Selasa, 11 Juni 2024

KISAH SAHABAT NABI : Said Bin ‘amir Al Jumahi

 


                        Said Bin ‘Amir Al Jumahi 

“Said bin ‘Amir Adalah Seorang yang Sanggup Membeli Akhirat 

dengan Dunia. Ia Adalah Orang yang Mendahulukan Allah Dan 

Rasul-Nya Daripada Siapapun.” (Ahli Sejarah)

Seorang pemuda bernama Said bin ‘Amir Al Jumahi adalah salah satu 

dari ribuan orang muallaf yang datang dari daerah Tan’im daerah luar 

Mekkah demi memenuhi undangan para pemuka Quraisy untuk 

menyaksikan pembunuhan Khubaib bin ‘Ady salah seorang sahabat 

Muhammad setelah mereka berhasil menangkap Khubaib dengan cara 

menipunya. 

Jiwa muda dan kekuatan yang dimilikinya membuat Said mampu 

menerobos kumpulan manusia saat itu, sehingga ia dapat berdiri sejajar 

dengan para pemuka Quraisy seperti Abu Sufyanbin Harb, Shafwan bin 

Umayyah dan lainnya yang menyaksikan pemandangan saat itu. 

Kesempatan itu membuat Said dapat melihat para tawanan suku 

Quraisy yang sedang terikat. Tangan para wanita, anak-anak dan pemuda 

mendorong tubuh Said masuk ke arena pembunuhan, di tempat para suku 

Quraisy melakukan balas dendam kepada Muhammad lewat diri Khubaib, 

dan sebagai balas dari para anggota suku Quraisy yang mati dalam perang 

Badar. 



Saat kerumunan yang sesak itu sampai ke tempat pembunuhan dengan 

membawa tawanan. Berdirilah pemuda yang bernama Said bin ‘Amir Al 

Jumahy dengan tegaknya dihadapan Khubaib. Ia menyaksikan Khubaib 

berjalan ke arah kayu yang telah dipancangkan. Said mendengar suara 

Khubaib yang tenang diantara jeritan dan teriakan para wanita dan anak-

anak. Khubaib berkata: “Dapatkah kalian mengizinkan aku untuk 

melakukan shalat dua rakaat terlebih dahulu...?” Said lalu memperhatikan 

Khubaib saat ia menghadap kiblat dan melakukan shalat dua rakaat. Betapa 

bagus dan sempurna dua rakaat shalat yang dikerjakannya... 

Said juga memperhatikan saat Khubaib menghadap para pemuka 

Quraisy seraya berkata: “Demi Allah, kalau kalian tidak menduga bahwa 

aku akan memperpanjang shalat karena merasa takut mati, pasti aku akan 

memperbanyak bilangan shalat tadi.” 

Said menyaksikan kaumnya dengan kedua mata kepalanya saat mereka 

memotong bagian tubuh Khubaib yang masih hidup. Mereka memotong

setiap bagian tubuh Khubaib sambil berkata kepadanya: “Apakah kau ingin 

Muhammad menggantikan posisimu ini dan engkau akan selamat 

karenanya?” 

Ia menjawab –padahal darah mengalir di sekujur tubuhnya-: “Demi 

Allah, aku lebih suka menjadi pengaman dan meninggalkan istri dan 

anakku, daripada Muhammad di tusuk dengan duri.” 

Maka semua manusia yang hadir saat itu mengacungkan tangan 

mereka ke langit, seraya berteriak sengit: “Bunuh dia... bunuh dia!” 

Lalu Said bin ‘Amir menyaksikan dengan mata kepalanya senidir bahwa 

Khubaib mengangkat pandangannya ke langit dari atas tiang kayu seraya 

berdo’a: 

“Allahumma ahshihim adadan waqtulhum badadan wa la tughadir 

minhum ahadan (Ya Allah, hitunglah satu demi satu mereka semua. 

Bunuhlah mereka secara kejam. Janganlah kau sisakan satu 

orangpun dari mereka.” 

Khubaibpun meniupkan nafasnya yang terakhir. Pada tubuhnya banyak 

sekali bekas luka pedang dan tombak yang tidak bisa dihitung manusia. 



Suku Quraisy pun telah kembali ke Mekkah, dan mereka semua sudah 

lupa akan bangkai tubuh dan proses pembunuhan Khubaib. 

Akan tetapi dalam diri seorang pemuda yang hampir baligh bernama 

Said bin ‘Amir Al Jumahy tidak pernah hilang bayangan Khubaib sesaatpun. 

