sebuah tempat 

yang tinggi di sekitar rumah mereka maka turunlah sebuah cahaya di 

antara kedua mataku seolah sebuah lampu. Aku pun berdo’a: “Ya Allah, 

jadikanlah ia bukan pada wajahku, sebab aku khawatir mereka menduga 

bahwa ini adalah hukuman yang ditimpakan ke wajahku karena aku 

meninggalkan agama mereka… maka cahaya tadi bergeser dan turun ke 

pegangan cambukku. Maka para manusia yang ada saat itu mencoba untuk 

melihat cahaya tadi yang berada di cambukku seolah lampu yang 

tergantung. Dan aku datang menghampiri mereka dari lembah. Begitu aku 

turun ayah menghampiriku –Beliau saat itu sudah amat renta- Aku 

berkata: “Kita sudah tidak berhubungan lagi. Aku bukan milikmu dan 

engkau bukan milikku.” Ia bertanya: “Mengapa begitu, wahai anakku?” 

Aku menjawab: “Aku telah masuk Islam dan mengikuti agama Muhammad 

Saw” Ia berkata: “Duhai anakku, agamaku adalah agamamu.” Maka 

akupun berkata: “Kalau begitu, mandilah dan bersihkanlah pakaianmu. 

Lalu kemarilah agar aku mengajarkan apa yang pernah aku pelajari.” Lalu 

Beliau mandi dan membersihkan pakaiannya, kemudian Beliau datang 

menghampiriku sehingga aku paparkan Islam kepadanya dan iapun 

memeluk Islam. Kemudian istriku datang dan aku berkata kepadanya: 

““Kita sudah tidak berhubungan lagi. Aku bukan milikmu dan engkau 

bukan milikku.” Ia bertanyaL “Mengapa demikian? Demi ibu dan 

bapakku.” Aku menjawab: “Islam telah memisahkan antara kita. Aku telah 

masuk Islam dan mengikuti agama Muhammad Saw.” Ia berkata: “Kalau 

begitu, agamaku adalah agamamu.” Aku berkata: “Bersucilah dengan air 

Dzu Syara4!” Ia bertanya: “Demi ibu dan bapakku, apakah engkau tidak 

khawatir terkena musibah dari Dzu Syara?!” Aku menjawab: “Celaka kamu 

dan Dzu Syara… aku katakan kepadamu: pergilah dan mandilah di sana di 

tempat yang jauh dari pandangan manusia. Aku jamin pasti batu yang tuli 

itu tidak dapat melakukan apapun kepadamu.” 

Iapun berangkat dan mandi. Kemudian ia datang lagi dan aku 

paparkan Islam kepadanya sehingga iapun mau memeluknya. Kemudian 

aku berdakwah kepada penduduk Daus namun mereka tidak menjawab 

dengan segera ajakan ini kecuali Abu Hurairah dan Beliau adalah manusia 

yang paling dulu masuk Islam dari mereka.” 



Al Thufail berkata:“Aku mendatangi Rasulullah Saw di Mekkah dan aku 

mengajak Abu Hurairah saat itu… Nabi Saw bertanya kepadaku: “Apa yang 

ada di belakangmu wahai Thufail?” Aku menjawab: “Hati yang tertutup, 

dan kekafiran yang dahsyat. Di daerah Daus kefasikan dan kemaksiatan 

telah merajalela.” Lalu Rasulullah Saw berdiri, berwudhu lalu shalat dan ia 

mengangkatkan tangannya ke langit. Abu Hurairah berkata saat itu: 

“Ketika aku melihat Beliau melakukan hal itu aku khawatir Beliau 

mendo’akan kaumku sehingga mereka dapat binasa… 

Maka akupun berkata: “Ya kaumku….” Akan tetapi Rasulullah Saw 

berdoa: “Ya Allah berilah petunjuk bagi kaum Daus… Ya Allah berilah 

petunjuk bagi kaum Daus… Ya Allah berilah petunjuk bagi kaum Daus.” 

Lalu Beliau menoleh ke arag Thufail seraya bersabda: “Kembalilah ke 

kaummu dan berlaku haluslah kepada mereka dan ajaklah mereka 

memeluk Islam!” 



Al Thufail berkata: Aku masih saja terus berdakwah di daerah daus 

hingga Rasulullah Saw berhijrah ke Madinah. Meletuslah perang 

Badr,Uhud, dan Khandaq. Aku datang menghadap Nabi dengan membawa 

80 kepala keluarga dari daerah Daus yang telah masuk Islam dan 

menjalankan keislamannya dengan baik. Rasulullah Saw menjadi gembira 

karenanya, dan Beliau membagikan kepada kami jatah ghanimah (harta 

 


 4. Dzu Syara adalah berhala bagi penduduk Days yang disekelilingnya terdapat air yang mengalir 

dari gunung. 


rampasan perang) Khaibar5. Lalu kami berkata: “Ya Rasulullah, jadikanlah 

kami pasukan tempur sisi kanan dalam setiap peperangan yang kau 

lakukan. Dan jadikanlah semboyan kami: “Mabrur” 

Al Thufail masih berkisah: “Aku terus mendampingi Rasulullah Saw 

hingga Beliau menaklukkan Mekkah. Akupun berkata: “Ya Rasulullah, 

Kirimlah aku ke Dzul Kafain sebuah berhala milik ‘Amr bin Hamamah 

sehingga aku dapat membakarnya… Rasulpun mengizinkan Thufail untuk 

melakukan itu; dan ia berangkat menuju berhala itu dengan sebuah 

pasukan yang terdiri dari para kaumnya. 

Begitu ia sampai di sana dengan tekad bulat untuk membakar berhala 

itu. Rupanya banyak wanita, pria dan anak-anak yang menunggu 

datangnya musibah bagi diri Thufail. Mereka juga menunggu datangnya 

petir jika Thufail berani mendekat kepada Dzul Kafain. Akan tetapi Thufail 

terus mendekat ke arah berhala itu dengan disaksikan oleh para 

penyembah berhala… ia menyalakan api amarah di hatinya… seraya 

membacakan mantra:

Wahai Dzul Kafain aku bukanlah termasuk para penyembahmu 

Kami lahir lebih dahulu daripada dirimu 

Aku akan mengisi api dalam hatimu

Seiring api melahap berhala tersebut, maka terlahap juga kemusyrikan 

yang ada di kabilah Daus. Seluruh kaumnya masuk ke dalam Islam dan 

mereka melaksanakan keislamannya dengan baik. 