Said sering kali melihat Khubaib di kala tidur. Saat terjagapun, Said 

sering melihatnya dengan ilusi. Tergambar di benak Said saat Khubaib 

melakukan shalat dua rakaat yang begitu tenang dan nikmat didepan kayu 

yang terpancang. Said mendengar getaran suara Khubaib di telinganya saat 

Khubaib berdo’a untuk kehancuran suku Quraisy. Said menjadi khawatir 

terkena petir dibuatnya, atau takut terkena hujan batu yang jatuh dari 

langit karenanya. 

Lalu Khubaib seperti telah mengajarkan Said apa yang belum diketahui 

sebelumnya.... 

Khubaib mengajarkannya bahwa hidup yang sesungguhnya adalah 

akidah dan jihad di jalan akidah hingga mati. 

Khubaib mengajarkannya bahwa iman yang mantap akan 

menimbulkan banyak keajaiban dan mukjizat. 

Khubaib juga mengajarkannya hal lain, yaitu bahwa pria yang dicintai 

oleh para sahabatnya dengan cinta seperti ini tiada lain adalah seorang 

Nabi yang didukung oleh langit. 

Pada saat itu pula, Allah Swt melapangkan dada Said bin Amir untuk 

memeluk Islam. Maka ia berjalan menghampiri kerumunan manusia dan

mengumumkan keterlepasan dirinya dari perbuatan dosa yang telah 

dilakukan suku Quraisy, dan ia berikrar akan meninggalkan segala berhala 

yang pernah disembanya dan ia mengumumkan bahwa ia telah masuk 

Islam. 



Said turut ikut berhijrah ke Madinah, dan ia senantiasa mendampingi 

Rasulullah Saw. Ia pun turut dalam perang Khaibar dan perang-perang lain 

setelah itu. 

Setelah Nabi Saw kembali keharibaan Tuhannya, Said menjadi pedang 

terhunus bagi Khalifah pengganti Rasul yaitu Abu Bakar dan Umar, dan ia 

menjadi satu-satunya contoh bagi orang yang beriman yang berniat 

membeli kehidupan akhirat dengan dunianya. Ia rela mendahulukan Allah 

dan pahala yang akan diberikan daripada semua keinginan nafsu syahwat 

badan. 



Kedua khalifah Rasulullah Saw mengetahui dengan baik kebenaran dan 

ketaqwaan yang dimiliki oleh Said. Mereka berdua sering mendengarkan 

dengan serius setiap nasehat dan ucapan Said. 

Said mendatangi Umar saat Umar baru menjadi khalifah. Said berkata 

kepadanya: “Ya Umar, Aku berwasiat kepadamu agar engkau takut kepada 

Allah dalam urusan manusia. dan janganlah engkau takut kepada manusia 

dalam urusan Allah. Ucapanmu jangan pernah menyalahi perbuatanmu, 

sebab ucapan yang terbaik adalah yang dibenarkan oleh perbuatan.... 

Ya Umar, perhatikanlah dengan baik orang yang telah Allah 

percayakan kepadamu urusannya dari kaum muslimin baik mereka yang 

jauh ataupun yang dekat. Cintailah mereka sebagaimana engkau 

menyayangi dirimu dan keluargamu. Buatlah mereka membenci apa yang 

engkau dan keluargamu benci. Goncanglah kumpulan manusia untuk 

menuju kebaikan, dan janganlah engkau khawatir terhadap kecaman 

orang selagi di jalan Allah.” 

Umar pun bertanya: “ Siapa yang mampu melakukan itu, wahai Said?” 

Said menjawab: “Yang mampu melakukan itu adalah orang sepertimu yang 

telah diberikan Allah kepercayaan untuk mengurusi permasalahan ummat 

Muhammad. Tidak ada lagi jarak antara orang seperti dengan Allah. 

Sejurus kemudian Umar mengajak Said untuk menjadi salah seorang 

pembantunya seraya berkata: “Ya Said, Kami mengangkatmu menjadi wali 

(gubernur) daerah Himsh.” Said menjawab: “Ya Umar, Demi Allah 

janganlah engkau menimpakan fitnah (ujian) padaku.” Umar pun menjadi 

berang seraya berkata: “Celaka kalian... kalian meletakkan kepemimpinan 

ini di leherku, kemudian kalian mau lepas tangan dariku!! Demi Allah, aku 

tidak akan membiarkanmu.” Kemudian Umar mengangkat Said menjadi 

wali di daerah Himsh seraya bertanya: “Bolehkah kami menentukan gaji

buatmu?” Said menjawab: “Apa yang akan aku lakukan dengan gaji 

tersebut wahai Amirul Mukminin?! Sebab gaji dari baitul maal melebihi 

kebutuhanku.” Dan akhirnya Said pun berangkat ke Himsh. 