Al Thufail bin ‘Amr Al Dausy setelah itu terus mendampingi Rasul Saw 

hingga Beliau kembali ke sisi Tuhannya. 

Begitu kekhalifahan diserahkan kepada Abu Bakar As Shiddiq, Al 

Thufail meletakkan diri, pedang dan anaknya untuk taat kepada khalifah 

Rasulullah Saw. 

Tatkala pecah peperangan terhadap kaum murtad, Al Thufail berangkat 

dalam barisan terdepan kaum muslimin untuk memerangi Musailamah Al 

Kadzab. Dan ia ditemani oleh anaknya yang bernama ‘Amr. 

Saat dalam perjalanan menuju Al Yamamah, Thufail bermimpi dan ia 

berkata kepada para sahabatnya: “Aku mendapatkan sebuah mimpi, 

ta’birkanlah oleh kalian mimpi tersebut untukku!” Para sahabatnya 

bertanya: “Apa mimpimu itu?” Ia menjawab: “Aku bermimpi bahwa 

kepalaku dicukur, dan ada seekor burung keluar dari mulutku, dan ada 

seorang wanita yang memasukkan aku ke dalam perutnya. Dan anakku 

‘Amr mengejarku dengan cepat namun ada penghalang diantara kami.” 

Para sahabatnya berkata: “Mungkin akan membawa kebaikan.” Thufail 

 

5 .Khaibar: adalah sebuah oase di negeri hijaz yang dihuni oleh bangsa Yahudi 



berkata: “Demi Allah aku telah mencoba mentakwilkannya: adapun 

kepalaku yang tercukur itu berarti bahwa ia akan terpotong. Sedangkan 

burung yang keluar dari mulutku maka itu adalah ruhku… Adapun wanita 

yang memasukkan aku ke dalam perutnya adalah bumi dimana aku 

dikuburkan… Aku berharap dapat terbunuh sebagai syahid…. Sedangkan 

anakku yang mengejar diriku itu berarti bahwa ia juga mencari kesyahidan 

seperti yang akan aku dapatkan –jika Allah mengizinkan- akan tetapi ia 

akan mendapatkannya pada kesempatan selanjutnya. 



Dalam peperangan Al Yamamah seorang sahabat agung yang bernama 

Al Thufail bin ‘Amr Al Dausy tertimpa ujian yang begitu besar, sehingga ia 

jatuh tersungkur sebagai seorang syahid di medan perang. 

Sedangkan anaknya yang bernama ‘Amr masih terus berperang 

sehingga sekujur tubuhnya penuh dengan luka dan telapak tangan 

kanannya putus. Ia pun kembali ke Madinah dari Al Yamamah tanpa ayah 

dan telapak tangannya. 



Pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab, ‘Amr bin Thufail datang 

menghadap. Saat itu Umar sedang mendapat makanan, dan banyak orang 

yang berada di sekelilingnya. Umar mengajak semua orang tadi untuk 

menikmati makanannya. ‘Amr menolak undangan makan itu. Umar lalu 

berkata kepadanya: “Apa yang terjadi denganmu… apakah engkau tidak 

mau makan karena merasa malu karena tanganmu.” Ia menjawab: “Benar, 

ya Amirul Mukminin.” Umar berkata: “Demi Allah, aku tidak akan 

mencicipi makanan ini hingga ia tersentuh oleh tanganmu yang buntung 

itu… Demi Allah tidak ada seorangpun di kaum ini yang sebagian anggota 

tubuhnya berada di surga selain kamu, (maksudnya adalah tangan ‘Amr). 



Impian untuk mendapatkan syahadah (mati syahid) terus membayangi 

‘Amr sejak ia berpisah dengan ayahnya. Begitu perang Yarmuk meletus, 

‘Amr segera menyambutnya dengan orang-orang lain yang bersemangat. Ia 

terus saja berperang sehingga ia mendapatkan syahadah seperti yang 

didapatkan ayahnya. 



Semoga Allah merahmati Al Thufail bin ‘Amr Al Dausy; dia adalah 

seorang syahid ayah dari seorang syahid. 

Untuk dapat mengenal sosok Thufail bin ‘Amr Al Dausy lebih jauh 

dapat merujuk ke: 


1. Al Ishabah 2/ 225 atau tarjamah 4254 

2. Al Isti’ab (ala Hamisy al Ishabah) 2/230 

3. Usudul Ghabah 3/54-55 

4. Shifatus Shafwah 1/ 245-246 

5. Siar A’lam An Nubala 1/248-250 

6. Mukhtashar Tarikh Dimasyq 7/ 59-64 

7. Al Bidayah wa An Nihayah 6/337 

8. Syuhada Al Islam 138-143 

9. Sirah Bathal karya Muhammad Zaidan yang diterbitkan oleh Al 

Dar Al Su’udiyah tahun 1386 H.


Cerita ini bersumber dari penerbit :

Dari Al Adab Al Islamy 

Iman Abdur Rahman Ra’fat Al Basya 

Ridwan Abdur Rahman Ra’fat Al Basya


Untuk memiliki buku aslinya silahkan beli buku dari penerbit ini. 

Sekian dan terimakasih. 


“Maaf saya Cuma mau berbagi, 

Tidak bermaksud merugikan pihak Mana pun”

Selasa, 11 Juni 2024

KISAH SAHABAT NABI : Said Bin ‘amir Al Jumahi

 


                        Said Bin ‘Amir Al Jumahi 

“Said bin ‘Amir Adalah Seorang yang Sanggup Membeli Akhirat 

dengan Dunia. Ia Adalah Orang yang Mendahulukan Allah Dan 

Rasul-Nya Daripada Siapapun.” (Ahli Sejarah)

Seorang pemuda bernama Said bin ‘Amir Al Jumahi adalah salah satu 

dari ribuan orang muallaf yang datang dari daerah Tan’im daerah luar 

Mekkah demi memenuhi undangan para pemuka Quraisy untuk 

menyaksikan pembunuhan Khubaib bin ‘Ady salah seorang sahabat 

Muhammad setelah mereka berhasil menangkap Khubaib dengan cara 

menipunya. 

Jiwa muda dan kekuatan yang dimilikinya membuat Said mampu 

menerobos kumpulan manusia saat itu, sehingga ia dapat berdiri sejajar 

dengan para pemuka Quraisy seperti Abu Sufyanbin Harb, Shafwan bin 

Umayyah dan lainnya yang menyaksikan pemandangan saat itu. 

Kesempatan itu membuat Said dapat melihat para tawanan suku 

Quraisy yang sedang terikat. Tangan para wanita, anak-anak dan pemuda 

mendorong tubuh Said masuk ke arena pembunuhan, di tempat para suku 

Quraisy melakukan balas dendam kepada Muhammad lewat diri Khubaib, 

dan sebagai balas dari para anggota suku Quraisy yang mati dalam perang 

Badar. 



Saat kerumunan yang sesak itu sampai ke tempat pembunuhan dengan 

membawa tawanan. Berdirilah pemuda yang bernama Said bin ‘Amir Al 

Jumahy dengan tegaknya dihadapan Khubaib. Ia menyaksikan Khubaib 

berjalan ke arah kayu yang telah dipancangkan. Said mendengar suara 

Khubaib yang tenang diantara jeritan dan teriakan para wanita dan anak-

anak. Khubaib berkata: “Dapatkah kalian mengizinkan aku untuk 

melakukan shalat dua rakaat terlebih dahulu...?” Said lalu memperhatikan 

Khubaib saat ia menghadap kiblat dan melakukan shalat dua rakaat. Betapa 

bagus dan sempurna dua rakaat shalat yang dikerjakannya... 

Said juga memperhatikan saat Khubaib menghadap para pemuka 

Quraisy seraya berkata: “Demi Allah, kalau kalian tidak menduga bahwa 

aku akan memperpanjang shalat karena merasa takut mati, pasti aku akan 

memperbanyak bilangan shalat tadi.” 

Said menyaksikan kaumnya dengan kedua mata kepalanya saat mereka 

memotong bagian tubuh Khubaib yang masih hidup. Mereka memotong

setiap bagian tubuh Khubaib sambil berkata kepadanya: “Apakah kau ingin 

Muhammad menggantikan posisimu ini dan engkau akan selamat 

karenanya?” 

Ia menjawab –padahal darah mengalir di sekujur tubuhnya-: “Demi 

Allah, aku lebih suka menjadi pengaman dan meninggalkan istri dan 

anakku, daripada Muhammad di tusuk dengan duri.” 

Maka semua manusia yang hadir saat itu mengacungkan tangan 

mereka ke langit, seraya berteriak sengit: “Bunuh dia... bunuh dia!” 

Lalu Said bin ‘Amir menyaksikan dengan mata kepalanya senidir bahwa 

Khubaib mengangkat pandangannya ke langit dari atas tiang kayu seraya 

berdo’a: 

“Allahumma ahshihim adadan waqtulhum badadan wa la tughadir 

minhum ahadan (Ya Allah, hitunglah satu demi satu mereka semua. 

Bunuhlah mereka secara kejam. Janganlah kau sisakan satu 

orangpun dari mereka.” 

Khubaibpun meniupkan nafasnya yang terakhir. Pada tubuhnya banyak 

sekali bekas luka pedang dan tombak yang tidak bisa dihitung manusia. 



Suku Quraisy pun telah kembali ke Mekkah, dan mereka semua sudah 

lupa akan bangkai tubuh dan proses pembunuhan Khubaib. 

Akan tetapi dalam diri seorang pemuda yang hampir baligh bernama 

Said bin ‘Amir Al Jumahy tidak pernah hilang bayangan Khubaib sesaatpun. 

Said sering kali melihat Khubaib di kala tidur. Saat terjagapun, Said 

sering melihatnya dengan ilusi. Tergambar di benak Said saat Khubaib 

melakukan shalat dua rakaat yang begitu tenang dan nikmat didepan kayu 

yang terpancang. Said mendengar getaran suara Khubaib di telinganya saat 

Khubaib berdo’a untuk kehancuran suku Quraisy. Said menjadi khawatir 

terkena petir dibuatnya, atau takut terkena hujan batu yang jatuh dari 

langit karenanya. 

Lalu Khubaib seperti telah mengajarkan Said apa yang belum diketahui 

sebelumnya.... 

Khubaib mengajarkannya bahwa hidup yang sesungguhnya adalah 

akidah dan jihad di jalan akidah hingga mati. 

Khubaib mengajarkannya bahwa iman yang mantap akan 

menimbulkan banyak keajaiban dan mukjizat. 

Khubaib juga mengajarkannya hal lain, yaitu bahwa pria yang dicintai 

oleh para sahabatnya dengan cinta seperti ini tiada lain adalah seorang 

Nabi yang didukung oleh langit. 

Pada saat itu pula, Allah Swt melapangkan dada Said bin Amir untuk 

memeluk Islam. Maka ia berjalan menghampiri kerumunan manusia dan

mengumumkan keterlepasan dirinya dari perbuatan dosa yang telah 

dilakukan suku Quraisy, dan ia berikrar akan meninggalkan segala berhala 

yang pernah disembanya dan ia mengumumkan bahwa ia telah masuk 

Islam. 



Said turut ikut berhijrah ke Madinah, dan ia senantiasa mendampingi 

Rasulullah Saw. Ia pun turut dalam perang Khaibar dan perang-perang lain 

setelah itu. 