Sedikit sekali uang yang dibawa oleh Said bin ‘Amir hingga tiba saat 

datangnya beberapa orang dari penduduk Himsh yang dipercaya oleh 

Amirul Mukminin. Amirul Mukminin berkata kepada mereka: “Tuliskan 

nama-nama orang miskin kalian sehingga dapat aku cukupkan 

kebutuhannya!” Mereka pun melaporkan data yang mereka miliki di 

dalamnya terdapat nama fulan, fulan dan Said bin ‘Amir. Umar bertanya 

kepada mereka: “Siapakah Said bin ‘Amir ini?” Mereka menjawab: “Dia 

adalah pemimpin kami.” Umar bertanya: “Pemimpin kalian termasuk 

orang fakir?” Mereka menjawab: “Benar, Demi Allah lama waktu berjalan 

namun di rumahnya tidak ada tungku api menyala.” Maka meledaklah 

tangis Umar hingga air matanya membasahi janggut. Kemudian Beliau 

mengumpulkan uang sebanyak 1000 dinar dan ditaruhnya dalam sebuah 

ikatan seraya berkata: “Sampaikanlah salamku padanya dan katakan 

padanya bahwa Amirul Mukminin mengirimkan uang ini untukmu agar 

semua kebutuhanmu tercukupi.” 



Datanglah utusan tadi kepada Said dengan barang bawaannya. Said 

melihat bungkusan itu dan ternyata di dalamnya terdapat banyak uang 

dinar. Ia menolaknya seraya berkata: “Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun-

seolah ia terkena musibah- lalu datanglah istrinya tergopoh-gopoh sambil 

bertanya: “Ada apa Said, apakah Amirul Mukminin telah wafat?” Said 

menjawab: “Bahkan lebih dahsyat dari itu.” Istrinya bertanya lagi: “Apa 

yang lebih dahsyat dari itu?” Ia menjawab: “Dunia sudah merasuki diriku 

untuk merusak akhiratku. Dan kini fitnah sudah menyebar di rumahku.” 

Istrinya berkata: “Kalau begitu, campakan saja hal itu –padahal istrinya 

tidak tahu tentang uang dinar tadi-.” Said bertanya: “Maukah kamu 

menolongku untuk melakukannya?” Istrinya menjawab: “Ya.” Maka Said 

mengambil uang dinar tadi dan ia membaginya dalam beberapa bungkusan 

kemudian ia bagikan kepada kaum muslimin yang fakir. 



Tidak lama berselang, datanglah Umar ra ke beberapa daerah di Syam 

untuk memeriksa kondisi penduduknya. Saat ia tiba di Himsh –dan daerah 

ini disebut Al Kuwaifah sebagai panggilan kecil bagi kota Kufah, dan untuk 

mempersamakan daerah Himsh dengan Kufah karena banyaknya 

penduduk yang mengeluhkan kinerja para pegawai dan wali di wilayah 

mereka sebagaimana yang sering terjadi di Kufah- Saat Umar tiba di sana, 

beberapa penduduk menghampiri Umar untuk memberikan sambutan 

terhadapnya. Umar lalu bertanya kepada mereka: “Bagaimana pendapat

kalian tentang Amir (pemimpin) di sini?” Mereka mengadukan keluhan 

kepada Umar dan mereka menyebutkan 4 kekurangan Amir mereka, setiap 

1 masalah lebih besar dari lainnya. Umar berkisah: Maka akupun 

mengumpulkan Amir mereka yaitu Said bin Amir dengan orang-orang tadi. 

Dan aku berdo’a kepada Allah agar dugaanku tidak dibuat salah; karena 

aku menaruh kepercayaan besar kepada Said. 

Saat mereka dan pemimpinnya sudah tiba menghadapku, aku bertanya: 

“Apa yang kalian keluhkan dari amir kalian?” Mereka menjawab: “Ia tidak 

keluar bekerja sehingga hari sudah amat siang.” Aku bertanya: “Apa 

komentarmu dalam hal ini, ya Said?” Ia terdiam sejenak lalu berkata: 

“Demi Allah tadinya aku tidak mau mengatakan hal ini. Namun karena ini 

harus disampaikan maka akupun akan menceritakannya. Aku tidak punya 

pembantu di rumah. Setiap kali aku bangun di pagi hari, maka aku harus 

menumbuk gandum buat keluargaku. Kemudian aku harus mengaduknya 

dengan perlahan sehingga ia menjadi ragi. Lalu aku buatkan roti untuk 

keluargaku. Kemudian aku berwudhu dan keluar untuk mengurusi 

permasalahan manusia.” 

Umar bertanya: “Lalu apa lagi yang kalian keluhkan terhadapnya?” 