Setelah Nabi Saw kembali keharibaan Tuhannya, Said menjadi pedang 

terhunus bagi Khalifah pengganti Rasul yaitu Abu Bakar dan Umar, dan ia 

menjadi satu-satunya contoh bagi orang yang beriman yang berniat 

membeli kehidupan akhirat dengan dunianya. Ia rela mendahulukan Allah 

dan pahala yang akan diberikan daripada semua keinginan nafsu syahwat 

badan. 



Kedua khalifah Rasulullah Saw mengetahui dengan baik kebenaran dan 

ketaqwaan yang dimiliki oleh Said. Mereka berdua sering mendengarkan 

dengan serius setiap nasehat dan ucapan Said. 

Said mendatangi Umar saat Umar baru menjadi khalifah. Said berkata 

kepadanya: “Ya Umar, Aku berwasiat kepadamu agar engkau takut kepada 

Allah dalam urusan manusia. dan janganlah engkau takut kepada manusia 

dalam urusan Allah. Ucapanmu jangan pernah menyalahi perbuatanmu, 

sebab ucapan yang terbaik adalah yang dibenarkan oleh perbuatan.... 

Ya Umar, perhatikanlah dengan baik orang yang telah Allah 

percayakan kepadamu urusannya dari kaum muslimin baik mereka yang 

jauh ataupun yang dekat. Cintailah mereka sebagaimana engkau 

menyayangi dirimu dan keluargamu. Buatlah mereka membenci apa yang 

engkau dan keluargamu benci. Goncanglah kumpulan manusia untuk 

menuju kebaikan, dan janganlah engkau khawatir terhadap kecaman 

orang selagi di jalan Allah.” 

Umar pun bertanya: “ Siapa yang mampu melakukan itu, wahai Said?” 

Said menjawab: “Yang mampu melakukan itu adalah orang sepertimu yang 

telah diberikan Allah kepercayaan untuk mengurusi permasalahan ummat 

Muhammad. Tidak ada lagi jarak antara orang seperti dengan Allah. 

Sejurus kemudian Umar mengajak Said untuk menjadi salah seorang 

pembantunya seraya berkata: “Ya Said, Kami mengangkatmu menjadi wali 

(gubernur) daerah Himsh.” Said menjawab: “Ya Umar, Demi Allah 

janganlah engkau menimpakan fitnah (ujian) padaku.” Umar pun menjadi 

berang seraya berkata: “Celaka kalian... kalian meletakkan kepemimpinan 

ini di leherku, kemudian kalian mau lepas tangan dariku!! Demi Allah, aku 

tidak akan membiarkanmu.” Kemudian Umar mengangkat Said menjadi 

wali di daerah Himsh seraya bertanya: “Bolehkah kami menentukan gaji

buatmu?” Said menjawab: “Apa yang akan aku lakukan dengan gaji 

tersebut wahai Amirul Mukminin?! Sebab gaji dari baitul maal melebihi 

kebutuhanku.” Dan akhirnya Said pun berangkat ke Himsh. 



Sedikit sekali uang yang dibawa oleh Said bin ‘Amir hingga tiba saat 

datangnya beberapa orang dari penduduk Himsh yang dipercaya oleh 

Amirul Mukminin. Amirul Mukminin berkata kepada mereka: “Tuliskan 

nama-nama orang miskin kalian sehingga dapat aku cukupkan 

kebutuhannya!” Mereka pun melaporkan data yang mereka miliki di 

dalamnya terdapat nama fulan, fulan dan Said bin ‘Amir. Umar bertanya 

kepada mereka: “Siapakah Said bin ‘Amir ini?” Mereka menjawab: “Dia 

adalah pemimpin kami.” Umar bertanya: “Pemimpin kalian termasuk 

orang fakir?” Mereka menjawab: “Benar, Demi Allah lama waktu berjalan 

namun di rumahnya tidak ada tungku api menyala.” Maka meledaklah 

tangis Umar hingga air matanya membasahi janggut. Kemudian Beliau 

mengumpulkan uang sebanyak 1000 dinar dan ditaruhnya dalam sebuah 

ikatan seraya berkata: “Sampaikanlah salamku padanya dan katakan 

padanya bahwa Amirul Mukminin mengirimkan uang ini untukmu agar 

semua kebutuhanmu tercukupi.” 



Datanglah utusan tadi kepada Said dengan barang bawaannya. Said 

melihat bungkusan itu dan ternyata di dalamnya terdapat banyak uang 

dinar. Ia menolaknya seraya berkata: “Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun-

seolah ia terkena musibah- lalu datanglah istrinya tergopoh-gopoh sambil 

bertanya: “Ada apa Said, apakah Amirul Mukminin telah wafat?” Said 

menjawab: “Bahkan lebih dahsyat dari itu.” Istrinya bertanya lagi: “Apa 

yang lebih dahsyat dari itu?” Ia menjawab: “Dunia sudah merasuki diriku 

untuk merusak akhiratku. Dan kini fitnah sudah menyebar di rumahku.” 

Istrinya berkata: “Kalau begitu, campakan saja hal itu –padahal istrinya 

tidak tahu tentang uang dinar tadi-.” Said bertanya: “Maukah kamu 

menolongku untuk melakukannya?” Istrinya menjawab: “Ya.” Maka Said 

mengambil uang dinar tadi dan ia membaginya dalam beberapa bungkusan 

kemudian ia bagikan kepada kaum muslimin yang fakir. 



Tidak lama berselang, datanglah Umar ra ke beberapa daerah di Syam 

untuk memeriksa kondisi penduduknya. Saat ia tiba di Himsh –dan daerah 

ini disebut Al Kuwaifah sebagai panggilan kecil bagi kota Kufah, dan untuk 

mempersamakan daerah Himsh dengan Kufah karena banyaknya 

penduduk yang mengeluhkan kinerja para pegawai dan wali di wilayah 

mereka sebagaimana yang sering terjadi di Kufah- Saat Umar tiba di sana, 

beberapa penduduk menghampiri Umar untuk memberikan sambutan 

terhadapnya. Umar lalu bertanya kepada mereka: “Bagaimana pendapat

kalian tentang Amir (pemimpin) di sini?” Mereka mengadukan keluhan 

kepada Umar dan mereka menyebutkan 4 kekurangan Amir mereka, setiap 

1 masalah lebih besar dari lainnya. Umar berkisah: Maka akupun 

mengumpulkan Amir mereka yaitu Said bin Amir dengan orang-orang tadi. 

Dan aku berdo’a kepada Allah agar dugaanku tidak dibuat salah; karena 

aku menaruh kepercayaan besar kepada Said. 

Saat mereka dan pemimpinnya sudah tiba menghadapku, aku bertanya: 

“Apa yang kalian keluhkan dari amir kalian?” Mereka menjawab: “Ia tidak 

keluar bekerja sehingga hari sudah amat siang.” Aku bertanya: “Apa 

komentarmu dalam hal ini, ya Said?” Ia terdiam sejenak lalu berkata: 

“Demi Allah tadinya aku tidak mau mengatakan hal ini. Namun karena ini 

harus disampaikan maka akupun akan menceritakannya. Aku tidak punya 

pembantu di rumah. Setiap kali aku bangun di pagi hari, maka aku harus 

menumbuk gandum buat keluargaku. Kemudian aku harus mengaduknya 

dengan perlahan sehingga ia menjadi ragi. Lalu aku buatkan roti untuk 

keluargaku. Kemudian aku berwudhu dan keluar untuk mengurusi 

permasalahan manusia.” 

Umar bertanya: “Lalu apa lagi yang kalian keluhkan terhadapnya?” 

Mereka menjawab: “Ia tidak mau melayani seorangpun pada waktu 

malam.” Umar bertanya: “Apa komentarmu dalam hal ini, wahai Said?” Ia 

menjawab: “Demi Allah, Sungguh aku juga sungkan untuk menceritakan 

hal ini… Aku telah membagi waktu siangku untuk berkhidmat dalam 

urusan mereka, dan waktu malamku untuk Allah Swt.” 

Umar bertanya lagi: “Apa lagi yang kalian keluhkan darinya?” Mereka 

menjawab: “Ada satu hari dalam sebulan dimana ia tidak keluar untuk 

mengurusi kami.” Umar bertanya: “Apa maksudnya ini, wahai Said?” Ia 

menjawab: “Aku tidak memiliki pembantu, wahai Amirul Mukminin. Dan 

aku tidak memiliki baju kecuali yang sedang aku pakai ini. Aku 

mencucinya sebulan sekali dan aku menunggunya hingga ia kering. Dan 

pada penghujung hari, baru aku dapat keluar menemui mereka.” 

Umar bertanya lagi: “Apa lagi yang kalian keluhkan darinya?” Mereka 

menjawab: “Sering kali ia hilang kesadaran, sehingga ia tidak mengenali 

orang yang berada di sekelilingnya.” Umar bertanya: “Apa maksudnya hal 

ini, ya Said?!” Ia menjawab: “Aku menyaksikan pembunuhan Khubaib bin 

‘Ady pada saat itu aku musyrik, dan aku melihat para penduduk Quraisy 

memotong jasadnya dan mereka bertanya kepada Khubaib: ‘Apakah kau 

ingin Muhammad menggantikanmu di sini?’ Ia menjawab: ‘Demi Allah, 

aku tidak suka merasa aman dengan istri dan anakku, padahal Muhammad 

sedang dicucuk dengan duri….’ Dan aku selalu teringat akan hari itu dan 

mengapa aku tidak menolongnya sehingga aku menduga bahwa Allah tidak 

mengampuniku… maka akupun hilang kesadaran karenanya. 

Saat itu Umar langsung berkata: “Segala puji bagi Allah yang telah 

membuat dugaanku kepadanya tidak rusak.” Kemudian Umar 

mengirimkan 1000 dinar untuknya agar dapat memenuhi segala 

kebutuhannya. Begitu istri Said melihat uang tersebut, maka ia berkata: 

“Segala puji bagi Allah yang telah mencukupkan kami lewat khidmat yang

kau berikan. Belilah segala kebutuhan hidup kita. Dan carilah seseorang 

yang mau diupah sebagai pembantu!” Said berkata kepada istrinya: 

“Apakah kau punya sesuatu yang lebih baik dari itu?” Istrinya bertanya: 

“Apakah itu?” Said berujar: “Kita kembalikan lagi kepada orang yang 

membawanya, dan hal itu lebih kita butuhkan?” Istrinya bertanya lagi: 

“Apakah itu?” Ia menjawab: “Kita pinjamkan uang tersebut kepada Allah 

sebagai qardhan hasanan (pinjaman yang baik).” Istrinya menanggapi: 

“Benar. Dan engkau akan dibalas dengan kebaikan karenanya.” 

Setelah ia meninggalkan majlis maka ia membagikan uang dinar 

tersebut dalam beberapa bungkus dan ia berkata kepada salah seorang 

anggota keluarganya: “Bawalah ini kepada janda fulan, yatim fulan, si 

miskin fulan dan si fakir fulan. 



Semoga Allah meridhoi Said bin ‘Amir Al Jumahy. Beliau adalah salah 

seorang sosok yang mampu mendahulukan kepentingan orang lain, meski 

ia berada dalam kondisi yang mendesak. 

Untuk dapat mengenal sosok Said bin ‘Amir Al Jumahy lebih jauh dapat 

merujuk ke: 

1. Tahdzib Al Tahdzib 4/51 

2. Ibnu Asakir 6/145-147 

3. Sifatus Shafwah 1/273 

4. Hilliyatul Auliya 1/244 

5. Tarikhul Islam 2/35 

6. Al Ishabah 2/48 atau profil 3270 

7. Nasabu Quraisyin 399


Cerita ini bersumber dari penerbit :

Dari Al Adab Al Islamy 

Iman Abdur Rahman Ra’fat Al Basya 

Ridwan Abdur Rahman Ra’fat Al Basya


Untuk memiliki buku aslinya silahkan beli buku dari penerbit ini. 

Sekian dan terimakasih. 