Mereka menjawab: “Ia tidak mau melayani seorangpun pada waktu 

malam.” Umar bertanya: “Apa komentarmu dalam hal ini, wahai Said?” Ia 

menjawab: “Demi Allah, Sungguh aku juga sungkan untuk menceritakan 

hal ini… Aku telah membagi waktu siangku untuk berkhidmat dalam 

urusan mereka, dan waktu malamku untuk Allah Swt.” 

Umar bertanya lagi: “Apa lagi yang kalian keluhkan darinya?” Mereka 

menjawab: “Ada satu hari dalam sebulan dimana ia tidak keluar untuk 

mengurusi kami.” Umar bertanya: “Apa maksudnya ini, wahai Said?” Ia 

menjawab: “Aku tidak memiliki pembantu, wahai Amirul Mukminin. Dan 

aku tidak memiliki baju kecuali yang sedang aku pakai ini. Aku 

mencucinya sebulan sekali dan aku menunggunya hingga ia kering. Dan 

pada penghujung hari, baru aku dapat keluar menemui mereka.” 

Umar bertanya lagi: “Apa lagi yang kalian keluhkan darinya?” Mereka 

menjawab: “Sering kali ia hilang kesadaran, sehingga ia tidak mengenali 

orang yang berada di sekelilingnya.” Umar bertanya: “Apa maksudnya hal 

ini, ya Said?!” Ia menjawab: “Aku menyaksikan pembunuhan Khubaib bin 

‘Ady pada saat itu aku musyrik, dan aku melihat para penduduk Quraisy 

memotong jasadnya dan mereka bertanya kepada Khubaib: ‘Apakah kau 

ingin Muhammad menggantikanmu di sini?’ Ia menjawab: ‘Demi Allah, 

aku tidak suka merasa aman dengan istri dan anakku, padahal Muhammad 

sedang dicucuk dengan duri….’ Dan aku selalu teringat akan hari itu dan 

mengapa aku tidak menolongnya sehingga aku menduga bahwa Allah tidak 

mengampuniku… maka akupun hilang kesadaran karenanya. 

Saat itu Umar langsung berkata: “Segala puji bagi Allah yang telah 

membuat dugaanku kepadanya tidak rusak.” Kemudian Umar 

mengirimkan 1000 dinar untuknya agar dapat memenuhi segala 

kebutuhannya. Begitu istri Said melihat uang tersebut, maka ia berkata: 

“Segala puji bagi Allah yang telah mencukupkan kami lewat khidmat yang

kau berikan. Belilah segala kebutuhan hidup kita. Dan carilah seseorang 

yang mau diupah sebagai pembantu!” Said berkata kepada istrinya: 

“Apakah kau punya sesuatu yang lebih baik dari itu?” Istrinya bertanya: 

“Apakah itu?” Said berujar: “Kita kembalikan lagi kepada orang yang 

membawanya, dan hal itu lebih kita butuhkan?” Istrinya bertanya lagi: 

“Apakah itu?” Ia menjawab: “Kita pinjamkan uang tersebut kepada Allah 

sebagai qardhan hasanan (pinjaman yang baik).” Istrinya menanggapi: 

“Benar. Dan engkau akan dibalas dengan kebaikan karenanya.” 

Setelah ia meninggalkan majlis maka ia membagikan uang dinar 

tersebut dalam beberapa bungkus dan ia berkata kepada salah seorang 

anggota keluarganya: “Bawalah ini kepada janda fulan, yatim fulan, si 

miskin fulan dan si fakir fulan. 



Semoga Allah meridhoi Said bin ‘Amir Al Jumahy. Beliau adalah salah 

seorang sosok yang mampu mendahulukan kepentingan orang lain, meski 

ia berada dalam kondisi yang mendesak. 

Untuk dapat mengenal sosok Said bin ‘Amir Al Jumahy lebih jauh dapat 

merujuk ke: 

1. Tahdzib Al Tahdzib 4/51 

2. Ibnu Asakir 6/145-147 

3. Sifatus Shafwah 1/273 

4. Hilliyatul Auliya 1/244 

5. Tarikhul Islam 2/35 

6. Al Ishabah 2/48 atau profil 3270 

7. Nasabu Quraisyin 399


Cerita ini bersumber dari penerbit :

Dari Al Adab Al Islamy 

Iman Abdur Rahman Ra’fat Al Basya 

Ridwan Abdur Rahman Ra’fat Al Basya


Untuk memiliki buku aslinya silahkan beli buku dari penerbit ini. 

Sekian dan terimakasih. 


“Maaf saya Cuma mau berbagi, 

Tidak bermaksud merugikan pihak Mana pun”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Syair Insaf Diri ( سياير انساف ديري )

Syair Insaf Diri ( سياير انساف ديري )   Tatkala malam sunyi menyapa ,Ku renung diri dalam gelita, Banyaklah dosa yang ku bawa, Namun hidup t...