“Maaf saya Cuma mau berbagi, 

Tidak bermaksud merugikan pihak Mana pun”

Sabtu, 08 Juni 2024

KISAH SAHABAT NABI : ANAS BIN MALIK AL ANSHARY

 


                     Anas Bin Malik Al Anshary 

“Allahumma Urzuqhu Maalan wa Waladan wa Baarik Lahu (Ya 

Allah berikanlah ia harta dan keturunan dan berkahilah dirinya).” 

(Doa Rasul Saw baginya) 

Anas bin Malik masih dalam usia belia saat ibunya yang bernama Al 

Ghumaisha’1

 mengajarkan kepadanya syahadatain (dua kalimat syahadat). 

Al Ghumaisha’ mengisi hati Anas untuk mencintai Sang Nabi pembawa 

ajaran Islam yang bernama Muhammad bin Abdillah alaihi afdhalus shalati 

wa azkas salam. 

Anas pun langsung tertarik untuk mendengarkan. Tidak 

mengherankan, terkadang telinga dapat membuat seseorang menjadi jatuh 

cinta sebelum pandangan mata menyaksikan... Betapa anak yang masih 

dalam usia belia ini berharap untuk pergi menjumpai Nabinya yang berada 

di Mekkah, atau Rasul Saw berkenan untuk mengunjungi mereka di Yatsrib

agar ia puas melihatnya dan bergembira karena telah berjumpa dengannya. 



Tidak lama berselang hingga di kota Yatsrib yang beruntung ini 

tersebar kabar bahwa Nabi Saw dan sahabatnya yang bernama As Shiddiq 

(Abu Bakar) sedang dalam perjalanan menuju Yatsrib... Maka setiap rumah 

menjadi ceria karenanya. Setiap relung hati manusia pun menjadi gembira 

dibuatnya... 

Semua mata dan hati manusia menjadi tertarik untuk menanti 

perjalanan yang disusuri oleh Nabi Saw dan sahabatnya menuju kota 

Yatsrib. 



Para remaja setiap pagi berteriak: “Muhammad telah datang!” Anas 

bersama bocah-bocah kecil lainnya berlari menuju ke sumber suara; akan 

tetapi ia tidak mendapati apa-apa dan akhirnya ia kembali dengan hati 

yang sedih. 



 

1

 Ada yang berpendapat nama beliau adalah Al Rumaisha. Namun nama Al Ghumaisha adalah 

pendapat yang lebih kuat karena merupakan sifat dari Ibu Anas. Lihat profil dirinya dalam kitab 

Shuwar min Hayati As Shahabiyaat karya penulis.


Di suatu pagi yang cerah dan segar, beberapa orang pria di kota Yatsrib

berteriak seraya mengatakan bahwa Muhammad dan seorang sahabatnya 

hampir tiba di Madinah. 

Serentak beberapa orang pria dewasa bergerak menuju jalan yang 

disusuri oleh Nabi Saw... 

Mereka semua bergegas secara berbondong-bondong berlari 

menghampiri Nabi Saw dan di antara mereka juga banyak anak dalam usia 

belia yang dengan wajah berseri dan hati bahagia pergi menyongsong 

kedatangan sang Nabi Saw. 

Di barisan para anak usia belia tersebut terdapat seorang anak yang 

bernama Anas bin Malik Al Anshary. 



Tibalah Rasul Saw beserta sahabatnya As Shiddiq. Mereka berdua tiba 

dengan sambutan meriah yang diberikan penduduk Madinah yang penuh 

sesak terdiri dari para pria dewasa dan anak-anak. 

Sedang para ibu dan gadis berada di atap rumah, memandang dari 

kejauhan datangnya sang Rasul Saw. Mereka bertanya-tanya: “Yang mana 

Rasul.... Yang mana Rasul?” 

Hari itu menjadi sejarah... Anas masih terus mengenangnya hingga 

pada usianya yang lebih dari 100 tahun. 



Baru saja Rasulullah Saw hendak tinggal dan menetap di Madinah; 

datanglah Al Ghumaisha’ binti Milhan ibunya Anas menghadap Beliau. 

Al Ghumaisha’ membawa anaknya yang masih kecil yang diajak untuk 

menghadap Rasulullah. Saat itu Anas berambut poni dengan uraian rambut 

kecil yang bergerak ke kanan dan ke kiri menutupi keningnya... 

Lalu Al Ghumaisha’ memberi salam kepada Nabi Saw seraya berkata: 

“Ya Rasulullah... Tidak ada seorang pria dan wanita pun dari suku Anshar 

yang menghadapmu kecuali mereka memberikan hadiah kepadamu. Aku 

tidak memiliki apa-apa untuk dijadikan hadiah selain anak ini saja... 

Ambillah ia dan jadikanlah ia pembantu sesuka hatimu!” 

Nabi Saw gembira mendengarnya dan Beliaupun menerima Anas 

dengan wajah yang sumringah. Beliau membelai kepala Anas dengan 

tangan Beliau yang mulia. Beliau juga membelai rambut poni Anas dengan 

jari Beliau yang lembut. Akhirnya Rasul Saw menerima Anas menjadi 

anggota keluarganya. 




Anas atau Unais –sebagaimana penduduk Madinah memanggilnya 

dengan panggilan manja- saat itu berusia 10 tahun saat ia mulai bahagia 

dapat membantu Nabi Saw. Ia terus tinggal dalam asuhan Nabi Saw hingga 

Beliau dipanggil oleh Allah Swt. 

Anas mendampingi Nabi Saw selama 10 tahun, dimana ia mendapatkan 

petunjuk langsung dari Nabi Saw untuk mensucikan dirinya. Ia juga 

menerima seluruh hadits Rasulullah sehingga memenuhi ruang dadanya. 

Anas juga mengetahui kondisi, cerita, rahasia dan kebiasaan terpuji Beliau 

yang jarang diketahui oleh orang lain. 



Anas dalam pergaulannya dengan Nabi Saw mendapatkan apa yang 

tidak didapat oleh seorang anak dari ayahnya. Ia juga menemukan dari 

keagungan sifat Rasul yang membuat seluruh dunia merasa iri kepadanya. 

Mari kita persilahkan Anas untuk bercerita tentang beberapa kisah 

menarik dari pergaulannya dengan Rasul Saw yang ia dapatkan dalam 

asuhan Beliau. Ia amat mengetahui hal ini, dan untuk menceritakannya ia 

amat berkompeten... 

Anas bin Malik berkata: “Rasulullah Saw adalah manusia yang paling 

baik akhlaknya, Beliau adalah manusia yang paling lapang dada dan Beliau 

adalah manusia yang paling penyayang... 

Beliau pernah menyuruhku untuk membeli sesuatu dan akupun keluar 

untuk membelinya. Di tengah jalan Aku berniat untuk bermain bersama 

para anak-anak di pasar dan aku tidak melakukan apa yang diperintahkan 

oleh Rasul kepadaku. Saat aku sudah bertemu dengan anak-anak tadi aku 

merasakan ada seorang pria yang berdiri di belakangku, dan ia menarik 

bajuku... Aku menoleh ke belakang, ternyata ia adalah Rasulullah Saw. 

Beliau tersenyum seraya berujar: “Wahai Unais, apakah kau sudah 

melakukan apa yang aku suruh?” Aku menjadi grogi dan berkata: “Baik... 

aku akan melakukannya sekarang, Ya Rasulullah....” 

Demi Allah, aku sudah membantu Beliau 10 tahun lamanya, namun 

atas apa yang aku lakukan sepanjang itu Beliau tidak pernah berkata: 

“Mengapa kau lakukan ini?” Dan Beliau tidak pernah berkata atas apa 

yang tidak aku kerjakan: “Mengapa kau tidak mengerjakannya?” 



Rasulullah Saw jika memanggil Anas maka Beliau memanggilnya 

dengan panggilan manja dan kasih sayang; terkadang Beliau 

memanggilnya dengan Unais. Kadang kala Beliau memanggilnya dengan 

‘Anakku’. 

Sering kali Rasulullah memberikan nasehat dan wejangan yang 

memenuhi relung hati dan sanubari Anas. Salah satunya adalah nasehat 

Beliau kepada Anas:

“Anakku, bila kau mampu berada di pagi dan sore hari tanpa ada 

dengki di hatimu pada siapapun, maka lakukanlah...! Anakku, yang 

demikian adalah termasuk sunnahku, barang siapa yang 

menghidupkan sunnahku maka ia telah mencintaiku... barang siapa 

yang mencintaiku maka ia akan berada di surga 

bersamaku...Anakku, jika kau masuk ke dalam rumah ucapkanlah 

salam karena itu akan membawa keberkahan bagimu dan juga bagi 

penghuni rumahmu.” 



Setelah Rasulullah Saw wafat Anas bin Malik masih hidup lebih dari 80 

tahun lamanya; Sepanjang itu ia mengisi ruang hatinya dengan ilmu dari 

Rasulullah Saw, dan ia mencoba mengasah otaknya dengan fikih yang 

diajarkan oleh Nabi Saw. Dalam masa yang sepanjang itu, Anas telah 

banyak menghidupkan hati para sahabat dan tabi’in2 dengan petunjuk dan 

ajaran Nabi Saw. Ia juga sering memberitahukan kepada orang lain sabda 

dan kebiasaan Rasulullah Saw. 

Dalam usia panjang yang dimilikinya ini, Anas menjadi referensi bagi 

kaum muslimin saat itu. Mereka akan mengadukan permasalahan 

kepadanya setiap kali mereka merasakan kesulitan. Setiap kali merasa 

bingung memutuskan suatu persoalan hukum mereka datang kepada Anas 

dan percaya atas apa yang ia putuskan. 

Salah satunya adalah sebagian orang yang memperdebatkan masalah 

agama tentang kebenaran adanya telaga Nabi Saw di hari kiamat. Mereka 

bertanya kepada Anas tentang hal tersebut. Anas berujar: “Aku tidak 

pernah menduga bahwa aku akan hidup untuk melihat orang-orang 

sepertimu yang memperdebatkan masalah telaga Rasul. Telah banyak 

wanita-wanita tua sebelumku, dimana setiap kali ia melakukan shalat pasti 

ia berdoa kepada Allah agar diberikan air minum dari telaga Nabi Saw.” 



Anas masih terus hidup dengan kenangan indah bersama Rasulullah 

Saw sepanjang umurnya. Ia amat bahagia di hari saat ia berjumpa dengan 

Beliau. Begitu terguncang saat berpisah. Ia sering kali mengulangi 

pembicaraan tentang hal tersebut... Anas begitu keras untuk berusaha 

mencontoh Rasulullah Saw dalam perbuatan dan ucapannya. Ia menyukai 

apa yang disukai Nabi Saw, dan membenci apa yang Beliau benci. Hal yang 

paling sering ia ingat saat bersama Nabi Saw adalah 2 hari: Hari pada kali 

 

2

 Tabi’in: Mereka adalah generasi pertama setelah masa para sahabat Nabi Saw. Para Ulama hadits 

membagi mereka menjadi beberapa tingkatan (tabaqat). Para tabi’in generasi awal adalah mereka yang 

sempat berjumpa dengan kesepuluh nama sahabat yang dijamin masuk surga, dan generasi tabi’in 

terakhir adalah mereka yang sempat berjumpa dengan para sahabat Nabi Saw yang berusia muda atau 

para sahabat yang wafat pada akhir-akhir masa… Lihat kitab Shuwar min Hayatit Tabi’in.


pertama ia berjumpa dengan Nabi Saw, dan hari dimana Beliau wafat pada 

terakhir kali. 

Jika ia mengenang hari pertama ia berjumpa Rasul, ia menjadi gembira 

dan semangat seolah ia menghirup aroma yang semerbak. Namun bila 

terbersit dalam benaknya hari yang kedua, ia menjadi sedih dan menangis. 

Malah ia mampu membuat manusia yang berada di sekelilingnya saat itu 

menjadi menangis. 

Sering kali ia berkata: “Aku melihat Nabi Saw saat Beliau datang kepada 

kami, dan akupun melihatnya saat Beliau wafat. Sampai kini aku belum 

menemukan hari lain seperti kedua hari tersebut. Pada hari Beliau datang 

ke Madinah, Beliau mampu menerangi semuanya... dan pada hari ia 

hampir melangkah menuju sisi Tuhannya, maka seolah semuanya menjadi 

gelap. Kali terakhir aku melihat Beliau adalah hari Senin di saat tirai kamar 

Beliau di buka. Aku melihat wajah Beliau seolah lembaran kertas. Saat itu 

semua orang berdiri di belakang Abu Bakar seraya memandang ke arah 

Beliau. Hampir saja mereka tak kuasa menahan diri. Lalu Abu Bakar 

memberi isyarat kepada mereka untuk tenang. Lalu wafatlah Rasulullah 

Saw di penghujung hari itu. Kami belum pernah melihat pemandangan 

yang lebih menakjubkan hati kami melebihi wajah Beliau saat kami 

mengubur jasad Beliau dengan tanah.” 



Rasulullah Saw sering kali mendo’akan Anas bin Malik.. Salah satu doa 

Beliau untuknya adalah: “Allahumma Urzuqhu Maalan wa Waladan, wa 

Baarik Lahu (Ya Allah, berikanlah ia harta dan keturunan, dan berkahilah 

hidupnya).” 

Allah mengabulkan doa Nabi-Nya, dan Anas menjadi orang dari suku 

Anshar yang paling banyak hartanya. Ia memiliki keturunan yang amat 

banyak, sehingga bila ia melihat anak serta cucunya maka jumlahnya 

melebihi 100 orang. 

Allah Swt memberikan keberkahan pada umurnya sehingga ia hidup 1 

abad lamanya ditambah 3 tahun lagi. 

Anas ra senantiasa berharap syafaat Nabi Saw untuk dirinya pada hari 

kiamat. Sering kali ia berucap: “Aku berharap dapat berjumpa dengan 

Rasulullah Saw pada hari kiamat sehingga aku dapat berkata kepada 

Beliau: “Ya Rasulullah, inilah pembantu kecilmu, Unais.” 



Ketika Anas mulai jatuh sakit menjelang kematiannya, ia berujar 

kepada keluarganya: “Talqinkan aku kalimat La ilaha illahu, 

Muhammadun Rasulullah.” Ia terus mengucapkan kalimat tadi hingga ia 

mati.

Ia berwasiat kepada keluarganya tentang sebuah tongkat kecil milik 

Rasulullah Saw agar tongkat tersebut dikuburkan bersamanya. Maka 

tongkat itupun diletakkan di sisi tubuh dan bajunya. 



Selamat kepada Anas bin Malik atas anugerah kebaikan yang telah 

Allah berikan kepadanya. Ia pernah hidup dalam bimbingan Rasulullah 

Saw 10 tahun lamanya. Ia juga termasuk perawi hadits Rasul terbanyak 

pada urutan ketiga setelah Abu Hurairah dan Abdullah bin Umar. Semoga 

Allah Swt membalas kebaikan dirinya dan ibunya yang bernama Al 

Ghumaisha atas jasa baik yang mereka lakukan terhadap Islam dan kaum 

muslimin. 

Untuk mengenal lebih dekat profil Anas bin Malik dapat merujuk ke: 

1. Al Ishabah 1/71 atau profil hal 277 

2. Al Isti’ab (Hamisy Al Ishabah) 1/71 

3. Tahdzhib Al Tahdzhib: 1/376.

4. Al Jam’u baina Al Rijal Al Shahihin: 1/35 

5. Usudul Ghabah: 1/258

6. Shifatus Shafwah: 1/298. 

7. Al Ma’arif: 133 

8. Al Ibar: 1/107 

9. Sirah Bathal: 107 

10. Tarikh Al Islam Al Dzahaby: 3/329 

11. Ibnu Asakir: 3/139 

12. Al Jarh wa Al Ta’dil: bagian 1 jilid 1/286

Cerita ini bersumber dari penerbit :

Dari Al Adab Al Islamy 

Iman Abdur Rahman Ra’fat Al Basya 

Ridwan Abdur Rahman Ra’fat Al Basya


Untuk memiliki buku aslinya silahkan beli buku dari penerbit ini. 

Sekian dan terimakasih. 


“Maaf saya Cuma mau berbagi, 

Tidak bermaksud merugikan pihak Mana pun”


Jumat, 07 Juni 2024

Cari cuan

 


Mencari cuan di internet bukan sesuatu yang mudah, 

Tapi juga bukan sesuatu yang sulit bagi yang mau berusaha

Contohnya mencari cuan di aplikasi pintar nya atau di aplikasi paidwork

Walau pun tidak banyak tapi bisa untuk kita coba

Kalau kalian mau mencoba

Ini link nya aku sediain

1. Ada banyak peluang loker & freelance yang cocok untuk kamu!


Kamu dan aku dapat BONUS REWARD jika kamu masukkan kode SAIIBQ saat mendaftar akun dan berhasil mengerjakan misi CariCuan / Pinjaman


Ubah waktu luang jadi uang s/d ratusan ribu di https://pintarnya.com/kerja/cari-cuan


Di app ini selain kami bisa cari cuan, kamu juga bisa cari info lowongan kerja di sekitar mu, 

Kamu bisa cari kerja yang sesuai dengan bakat yang kamu miliki, 

Cara nya kamu tinggal daftar dan isi data dirimu, 

Dan di sini juga kita bisa belajar skill baru. 


2. Paidwork

Di aplikasi ini kita di bayar pake kripto, 

Di aplikasi nya akan di ajarin tata cara nya, 

Kita cuma perlu nonton iklan, bermain game , ngisi survey dain lainnya untuk memperoleh poin, 

Dengan poin-poin yang kita kumpul kan itu bisa berubah jadi cuan, 

Untuk link nya lansung di download ajahttps://www.paidwork.com/?r=atian2595


Syair Insaf Diri ( سياير انساف ديري )

Syair Insaf Diri ( سياير انساف ديري )   Tatkala malam sunyi menyapa ,Ku renung diri dalam gelita, Banyaklah dosa yang ku bawa, Namun hidup t...